tag:blogger.com,1999:blog-57327553351889370082024-03-13T06:48:52.403-07:00ELHIJRAH Media Belajar dan Berbagi Ilmu Syar'iUnknownnoreply@blogger.comBlogger307125tag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-89482147855812378252013-11-21T19:48:00.000-08:002013-11-21T19:48:37.141-08:00Download Buku Panduan MUI tentang Kesesatan Syiah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-NVLRNA40C0Q/Uo7TvYQWyyI/AAAAAAAAA7A/IZOB00LmKNQ/s1600/bukupanduan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-NVLRNA40C0Q/Uo7TvYQWyyI/AAAAAAAAA7A/IZOB00LmKNQ/s1600/bukupanduan.jpg" /></a></div>
Alhamdulillah, kini telah terbit <strong>“Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”</strong> yang disusun oleh Tim Penulis MUI Pusat yang merupakan gabungan dari Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat.<br /><br />
<div style="text-align: justify;">
Setidaknya ada empat tujuan utama dari diterbitkannya buku ini, sebagaimana disebutkan dalam kata pengantar buku ini :</div>
<ul>
<li style="text-align: justify;">- Pedoman bagi umat Islam di Indonesia dalam mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi’ah</li>
<li style="text-align: justify;">- Bayan/penjelasan resmi dari MUI dengan tujuan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh faham Syi’ah</li>
<li style="text-align: justify;">- Menghindarkan NKRI dari bahaya Syi’ah yang dapat mengganggu stabilitas dan keutuhannya.</li>
<li style="text-align: justify;">- Menjaga ukhuwah dan membendung upaya-upaya untuk mendakwahkan ajaran Syi’ah di Indonesia</li>
</ul>
<span class="userContent">Bagi rekan pengurus MT/Yayasan/semisal yang hendak memperoleh BUKU tentangg Syiah yg dterbitkan MUI tsb adalah dengang cara :<br /> <br /> Kirim email ke »<br /> <a href="mailto:formas.nkri@gmail.com">formas.nkri@gmail.com</a>.<br /><br />atau bisa download versi ebook nya pada link berikut:<br /><br /><a href="http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#download">http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#download</a><br /> <br /> <span class="text_exposed_show"></span></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-83467635250480262092013-04-07T06:39:00.003-07:002013-04-07T06:39:59.871-07:00Syarat dan Rukun Poligami Dalam Islam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-crBzblmEfZ8/UWF3FjNVpvI/AAAAAAAAA3g/40x-D4-_zz8/s1600/poligami.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-crBzblmEfZ8/UWF3FjNVpvI/AAAAAAAAA3g/40x-D4-_zz8/s1600/poligami.jpeg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Rukun dan syarat pernikahan berpoligami
secara umum sama dengan rukun dan syarat pernikahan pertama yang
disyariatkan dalam Islam. Namun, ada beberapa syarat yang ditambahkan
yang wajib dipenuhi ketika ingin menunaikan poligami.<br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebelum kita membicarakan syarat
tersebut lebih jauh, kami menasihati diri kami pribadi secara khusus dan
para pembaca secara umum bahwa agama Islam mewajibkan kita semua untuk
berilmu dahulu sebelum mengerjakan suatu amalan. Agama ini pun tegak dan
berdiri di atas prinsip yang agung tersebut: <i>al-’ilmu qablal qauli wal ‘amal</i>.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Inilah yang dinyatakan oleh al-Imam al-Bukhari t dalam satu bab dari “Kitab al-’Ilmi” pada kitab <i>Shahih </i>beliau.
Artinya, ilmu dahulu sebelum ucapan dan amalan. Karena itu, seseorang
tidak dianggap menunaikan amalan dengan benar dan di atas
petunjuk/syariat yang benar apabila dia mengamalkan sebuah amalan tanpa
mengetahui ilmunya terlebih dahulu.<br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Yang pertama kali dituntut dari orang
yang hendak menikah adalah berilmu sebelum dia melangsungkan
pernikahannya tersebut, sehingga dia dan istrinya bisa menjalaninya
dengan lurus. Sebab, pernikahan pertama saja memiliki banyak masalah
yang membutuhkan bimbingan ilmu, lebih- lebih bila hendak berpoligami.
Dalam poligami akan dijumpai lebih banyak masalah dibandingkan dengan
pernikahan dengan satu istri.<br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Maka dari itu, di dalam lubuk hati
seorang muslim yang bijak semestinya tertanam prinsip yang sangat
mendasar dan pokok ini, yang merupakan inti dan ushul dari manhaj yang
haq, <i>manhaj</i> Ahlus Sunnah wal Jamaah<i>, </i>yakni tidak mengerjakan sebuah amalan sebelum dia mengetahui ilmunya.<br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pihak yang akan berpoligami hendaknya
benar-benar membekali diri dengan ilmu, baik sebelum maupun selama
menjalaninya. Dengan demikian, jalannya akan lurus dan terbimbing, tidak
serampangan dan tidak menjadi fitnah. Kenyataan yang kita saksikan,
banyak suami yang berpoligami hanya bermodal semangat tanpa berdasar
ilmu yang benar.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Akibatnya, rumah tangga yang lama hancur
atau rumah tangga yang baru bubar. Istri tua dan istri muda adu mulut
di depan orang banyak, pertengkaran antara dia dan istrinya tak
terelakkan sehingga ribut-ributnya terdengar oleh tetangga.
Ujung-ujungnya, orang menyalahkan poligami. “Itu semua akibat kawin
lagi,” kata mereka. Orang yang antipoligami bertambah antipati, dan
orang yang tadinya tidak tahu menjadi tidak suka dengan poligami. Ya,
urusannya menjadi fitnah. Aturan Allah l dibenci karenanya, <i>wallahul</i> <i>musta’an</i>.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sekali lagi, walaupun poligami adalah
hak lelaki, namun tidak sepantasnya seorang suami melangkah serampangan
tanpa bimbingan ilmu. Jangan karena salah melangkah dan tanpa bersikap
hikmah, dia hancurkan semuanya: agama, rumah tangga, dan masa depan anak
anaknya. <i>Wallahul musta’an.<br /></i></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>Rukun dan Syarat Poligami<br /></b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebagaimana telah disampaikan di atas,
rukun dan syarat pernikahan yang disyariatkan dan ditetapkan dalam Islam
pada pernikahan pertama juga menjadi rukun dan syarat yang disyariatkan
dalam pernikahan poligami. Sebab, keduanya sama-sama pernikahan yang
disyariatkan dalam Islam. Jadi, ketika seseorang berpoligami, dia wajib
memenuhi rukun dan syarat tersebut, ditambah beberapa syarat yang
disebutkan oleh para ulama yang akan kami sebutkan, <i>insya Allah.</i></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Para ulama menyebutkan dua syarat yang
Allah Subhanahu wata’ala sebut dalam al-Qur’an ketika seorang lelaki
hendak berpoligami, dan syarat lainnya yang disebutkan dalam hadits
Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">1. Jumlah istri yang paling banyak dikumpulkan adalah empat, tidak boleh lebih.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2. Dia bisa berbuat dan berlaku adil di antara para istri.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">3. Adanya kemampuan jasmani dan nafkah
dalam bentuk harta. Syarat yang pertama: Allah Subhanahu wata’ala
membolehkan seorang lelaki yang hendak berpoligami untuk menikahi sampai
empat perempuan. Dalilnya bisa kita lihat berikut ini.<br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong>1. Dalil dari al-Qur’anul Karim</strong></span></div>
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b></span><div dir="rtl" style="direction: rtl; line-height: 50px; text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ</span></b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i> “Jika kalian khawatir tidak bisa
berbuat adil terhadap perempuan yatim (bila kalian menikahinya), maka
nikahilah perempuan-perempuan lain yang halal bagi kalian untuk
dinikahi; (apakah) dua, tiga, atau empat….” </i>(an-Nisa: 3)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Ibnu al-Anbari <i>rahimahullah</i> berkata, “Huruf <i>wawu </i>( الوَاوُ ) di sini2 maknanya <i>tafarruq</i>/
pemisahan, bukan pengumpulan. Dengan demikian, maknanya adalah
nikahilah oleh kalian (para lelaki) wanita-wanita yang kalian senangi
sebanyak dua orang, dan nikahi tiga wanita selain keadaan yang pertama,
dan nikahi empat orang wanita selain dua keadaan yang telah disebutkan.”
(<i>Zadul Masir fi Ilmit Tafsir</i>, Ibnul Jauzi, 2/8)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Al-Hafizh Ibnu Katsir <i>radhiyallahu ‘anhu</i>
menyatakan, ayat ini tidaklah membolehkan pengumpulan bilangan tersebut
(yaitu jumlah 2, 3, dan 4). Kalau boleh, niscaya akan disebutkan.
Sebab, ayat ini berisi pemberitaan tentang anugerah yang diberikan oleh
Allah Subhanahu wata’ala dan kebolehan dari-Nya untuk menikahi lebih
dari seorang wanita. (<i>Tafsir al-Qur’anil Azhim</i>, 2/149)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Dengan demikian, yang dimaukan oleh ayat
adalah disuruh memilih di antara bilangan yang disebutkan, bukan
mengumpulkan jumlah tersebut. (<i>al-</i> <i>Majmu</i>, 17/212)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Mengapa hal ini perlu ditekankan? Karena ada yang berpendapat, <i>wawu</i>
tersebut menunjukkan pengumpulan, seperti anggapan al-Qasim bin Ibrahim
dan kelompoknya, al-Qasimiyah. Mereka menguatkan pendapat mereka dengan
perbuatan Nabi n mengumpulkan sembilan istri. Bahkan, ada satu sekte
dari kelompok Syiah Rafidhah yang membolehkan lelaki menikahi berapa pun
wanita yang diinginkannya. (<i>al-</i> <i>Majmu</i>, 17/212)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Selain itu, sebagian pengikut mazhab
Zhahiri berpendapat boleh menikahi delapan belas perempuan dengan
beralasan mengumpulkan bilangan 2, 3, 4 yang berulang sehingga menjadi 4
ditambah 6 ditambah 8. (lihat <i>Tafsir</i> <i>al-Qurthubi</i>, 5/13)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Al-Imam al-Qurthubi t menjawab pendapat
ini dengan menyatakan, semua itu adalah kebodohan terhadap bahasa Arab
dan as-Sunnah, serta menyelisihi kesepakatan umat. (<i>Tafsir al-Qurthubi</i> 5/13)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Demikian pula bantahan Ibnul Arabi <i>rahimahullah</i> dalam <i>Ahkamul Qur’an</i> (1/312—313). Adapun pembolehan bagi Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> mengumpulkan sembilan istri, hal itu adalah kekhususan bagi beliau, tidak berlaku bagi umatnya.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />2. Dalil dari as-Sunnah</strong></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /> Hadits Ibnu Umar <i>radhiyallahu ‘anhu</i> yang menyebutkan bahwa Ghailan ibnu Salamah ats-Tsaqafi <i>radhiyallahu ‘anhu</i>
masuk Islam dalam keadaan memiliki sepuluh istri yang dinikahinya di
masa jahiliah, dan para istrinya ini masuk Islam bersamanya. Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
pun memerintahkan agar Ghailan memilih empat dari mereka (dan
menceraikan yang lain). (HR. at-Tirmidzi no. 1128, dinyatakan sahih
dalam <i>Shahih Sunan at-Tirmidzi</i>)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Sisi pendalilan hadits di atas adalah Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
memerintahkan Ghailan untuk memilih hanya empat dari sepuluh istrinya.
Artinya, tidak boleh mengumpulkan lebih dari empat istri berdasar
perintah Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>, padahal asal perintah
dari Penetap syariat memberi faedah wajibnya perkara yang
diperintahkan, selama tidak ada perkara atau dalil lain yang
memalingkannya.Untuk masalah ini, tidak ada dalil yang memalingkannya
dari hukum wajib kepada hukum yang lain.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />3. Dalil dari ijma’</strong></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Al-Hafizh Ibnu Katsir <i>rahimahullah </i>menukilkan dari al-Imam asy-Syafi’i <i>rahimahullah</i>
adanya ijma’ atau kesepakatan ahlul ilmi tentang tidak bolehnya selain
Rasulullah n mengumpulkan lebih dari empat wanita/istri. (<i>Tafsir al-Qur’anil</i> <i>Karim</i>, 2/149)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syarat yang kedua: bisa berbuat dan berlaku adil.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Secara bahasa, adil adalah <i>inshaf</i>, yaitu memberi seseorang apa yang menjadi haknya dan mengambil darinya apa yang menjadi kewajibannya. (<i>al-Mu’jamul Wasith</i>, 2/588)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Adapun adil di antara para istri dalam bahasa syariat adalah menyamakanpara istri dalam hal <i>mabit </i>(bermalam/ menginap), makan, minum, tempat tinggal, dan pakaian. (<i>Raddul Mukhtar</i>, Ibnul ‘Abidin, 3/378)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Hukum berlaku adil dalam urusan yang disebutkan di atas adalah fardhu atau wajib (<i>Ahkamul Qur’an</i>,
1/313). Jadi, meninggalkannya adalah dosa dan pelanggaran. Dalil
tentang syarat yang kedua ini jelas sekali dari firman Allah Subhanahu
wata’ala,<br /><span style="font-size: large;"><b><br /></b></span></span></div>
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b></span><div dir="rtl" style="direction: rtl; line-height: 50px; text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ</span></b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Namun, bila kalian khawatir tidak
bisa berlaku adil (di antara para istri bila sampai kalian memiliki
lebih dari satu istri) maka nikahilah satu istri saja atau mencukupkan
dengan budak perempuan yang kalian miliki….” </i>(an-Nisa: 3)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Ada dua pendapat tentang firman Allah <i>Subhanahu wata’ala</i>,</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">فَإِنْ خِفْتُمْ</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Pendapat pertama mengartikannya
عَلِمْتُمْ , yakni kalian yakin (tidak bisa berbuat adil). Adapun
pendapat kedua memaknainya خَشِيتُمْ , yakni kalian khawatir (tidak bisa
berbuat adil). (<i>Zadul Masir</i> <i>fit Tafsir</i>, Ibnul Jauzi, 2/9)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Dengan demikian, apabila seorang lelaki
yakin atau khawatir tidak bisa berlaku adil, cukup baginya beristri
satu. Sebab, kebolehan memperistri lebih dari seorang wanita berporos
pada keadilan. Dengan demikian, ketika kalian bisa adil, lakukanlah!
Jika tidak, cukuplah satu atau budak perempuan yang kalian miliki. (<i>Tafsir ath-Thabari</i>, 3/579—580)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Berkaitan dengan ayat 129 dalam surat an-Nisa,<span style="font-size: large;"><b><br /></b></span></span></div>
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b></span><div dir="rtl" style="direction: rtl; line-height: 50px; text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">وَلَن
تَسْتَطِيعُوا أَن تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ
فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ</span></b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Kalian tidak akan mampu berbuat
adil di antara para istri, walaupun kalian sangat ingin berbuat adil.
Maka janganlah kalian condong dengan sebenar-benarnya kepada istri yang
lebih kalian cintai sehingga kalian membiarkan istri yang lain
terkatung-katung.” </i>(an-Nisa: 129)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Yang Allah <i>Subhanahu wata’ala</i>
maksudkan adalah adil yang tidak dimampui dan tidak disanggupi dilakukan
oleh seorang hamba karena bukan hamba yang mengusahakannya, namun
semata-mata pemberian Allah Subhanahu wata’ala, yaitu adil dalam masalah
cinta dan kecondongan hati. Karena itu, ahli tafsir mengatakan bahwa
makna ayat di atas adalah kalian tidak akan sanggup menyamakan rasa
cinta kalian di antara para istri, karena hal itu bukan hasil usaha
kalian walaupun kalian sangat ingin berbuat adil dalam hal itu. (<i>Fathul Qadir</i>, 1/695)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Karena ketidakmungkinan berbuat adil
dalam perasaan cinta, Allah Subhanahu wata’ala melarang seorang suami
mengistimewakan istri yang lebih dicintainya dalam hal nafkah dan
pembagian giliran sehingga istri yang lainnya terkatung-katung: tidak
menjanda, tidak pula seperti perempuan yang memiliki suami.
Allah Subhanahu wata’ala menutup ayat di atas dengan firman-Nya,<b><br /></b></span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">وَإِن تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Dan bila kalian mengadakan perbaikan dan bertakwa maka sungguh Allah itu adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” </i>(an-Nisa: 129)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Firman Allah Subhanahu wata’ala,</span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">وَإِن تُصْلِحُوا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">“<i>Dan bila kalian mengadakan perbaikan,”</i></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i> </i>yakni dengan berlaku adil<i> </i>dalam hal pembagian giliran.</span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">وَتَتَّقُوا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">“<i>dan bertakwa,” </i></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">maksudnya menjaga diri dari berbuat zalim.</span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">“<i>Maka sungguh Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”,</i></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br /> </i>terhadap kecondongan hati<i> </i>tersebut apabila memang ada. (<i>Zadul Masir fit Tafsir</i>, Ibnul Jauzi, 2/220;<i> Tafsir al-Qur’anil Azhim</i>, 2/317)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Al – Imamath – Thabari t menyatakan
dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, kaum lelaki atau para suami tidak
akan mampu untuk menyamakan istri-istri mereka dalam hal cinta di kalbu
mereka, sehingga para suami</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />tidak bisa berlaku adil dalam hal ini.
Pasti ada istri yang lebih mereka cintai daripada yang lain karena
memang hal ini di luar kuasa mereka, walaupun mereka berusaha
sungguh-sungguh untuk menyamakan cinta di antara istri mereka. Meski
demikian, para suami tidak boleh mengikuti hawa nafsunya dengan
menampakkan kecenderungan kepada istri yang lebih mereka cintai lantas
meninggalkan yang lainnya, sehingga si suami jatuh pada perbuatan zalim
terhadap istri yang tidak/kurang dicintai, dengan tidak menunaikan hak
mereka berupa beroleh giliran, nafkah, dan pergaulan yang baik. Sebab,
kecondongan yang berlebihan kepada istri yang dicintai menyebabkan istri
yang lain layaknya perempuan yang tidak bersuami, namun tidak pula
menjanda (terkatung-katung). (<i>Jami’ul Bayan fi</i> <i>Ta’wilil Qur’an</i>, 4/312)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Al-Imam al-Qurthubi <i>rahimahullah</i>
juga menyebutkan bahwa keadilan yang tidak dimampui adalah dalam hal
kecondongan secara tabiat, yaitu rasa cinta, jima’, dan tempat dalam
kalbu. (<i>al-Jami’ li Ahkamil</i> <i>Qur’an</i>, 5/261)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Al-Allamah asy-Syinqithi <i>rahimahullah</i>
juga menyebutkan demikian karena kecondongan secara tabiat tersebut di
luar kuasa manusia. Berbeda halnya dengan berlaku adil dalam hak-hak
syar’i, hal itu mampu dilakukan oleh para hamba. (<i>Adhwaul Bayan</i>, 1/425)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Haruskah Adil dalam Urusan Jima’
(Berhubungan Badan)? Al-Imam Ibnu Qudamah t berkata, “Kami tidak
mengetahui perbedaan pendapat di kalangan ahlul ilmi tentang tidak
wajibnya menyamakan di antara para istri dalam hal jima’. Ini adalah
mazhab Malik dan asy-Syafi’i.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebab, jima’ itu jalannya adalah syahwat
dan kecondongan, serta tidak ada jalan untuk menyamakan di antara para
istri dalam hal ini karena kalbu seseorang terkadang lebih condong
kepada salah seorang istrinya dan rasa itu tidak ada terhadap yang
lainnya.” (<i>al-Mughni,</i> <i>“</i>Kitab ‘Isyratun Nisa”, mas’alah “Walau wathi’a Zaujatahu wa lam yatha al-Ukhra, fa laisa bi’ashin”)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Demikian pula yang dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi t dalam <i>al-Majmu’ </i>(18/119).</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah <i>rahimahullah</i>
mengatakan, suami tidak boleh melebihkan salah seorang dari dua
istrinya dalam hal bagian giliran. Namun, jika ia mencintai salah
satunya melebihi yang lain dan menggaulinya lebih banyak dari yang lain,
tidak ada dosa bagi si suami. (<i>Majmu’ Fatawa</i>, 32/269)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br />Lebih Baik Menyamakan</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /> Walaupun menyamakan jima’ tidak wajib,
namun disenangi apabila mampu untuk menyamakannya/berlaku adil pula
dalam hal ini. Hal ini dinukilkan oleh sejumlah ulama, seperti al-Imam
Ibnu Qudamah t. Beliau menyatakan, apabila si suami bisa menyamakan
urusan jima’ di antara istrinya, itu lebih bagus dan lebih utama karena
lebih nyata dalam berbuat adil.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Demikian juga yang dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi <i>rahimahullah</i>, karena lebih sempurna dalam hal keadilan. (<i>al-</i> <i>Majmu’ </i>18/119)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br />Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> Berbuat Adil</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
sangat adil terhadap istri-istrinya dalam urusan yang memang dituntut
untuk adil. Adapun dalam urusan yang tidak dimampui oleh manusia, beliau
pun tidak bisa menyamakannya, seperti rasa cinta beliau terhadap Aisyah
x yang lebih besar daripada istri-istri beliau yang lain.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Namun, seperti yang telah disinggung di atas, dalam urusan yang dimampui hamba, Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> adalah teladan dalam keadilan tersebut. Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
membagi dengan adil tanpa melebihkan satu dari yang lain dalam hal
giliran bermalam di antara istri-istri beliau, terkecuali Saudah bintu
Zam’ah <i>radhiyallahu ‘anha</i> yang telah menghadiahkan gilirannya untuk Aisyah x, demi mencari keridhaan Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> yang semula hendak menceraikannya, namun urung dengan <i>ishlah </i>yang dilakukan oleh Saudah berupa menggugurkan sebagian haknya asal tetap menjadi istri Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Apabila Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya. Siapa yang
namanya keluar, dialah yang menemani beliau safar. Seandainya beliau
mau, niscaya beliau akan selalu membawa Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i> dalam safar beliau, karena Aisyah sangat beliau cintai melebihi yang lain. Kenyataannya, beliau tidak melakukannya. Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i> mempersaksikan hal ini dalam haditsnya yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dalam <i>Shahih </i>keduanya.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />Saking </i>inginnya Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>
selalu berbuat adil, sampai-sampai saat sakit menjelang ajalnya, beliau
tetap menggilir istri-istrinya semalam-semalam. Beliau datang dan
menginap di rumah istri yang sedang mendapat giliran. Sampai di saat
sakit beliau bertambah parah sehingga beliau tidak sanggup lagi
berjalan, beliau meminta izin kepada istri-istrinya untuk beristirahat
di rumah Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i> dan dirawat di sana.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Para istri beliau yang salehah lagi penuh
kelapangan hati pun mengizinkan. Ketika beliau yakin mereka ridha,
beliau pun tinggal di rumah Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i>, tidak di tempat istri yang lain, sampai ajal menjemput beliau. Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i> menyampaikan,</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">أَنَّ
رَ<b>سُوْلَ اللهِ كَانَ يَسْأَلُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي, مَاتَ فِيْهِ:
أَيْنَ أَنَا غَدًا، أَيْنَ أَنَا غَدًا؟ يُرِيْدُ يَوْمَ عَائِشَةَ،
فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُوْنُ حَيْثُ شَاءَ فَكاَنَ فِي بَيْتِ
عَائِشَةَ حَتَّى مَاتَ عِنْدَهَا.</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i>Di saat sakit yang mengantarkan kepada wafatnya Rasulullah </i><i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i><i>,
beliau biasa bertanya, “Di mana aku besok, di mana aku besok?” Beliau
menginginkan tiba hari giliran Aisyah. Istri-istri beliau pun
mengizinkan beliau untuk berdiam di mana saja yang beliau inginkan.
Lantas beliau tinggal di rumah Aisyah sampai meninggal di sisi Aisyah. </i>(HR.<i> </i>al-Bukhari no. 5217)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br />Tidak Disalahkan Apabila Suami Lebih Mencintai Salah Satu Istrinya</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Kita telah mengetahui adil yang dituntut
dari seorang hamba dan adil yang tidak dimampui olehnya. Telah
diterangkan juga, adil yang tidak dimampui adalah dalam hal cinta atau
kecondongan/ kecenderungan hati. Sehingga tidaklah berdosa bila ada
seorang suami yang memiliki sekian istri, namun kadar cintanya kepada
istri-istrinya tidak sama, ada yang disenangi dan dicintaimelebihi yang
lain.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kita pun tahu bahwa Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> yang mulia lebih mencintai Aisyah <i>radhiyallahu ‘anha</i>
daripada istri-istri beliau yang lain. Salah satu hadits yang
menunjukkan hal ini adalah hadits Amr ibnul Ash yang dikeluarkan dalam <i>ash-Shahihain</i>. ‘Amr mengabarkan, Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> mengutusnya untuk memimpin pasukan <i>Dzatu as-Salasil</i>. Amr mengatakan bahwa dirinya mendatangi Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dan bertanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> menjawab, “Aisyah.” Kataku, “Dari kalangan laki-laki?” “Ayahnya,” jawab beliau.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Namun, jangan sampai rasa cinta yang
lebih tersebut mendorong seorang suami untuk berlaku tidak adil—dalam
hal yang dimampui—di antara istri-istrinya. Jika jatuh dalam perbuatan
tersebut, ia terkena ancaman hadits yang akan disebutkan di bawah ini<b>. </b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br />Ancaman bagi Suami yang Tidak Berbuat Adil</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Abu Hurairah <i>radhiyallahu ‘anhuma</i> menyampaikan dari Nabi <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i>,</span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ شِقُّه مَائِلٌ.</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Siapa yang memiliki dua istri lantas
condong kepada salah seorang dari keduanya (berlaku tidak adil) maka ia
akan datang pada hari kiamat dalam keadaan sebelah tubuhnya miring.” </i>(HR.<i> </i>Abu Dawud no. 2133, an-Nasa’i<i> </i>no. 3942, dinyatakan sahih dalam<i> Shahih Abi Dawud, Shahih an-Nasa’i</i>,<i> </i>dan <i>Irwa’ul Ghalil </i>no. 2017 )<i> </i>Dalam <i>Aunul Ma’bud </i>(“Kitab an Nikah”, bab “Fi ‘al-Qasmi Baina an-<i> </i>Nisa’”)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />dinyatakan hadits ini adalah dalil<i> </i>wajibnya suami menyamakan di antara<i> </i>istri-istrinya dan haram ia condong/<i> </i>melebihkan salah satunya.<i> </i>Diterangkan pula dalam penjelasan<i> </i>hadits di atas bahwa yang tampak, hukum<i> </i>yang berlaku tidak hanya dibatasi pada<i> </i>dua istri, tetapi juga untuk orang yang<i> </i>memiliki tiga atau empat istri. Ia condong<i> </i>kepada salah satunya dalam perbuatan<i> </i>yang zahir (tampak), bukan dalam bentuk<i> </i>kecondongan hati, sehingga melebihkan<i> </i>istri yang dicondonginya tersebut dalam<i> </i>hal pemberian makan (nafkah), tempat<i> </i>tinggal, atau pergaulan yang baik (<i>husnul ‘usyrah</i>).</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Orang yang seperti ini akan<i> </i>datang pada hari kiamat dalam keadaan<i> </i>tidak sama dua sisi tubuhnya sebagai<i> </i>balasan dari perbuatannya yang tidak<i> </i>adil dengan melebihkan satu istrinya<i> </i>daripada yang lain. (<i>Hasyiyah al-Imam as-Sindi ‘ala Sunan an-Nasa’i</i>, 7/63)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b><br />Gambaran Keadilan Salaf</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Ibnu Abi Syaibah <i>rahimahullah</i>
meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin , bahwa ia berkata tentang seorang
lelaki yang memiliki dua istri, “Dibenci ia berwudhu di rumah salah
seorang istrinya, sementara itu di rumah istri yang lain tidak
dilakukannya.” (<i>al-Mushannaf</i>, 4/387)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ibrahim an-Nakha’i <i>rahimahullah</i>
berkata tentang seorang lelaki yang mengumpulkan istri-istri (madu
dengan madu), “Para salaf menyamakan perlakuan di antara istri-istrinya,
sampai-sampai apabila tersisa <i>sawiq </i>(sejenis gandum) dan makanan
yang bisa ditakar, mereka tetap membagi-bagikan di antara istriistri
mereka; setelapak tangan demi setelapak tangan, jika memang sisa makanan
tersebut tidak mungkin lagi ditakar (karena sedikitnya).” (<i>Mushannaf</i> <i>Ibni Abi Syaibah</i>, 4/387)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syarat yang ketiga: Adanya kemampuan
fisik dan materi atau nafkah, berupa makan, minum, pakaian, tempat
tinggal, dan perabotan rumah yang memang harus ada. Syariat
mengisyaratkan ‘kemampuan’ ini kepada seseorang yang ingin menikah.
Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda,<br /></span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ…</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang memiliki </i>ba’ah <i>maka hendaknya ia menikah.</i>…” (HR. al-<i> </i>Bukhari no. 5065 dan Muslim no.3384, dari Ibnu Mas’ud <i>radhiyallahu ‘anhu</i>)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />Ada dua pendapat ulama tentang makna <i>ba’ah </i>dalam hadits di atas, kata an-Nawawi <i>rahimahullah</i>, namun keduanya sebenarnya kembali pada satu makna,</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />1. Berhubungan badan/jima’.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dengan demikian, makna hadits adalah
siapa di antara kalian yang mampu melakukan jima’ karena punya
kesanggupan memenuhi keperluan nikah, hendaknya ia menikah.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">2. Kebutuhan pernikahan.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadi, makna hadits adalah siapa di antara kalian yang punya kemampuan memenuhi kebutuhan pernikahan, hendaknya ia menikah. (<i>al-Minhaj</i>, 9/177)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kebutuhan materi yang diperlukan dalam
pernikahan atau hidup berkeluarga mencakup makanan, minuman, dan tempat
tinggal. Semua ini adalah nafkah yang wajib ditunaikan oleh seorang
suami terhadap istrinya sesuai dengan dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah,
dan kesepakatan ulama. (<i>al-Mughni, </i>“Kitab an-Nafaqat”)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Demikian pula halnya apabila diterapkan
dalam pernikahan poligami. Suami dituntut bertanggung jawab memberikan
kebutuhan hidup para istrinya. Karena itu, apabila seorang lelaki tidak
mampu menafkahi lebih dari satu istri, tidak halal baginya secara
syariat untuk menikah lagi (berpoligami). Kewajiban menafkahi ini
bertambah jelas dengan khutbah yang disampaikan oleh Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dalam haji wada’. Beliau mengatakan kepada kaum muslimin,<br /><b><br /></b></span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">فَاتَّقُوْا
اللهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ،
وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ
أَلاَّ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ، فَإنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Bertakwalah kalian kepada Allah
dalam urusan para istri, karena kalian mengambil mereka dengan amanat
Allah dan kalian menjadikan halal kemaluan mereka dengan kalimat Allah.
Hak kalian atas mereka adalah mereka tidak memperkenankan seseorang
yang kalian benci menginjak hamparan kalian. Kalau mereka lakukan apa
yang kalian benci, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras dan
mencederai. Hak mereka atas kalian adalah (memperoleh) rezeki dan
pakaian dengan cara yang ma’ruf.” </i>(HR. Muslim no. 1216)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam hadits lain, Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> ditanya tentang hak istri kepada suaminya. Beliau <i>Shallallahu ‘alaihi wasallam</i> menjawab,<b><br /></b></span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div dir="rtl" style="direction: rtl; font-size: 27px; line-height: 50px; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">أَنْ
تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ
تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><i><br />“Kamu beri dia (istrimu) makan jika
kamu makan dan memberinya pakaian bila kamu berpakaian. Jangan memukul
wajah, jangan menjelekkan, dan jangan memboikotnya selain di dalam
rumah.” </i>)HR. Abu Dawud no.<i> </i>2142, dinyatakan sahih dalam <i>al-Jami’ ash-Shahih</i>, 86/3)<br /></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan
fuqaha tentang wajibnya suami menunaikan kebutuhan primer seorang atau
beberapa istrinya, yaitu makanan yang sesuai, pakaian, dan tempat
tinggal yang layak, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang menyertainya. <i>Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab</i>.<br /><br />sumber: <a href="http://asysyariah.com/">asysyariah.com</a></span></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-11498360309156243742013-04-07T06:10:00.002-07:002013-04-07T06:10:29.240-07:00Hukum Membantu Membangun Tempat Ibadah Non Muslim<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-rOClId_I4hk/UWFwHmZqwII/AAAAAAAAA3Q/rTWHdeqoasE/s1600/bangunan.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-rOClId_I4hk/UWFwHmZqwII/AAAAAAAAA3Q/rTWHdeqoasE/s1600/bangunan.jpeg" /></a></div>
<b>Pertanyaan:</b><br /><br />assalamu ‘alaikum,<del datetime="2010-07-14T16:05:35+00:00"></del><br />
ana mo nanya apa hukumnya jika kita ikut berpartisipasi baik dalam
perencana maupun terjun langsung di lapangan dalam pembangunan gedung <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">ibadah</a> umat selain muslim?<br />
apa dasar hukum yang melarangnya ustadz?<br />
syukron jiddan sebelumnya<br /><br /><b>Jawab:</b><br />
Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh.<br />
Berpartisipasi dalam pembangunan gedung ibadah selain ummat <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Islam</a>
adalah haram. Karena hal tersebut termasuk perbuatan tolong-menolong
dalam kebatilan terbesar, yaitu kesyirikan dan kekafiran kepada Allah
Ta’ala. Berikut fatwa Ulama tentang masalah ini:<br /><br /><span style="font-size: large;"><b><br /></b></span><br />
<span style="font-size: large;"><b>
</b></span><span style="font-size: large;"><b>س: المسلم الذي وظيفته بناء، هل يجوز له أن يبني كنيسة للكفار؟</b></span><br />
<span style="font-size: large;"><b>
</b></span><span style="font-size: large;"><b>ج: لا يحل لمسلم يؤمن بالله واليوم الآخر أن يبني كنيسة أو محلا للعبادة
ليس مؤسسا على الإسلام الذي بعث الله به محمدا؛ لأن ذلك من أعظم الإعانة
على الكفر، وإظهار شعائره، والله عز وجل يقول: { وَتَعَاوَنُوا عَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ } سورة المائدة الآية
2</b></span><br />
<span style="font-size: large;"><b>
</b></span><strong><br /><br />Pertanyaan:</strong> Seorang muslim yang profesinya sebagai
tukang bangunan, apakah boleh dia membangun gereja untuk (tempat ibadah)
orang-orang kafir?<br />
<strong>Jawab:</strong> Tidak halal bagi seorang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">muslim</a> yang beriman
kepada Allah dan hari akhir untuk membangun gereja atau tempat ibadah
yang tidak berlandaskan Islam, agama yang dengannya Allah Ta’ala
mengutus Muhammad <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em>. Karena hal
tersebut termasuk sebesar-besarnya bentuk pertolongan kepada orang-orang
kafir dan menampakkan syiar-syiar mereka. Sedang Allah Ta’ala
berfirman:<br /><span style="font-size: large;"><b><br /></b></span><br />
<span style="font-size: large;"><b>
</b></span><span style="font-size: large;"><b>وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ</b></span><br />
<span style="font-size: large;"><b>
</b></span><br /><br />“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">takwa</a>,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(<strong>Al-Maidah: 2</strong>)<br />
(<strong>Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah</strong>, 14/482, no. 19893)<br /><br />Sumber: <a href="http://nasihatonline.wordpress.com/">nasihatonline.wordpress.com</a><br />
<br />Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-495190074301623892013-04-07T05:57:00.001-07:002013-04-07T05:57:16.331-07:00Hukum dan Tata Cara Melaksanakan Sholat Taubat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-VB6jTKuXJFA/UWFsmk6sfnI/AAAAAAAAA3A/uwmjz3EN2DI/s1600/sholat.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-VB6jTKuXJFA/UWFsmk6sfnI/AAAAAAAAA3A/uwmjz3EN2DI/s1600/sholat.jpeg" /></a></div>
<b>Tanya:</b>
<br />
Kapankah pelaksanaan shalat taubat? Berapa jumlah rakaat? Dan doa apa saja yang harus dibaca?<br /><br />
<b>Jawab:</b><br />
<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Riwayat</a> shalat taubat adalah dari ‘Ali bin Abi Thâlib <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, dari Abu Bakr Ash-Shiddiq <em>radhiyallahu ‘anhu </em>beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah <em>shallallâhu ‘alaihi wa sallam </em>bersabda,<br /><br />
<div dir="RTL">
<strong>مَا مِنْ رَجُلٍ يَذْنَبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُوْمُ
فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّيْ (فِيْ رِوَايَةٍ: ثُمَّ يُصَلِّيْ
رَكْعَتَيْنِ) ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهُ، ثُمَ
قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ
ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا
فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}</strong></div>
<em><br />“Tidak seorangpun melakukan suatu dosa lalu ia bangkit untuk
berthaharah lalu sholat (Dalam satu riwayat: kemudian dia sholat dua
raka’at) kemudian dia beristighfar (memohon ampun) kepada Allah kecuali
Allah akan mengampuninya. Lalu beliau membaca ayat ini, ‘Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui.’.” </em>[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/159/7642, Ahmad 1/2, 8 dan 10 dan dalam <strong><em>Fadhâ`il Ash-Shah<span style="text-decoration: underline;">â</span>bah</em></strong> no. 142 dan 642, Al-Humaidy 1/2 dan 4, Ath-Thay<span style="text-decoration: underline;">â</span>lisy no. 1, Abu D<span style="text-decoration: underline;">a</span>ud 2/86/1521, At-Tirmidzy 2/257/406 dan 5/228/3006, An-Nas<span style="text-decoration: underline;">a</span>`i dalam <strong><em>Al-Kubr<span style="text-decoration: underline;">â</span></em></strong> 6/109/10247, 6/110/10250 dan 6/315/11078 dan dalam ‘<strong><em>Amalul Yaum wal Lailah</em></strong> no. 414 dan 417, Ibnu M<span style="text-decoration: underline;">a</span>jah 1/446/1395, Husain bin Hasan Al-Marwazy dalam <strong><em>Zaw<span style="text-decoration: underline;">â</span>`iduz Zuhd</em></strong> no. 1088, Ibnu Jar<span style="text-decoration: underline;">i</span>r dalam tafsirnya 4/96, Abu Ya’l<span style="text-decoration: underline;">a</span> no.1 dan 11-15, Ibnu Hibb<span style="text-decoration: underline;">a</span>n 2/389-390/623 -<strong><em>Al-Ihs<span style="text-decoration: underline;">a</span>n</em></strong>-, Al-Baihaqy dalam <strong><em>Syu’abul Îmân</em></strong> 5/401-402/7077-7078, Dhiy<span style="text-decoration: underline;">a</span>` Al-Maqdasy dalam <strong><em>Al-Mukhtârah</em></strong> 1/82-86/7-11 dan Ibnu ‘Ady dalam <strong><em>Al-Kâmil</em></strong> 1/430. Semuanya dari jalan ‘Utsm<span style="text-decoration: underline;">a</span>n bin Al-Mughirah dari ‘Ali bin Rab<span style="text-decoration: underline;">i</span>’ah dari Asm<span style="text-decoration: underline;">a</span>` bin Al-Hakam dari Ali bin Abi Thâlib.<em></em><br />
Ad-Dzahaby menghasankan dalam <strong><em>Tadzkîratul Huffâzh</em></strong> 1/11 dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.<br />
Ibnu ‘Adi berkata setelah menyebutkan dua jalan bagi hadits diatas,
“Hadits ini jalannya hasan dan saya berharap ia adalah shahih”.<br />
Imam Ad-Dâraquthny dalam <strong><em>‘Ilal</em></strong>-nya 1/176-180 menyebutkan beberapa perselisihan tentang hadits di atas lalu beliau menegaskan bahwa jalan ‘Utsm<span style="text-decoration: underline;">a</span>n bin Al-Mugh<span style="text-decoration: underline;">i</span>rah yang paling baik sanadnya dan paling <em>Shahîh</em>.<br />
<em>Al-H<span style="text-decoration: underline;">a</span>fizh</em> Ibnu Hajar berkata tentang hadits di atas dalam biografi Asm<span style="text-decoration: underline;">a</span>` bin Al-Hakam dari <strong><em>Tahdzîbut Tahdzîb</em></strong> : “<em>Jayyidul Isn<span style="text-decoration: underline;">a</span>d </em>(Baik sanadnya)”.<br />
Syaikh Al-Albâny menshahihkannya dalam <strong><em>Shahîh At-Targhîb Wat Tarhîb </em></strong>1/427/680.<br />
‘Utsmân bin Al-Mughîrah ada <em>mutâba’ah</em> (penguat/pendukung) dari Mu’âwiyah bin Abil ‘Abbâs sebagaimana dalam riwayat Ath-Thabarâny di <strong><em>Mu’jamul Ausath</em></strong> 1/185/584, Abu Bakr Al-Ismâ’ily dalam <strong><em>Mu’jam Syuyûkh</em></strong>-nya 2/697 dan Al-Khathîb Al-Baghdâdy dalam <strong><em>Mûdhih Auw<span style="text-decoration: underline;">a</span>m Al-Jam’i wat Tafrîq </em></strong>2/490.]<br />
<br />Ada beberapa fiqih yang bisa dipetik dari hadits di atas,<br />
<ol start="1">
<li>Terdapat syari’at pelaksanaan shalat <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">taubat</a>.</li>
<li>Bentuk pelaksanaannya: berwudhu dengan baik, lalu shalat dua raka’at kemudian <em>Istigf<span style="text-decoration: underline;">a</span>r</em> (memohon pengampunan) kepada Allah.</li>
<li>Karena tidak ada tuntunan khusus tentang bagaimana shalat dua raka’at itu, maka asalnya sama dengan shalat sunnah lainnya.</li>
<li>Tidak ada riwayat yang <em>shah<span style="text-decoration: underline;">i</span>h </em>yang menunjukkan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">bacaan</a> surah khusus setelah Al-F<span style="text-decoration: underline;">a</span>tihah pada dua raka’at tersebut maka asalnya boleh membaca apa saja dari surah yang mudah baginya.</li>
<li>Al-Mub<span style="text-decoration: underline;">a</span>rakf<span style="text-decoration: underline;">u</span>ry berkata dalam <strong><em>Tuhfatul Ahwadzy</em></strong> 2/368 (Cet. D<span style="text-decoration: underline;">a</span>rul Kutub), “Yang diinginkan dengan <em>Istighf<span style="text-decoration: underline;">a</span>r</em> adalah bertaubat disertai penyesalan, meninggalkan (dosa tersebut), ber-<em>‘Azm</em>
(berniat dengan sungguh-sungguh) untuk tidak mengulanginya
selama-lamanya dan mengembalikan hak-hak (orang lain) kalau memang hal
tersebut terjadi.”</li>
</ol>
Wallâhu A’lam.<br /><br />Sumber: <a href="http://dzulqarnain.net/">Dzulqarnain.net</a>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-75531048379481917192013-04-06T16:44:00.003-07:002013-04-06T16:44:40.106-07:00Hukum Memakan Buah Pala<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-yp3R3ABtjnI/UWCzJl8Dj2I/AAAAAAAAA2o/OhWWMQyrRus/s1600/buah+pala+2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-yp3R3ABtjnI/UWCzJl8Dj2I/AAAAAAAAA2o/OhWWMQyrRus/s1600/buah+pala+2.jpg" /></a></div>
<b>Tanya:</b><br />
Pertanyaan tentang hukum memakan buah Pala, apakah benar hukumnya haram? Buahnya atau bijinya yang Haram?
<br />
<br /><br /><b>Jawab :</b><br />
Buah pala (Jauzah Ath-Thiib) memang telah difatwakan oleh sejumlah
ulama akan keharamannya karena memabukkan atau bisa menutupi akal. Hal
tersebut telah dinukil dari Ibnul Daqiqil Ied, Ibnu Taimiyah dan
selainnya. Ibnu Hajr Al-Haitamy menyebutkan bahwa ulama empat madzhab,
Malikiyah, Hanbaliyah, Syafi’iyah dan Hanafiyah mengharamkannya. Ucapan
Ibnu Hajar Al-Haitamy telah dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu
Asy-Syaikh dalam suatu pembahasan beliau dalam Fatawa beliau 12/102.
Kemudian fatwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim dinukil dalam Fatawa
Al-Lajnah Ad-Da`imah (Syaikh Ibnu Baz, Abduzzaq Afifi, Ibnu Ghadayyan
dan Ibnu Qa’ûd). Sepanjang telah dipastikan ada suatu pemabukan dan
penutupan terhadap akal pada buah pala tersebut, tentunya tidak boleh
untuk dikomsumsi berdasarkan,<br />
“Tiap sesuatu yang memabukkan adalah khamar dan tiap sesuatu yang
memabukkan adalah haram.” [Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin
Umar radhiyallahu ‘anhuma]<br />
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,<br />
“Segala sesuatu yang memabukkan (bila) banyak, (juga) adalah haram (bila) sedikit.” [Diriwayatkan oleh Ahmad,<br />
Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, dan selainnya dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma]<br />
Wallahu A’lam.<br /><br /><br />http://dzulqarnain.net/hukum-memakan-buah-pala.htmlUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-37107594703596329242012-04-30T06:37:00.005-07:002012-04-30T06:37:45.932-07:00Talak Raj'i dan Talak Ba'in<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-7isdLChLSOs/T56VN2UBdUI/AAAAAAAAAyU/eQym3FVkkWM/s1600/talak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-7isdLChLSOs/T56VN2UBdUI/AAAAAAAAAyU/eQym3FVkkWM/s1600/talak.jpg" /></a></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b>Kesempatan Menalak Istri yang Telah Digauli Hanya Tiga Kali</b><br />
Seorang lelaki yang merdeka memiliki kesempatan menalak istrinya yang
telah digaulinya tiga kali, baik istrinya wanita merdeka maupun
berstatus budak<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">[1]</a>.<br />
<a href="http://www.blogger.com/%28ditulis%20oleh:%20Al-Ustadz%20Abu%20Abdillah%20Muhammad%20as-Sarbini%29">Talak</a> pertama dan talak kedua adalah <i><b>talak raj’i </b></i>yang artinya dia punya
hak merujuk istrinya pada masa ‘iddah kapan saja dia mau, walaupun
istrinya tidak rela dirujuk.<br />
Talak yang ketiga adalah <i><b>talak ba’in</b></i> dengan derajat bainunah kubra’
(perpisahan besar)<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">[2]</a> yang tidak menyisakan ikatan lagi antara keduanya
sedikit pun sejak jatuhnya talak, bahkan tidak bisa menikahinya kembali
sampai bekas istrinya itu telah digauli oleh suami yang lain.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /><b>Tata Cara Jatuhnya Talak Ba’in (Talak Tiga)</b><br />
Ibnu Taimiyah berkata—sebagaimana dalam Majmu’ al-Fatawa—, “Caranya, ia
menalaknya, kemudian merujuknya dalam masa ‘iddah atau menikahinya
seusai masa ‘iddah. Lantas ia menalaknya lagi, kemudian merujuknya atau
menikahinya. Lantas ia menalaknya lagi untuk yang ketiga kalinya. Inilah
talak yang menjadikan istrinya haram atasnya sampai menikah dengan
suami lain dan menggaulinya menurut kesepakatan ulama.”<br />
<br />Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad menukil kesepakatan ulama bahwa bila ia
telah menalak istrinya satu atau dua kali kemudian ia menikahinya
kembali setelah dinikahi lelaki lain yang tidak menggaulinya,
kesempatannya untuk menalak istrinya itu tetap mengikuti hitungan talak
sebelumnya. Artinya, kesempatannya tersisa dua kali talak bila ia telah
menalaknya satu kali dan tersisa satu kali talak bila ia telah
menalaknya dua kali.<br />
<br />Adapun jika ia menikahinya setelah dinikahi lelaki lain yang
menggaulinya, di sinilah terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.
Yang rajih, hitungan talak yang telah jatuh sebelumnya tidak gugur dan
kesempatan untuk menalaknya apa yang tersisa dari talak sebelumnya. Ini
mazhab Ahmad, asy-Syafi’i, dan Malik, yang dirajihkan Ibnu ‘Utsaimin.<br />
Al-Imam Ahmad menegaskan, “Ini adalah pendapat sahabat besar yang terkemuka.”<br />
<br />Di antara <a href="http://www.blogger.com/%28ditulis%20oleh:%20Al-Ustadz%20Abu%20Abdillah%20Muhammad%20as-Sarbini%29">sahabat</a> yang berpendapat demikian adalah Umar bin al-Khaththab radiyallahu anhu Ia berkata:<span style="font-size: large;"><b><br /><br />
أَيُّمَا امْرَأَةٍ طَلَّقَهَا زَوْجُهَا تَطْلِيْقَةً أَوْ
تَطْلِيْقَتَيْنِ، ثُمَّ تَرَكَهَا حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
فَيَمُوْتَ عَنْهَا أَوْ يُطَلِّقَهَا، ثُمَّ يَنْكِحُهَا زَوْجُهَا
اْلأَوَّلُ فَإِنَّهَا عِنْدَهُ عَلَى مَا بَقِيَ مِنْ طَلاَقِهَا</b></span><br />
<br />“Siapa pun wanita yang ditalak suaminya satu atau dua kali, kemudian
suaminya membiarkannya sampai dinikahi suami lain, lantas (suami yang
baru tersebut) meninggal atau menalaknya, kemudian suami pertamanya
menikahinya kembali, wanita itu pun di sisi suaminya tersebut di atas
kesempatan talak yang tersisa sebelumnya.” (Riwayat ‘Abdurrazzaq dalam
Mushannaf-nya dengan sanad yang sahih)<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">[3]</a><br /><br />
Abdurrazzaq juga meriwayatkan atsar yang semisal dari ‘Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’b, dan ‘Imran bin Hushain g pada bab ini.<br />
<br />Menurut Ibnul Qayyim, alasannya adalah bahwa jima’ suami kedua dengan
wanita tersebut tidak ada kaitannya dengan talak tiga dari suami
pertama—yang berfungsi membuat halalnya kembali wanita tersebut untuk
suami pertama. Juga, jima’ suami kedua bukan merupakan syarat halalnya
kembali wanita tersebut untuk suami pertama, andai ia menikahinya lagi
setelah diceraikan oleh suami yang kedua. Dengan demikian, terjadinya
jima’ antara suami kedua dengan wanita tersebut atau tidak adalah sama
saja, tidak ada pengaruh bagi suami pertama. Atas dasar itu, suami
pertama tetap memberlakukan talak satu dan duanya, serta tidak memulai
dengan penghitungan baru.<br />
<br />Ibnu ‘Utsaimin menerangkan pula dalam asy-Syarh al-Mumti’ bahwa yang tampak dari firman Allah subhanahu wa ta'ala:<br />
“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali.” (al-Baqarah: 229)<br />
dan ayat berikutnya:<br /><br />
“Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), perempuan
itu tidak lagi halal baginya hingga menikah dengan suami yang lain.”
(al-Baqarah: 230)<br />
<br />Sama saja apakah wanita itu telah sempat menikah dengan suami lain (yang
menggaulinya)—antara talak kedua dan talak ketiga—atau tidak.<br />
Telah datang hadits marfu’ (sabda Nabi n) yang semakna dengan ini,
tetapi hadits itu sangat lemah (dha’if jiddan) dan didha’ifkan oleh
Ibnul Qayyim.4</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Talak Tiga Tidak Bisa Jatuh Sekaligus<br />
<br />As-Sa’di berkata dalam al-Mukhtarat al-Jaliyyah, “Asy-Syaikh Taqiyyuddin
Ibnu Taimiyah merajihkan bahwa talak dengan lafadz apa pun jatuhnya
hanya satu talak, walaupun diperjelas dengan lafadz talak tiga, talak
ba’in, talak battah (selamanya), ataupun yang lainnya. Demikian pula,
talak yang kedua tidak akan jatuh melainkan setelah terjadi rujuk yang
benar. Ibnu Taimiyah mendukung pendapat ini dengan tinjauan dari banyak
sisi. Siapa pun yang melihat keterangannya, tidak mungkin (ada alasan)
baginya untuk menyelisihinya.”<br />
<br />Jadi, tidak ada sama sekali talak tiga ataupun talak dua selain yang
dijatuhkan secara bertahap, yang diselingi dengan terjadinya <a href="http://www.blogger.com/%28ditulis%20oleh:%20Al-Ustadz%20Abu%20Abdillah%20Muhammad%20as-Sarbini%29">rujuk</a> atau
pernikahan baru.<br />
<br />Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnul Qayyim, ash-Shan’ani,
asy-Syaukani, al-Albani, al-Lajnah ad-Da’imah (diketuai oleh Ibnu Baz),
Ibnu ‘Utsaimin, dan guru besar kami al-Wadi’i.<br />
<br />Di antara dalil-dalilnya adalah:<br />
1. Allah subhanahu wa ta'ala tidak mensyariatkan dijatuhkannya talak tiga sekaligus tanpa melalui tahapan, karena Allah l berfirman:<br />
<br />“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”
(al-Baqarah: 229)<br />
<br />Tidak ada makna lain dari ayat ini yang dipahami oleh bangsa Arab selain
bahwa dua talak tersebut jatuhnya secara bertahap. Jika dia berkata,<br />
- “Aku menalakmu dua kali atau tiga kali.”<br />
- “Aku menalakmu, aku menalakmu, aku menalakmu”<br />
atau semisalnya, tidaklah ia dianggap menalaknya lebih dari satu kali.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br />2. Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhumma, ia berkata:<span style="font-size: large;"><b><br /><br />
كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ n وَأَبِي بَكْرٍ
وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ طَلاَقُ الثَّلاَثِ وَاحِدَةً، فَقَالَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: إِنَّ النَّاسَ قَدْ اسْتَعْجَلُوا فِي أَمْرٍ
قَدْ كَانَتْ لَهُمْ فِيهِ أَنَاةٌ، فَلَوْ أَمْضَيْنَاهُ عَلَيْهِمْ؟
فَأَمْضَاهُ عَلَيْهِمْ.</b></span><br />
<br />“Dahulu pada zaman Rasulullah n, kekhilafahan Abu Bakr radhiyallhu anhu, dan dua tahun
pertama dari kekhilafahan ‘Umar radiyallahu anhu, talak yang dijatuhkan tiga kali
sekaligus dihitung satu talak. Lantas ‘Umar menyampaikan, ‘Sesungguhnya
orang-orang telah tergesa-gesa pada urusan talak mereka yang mengandung
tahapan (ingin menjatuhkan sebagai talak tiga sekaligus), maka bagaimana
jika kami berlakukan saja bagi mereka hal itu?’ ‘Umar radhiyallahu anhu pun
memberlakukannya bagi mereka.” (HR. Muslim)<br />
<br />Asy-Syaukani dalam as-Sail al-Jarrar berkata, “Kesimpulannya, di sini
ada satu hujjah yang melibas habis seluruh hujjah yang dikemukakan
mengenai jatuhnya talak tiga sekaligus, dan satu dalil yang tidak dapat
ditandingi sedikit pun oleh dalil-dalil yang dikemukakan itu, yaitu
hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallhu anhumma dalam Shahih Muslim dan lainnya. Jika seperti ini
talak yang berlaku pada zaman Nabi shallallahu alihi wassallam dan diamalkan oleh para sahabat
setelahnya lebih dari empat tahun, hujjah apa lagi yang dapat menolak
hujjah ini dan dalil apa lagi yang dapat tegak menentangnya?”<br />
<br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—sebagaimana dalam Majmu’
al-Fatawa—menerangkan alasan Umar radhiyallahu anhu dan selainnya dari kalangan
imam-imam mujtahid yang mengharuskan jatuhnya talak tiga bagi orang yang
menjatuhkannya sekaligus, bahwa hal itu adalah ijtihad ‘Umar radhiyallahu anhu tatkala
menyaksikan kaum muslimin sering melakukan hal yang sesungguhnya
diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala itu. Mereka tidak akan berhenti melainkan dengan
suatu hukuman, yang menurut ‘Umar radhiyallahu anhu, yaitu memberlakukannya bagi mereka
agar mereka tidak melakukannya. Boleh jadi, hal itu sebagai jenis
ta’zir (hukuman agar jera darinya) yang dilakukan saat dibutuhkan. Boleh
jadi pula, ‘Umar menganggap bahwa syariat talak tiga sekaligus dihitung
satu, memiliki suatu persyaratan yang telah sirna (karena kondisi kaum
muslimin saat itu, pen.).<br />
<br />Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhumma sendiri pada mulanya berfatwa jatuhnya hal itu sebagai
talak tiga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Namun di
kemudian hari, ia meralat fatwa tersebut dan berfatwa bahwa hal itu
tidak jatuh sebagai talak tiga, sebagaimana yang diriwayatkan pula oleh
Abu Dawud.[5]</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /><b>Menalak Istri Sebelum Digauli Adalah Talak Ba’in</b><br />
Menalak istri sebelum digauli adalah talak ba’in, meskipun sudah
berkhalwat (berdua-duaan) dan terjadi apa yang terjadi (selain
senggama).<br />
Hukum perceraiannya adalah bainunah sughra’ (perpisahan kecil). Artinya,
tidak halal baginya untuk merujuknya melainkan dengan akad nikah yang
baru. Karena hak rujuk hanya ada pada masa ‘iddah, sedangkan ini tidak
ada masa ‘iddahnya.<br />
<br />Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:<br />
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya, tidak wajib atas mereka ‘iddah (penantian) bagimu
yang kalian minta menyempurnakannya.” (al-Ahzab: 49)6<br />
Talak ini dihitung baginya. Artinya, jika ia menikahinya lalu kembali
<a href="http://www.blogger.com/%28ditulis%20oleh:%20Al-Ustadz%20Abu%20Abdillah%20Muhammad%20as-Sarbini%29">talak</a>, tersisa baginya kesempatan talak satu kali lagi. Wallahu a’lam.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /><br /><b>Catatan Kaki:</b></span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">[1] Yakni budak orang lain yang dinikahinya.<br />
[2] Adapun bainunah shughra’ (perpisahan kecil) yang tidak menyisakan
ikatan sedikit pun antara keduanya tetapi masih bisa menikahinya secara
langsung tanpa disyaratkan telah dinikahi dan digauli lelaki lain, hal
ini akan diterangkan nanti, insya Allah.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">[3] Pada Bab “an-Nikah al-Jadid wath Thalaq al-Jadid” no. 11150 dengan sanad yang sahih.<br />
[4] Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari seorang sahabat.
Pada sanadnya terdapat perawi yang haditsnya mungkar dan ditinggalkan
oleh ahli hadits.<br />
Pendapat yang kedua dalam masalah ini, hitungan talak yang telah lewat
dianggap gugur dan kesempatan menalaknya dihitung kembali dari awal.
Telah diriwayatkan atsar-atsar dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Ibnu
‘Abbas radhiyallahu anhu dalam Mushannaf ‘Abdurrazzaq pada bab ini. Sisi makna
pengambilan hukumnya adalah jika ia digauli oleh suami yang kedua akan
menggugurkan hitungan tiga talak yang telah jatuh sebelumnya, tentu hal
itu menggugurkan hitungan dua talak yang telah jatuh sebelumnya.<br />
Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan dirajihkan oleh asy-Syaukani dalam as-Sail al-Jarrar. Wallahu a’lam.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">[5] Keterangan kebenaran dua riwayat fatwa Ibnu ‘Abbas c ini dapat dilihat dalam al-Irwa’ (7/120—122).<br />
[6] Ini menurut pendapat yang rajih bahwa masis yang di<br />
maksud dalam ayat ini adalah jima’ (senggama). Ada pula yang berpendapat
bahwa masis dalam ayat ini mencakup khalwat dan hal lainnya yang hanya
dilakukan oleh suami istri. Menurut pendapat ini, hukum pada ayat ini
(tidak ada masa ‘iddah) tidak berlaku pada wanita yang ditalak setelah
berkhalwat tetapi belum digauli. Jika sudah berkhalwat meskipun belum
digauli, ada masa ‘iddah.<br /></span>(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini)<br /><br />www.asy-syariah.com</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-76830562180826965482012-04-28T08:23:00.003-07:002012-04-28T08:24:50.331-07:00Permisalan Yang Penuh Makna Dan Pesan Yang Agung<div class="separator" style="clear: both; font-family: Verdana,sans-serif; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-L6ana5kxw0Q/T5wK5qYNo6I/AAAAAAAAAyI/lUwfn35nTY4/s1600/musafir.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-L6ana5kxw0Q/T5wK5qYNo6I/AAAAAAAAAyI/lUwfn35nTY4/s1600/musafir.jpg" /></a></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="line-height: 150%;">Seorang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">mukmin</a> hidup di dunia ibaratnya
seperti orang asing atau musafir. Suatu permisalan yang penuh makna dan
pesan yang agung. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia.<span style="font-size: large;"><b><br /><br />
</b></span></span></div>
<div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: large;"><b>عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
قَالَ: أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ
عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ:
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ
تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ
حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ</b></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Dari Ibnu 'Umar <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata, "Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> memegang kedua pundakku lalu bersabda, <i>"Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian)."</i> Lalu Ibnu 'Umar <i>radhiyallahu 'anhu</i> menyatakan, <i>"Apabila
engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari.
Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga
sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan
pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu."</i> (HR. Al-Bukhariy no.6416)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Para 'ulama menjelaskan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hadits</a> ini dengan mengatakan, "Janganlah engkau
condong kepada dunia; janganlah engkau menjadikannya sebagai tempat
tinggal (untuk selama-lamanya -pent); janganlah terbetik dalam hatimu
untuk tinggal lama padanya; dan janganlah engkau terikat dengannya
kecuali sebagaimana terikatnya orang asing di negeri keterasingannya
(yakni orang asing tidak akan terikat di tempat tersebut kecuali sedikit
sekali dari sesuatu yang dia butuhkan �pent.); dan janganlah engkau
tersibukkan padanya dengan sesuatu yang orang asing yang ingin pulang ke
keluarganya tidak tersibukkan dengannya; dan Allah-lah yang memberi
taufiq."</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Permisalan Seorang Mukmin di Dunia</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Inilah permisalan yang disebutkan oleh Nabi <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i>
dan inilah kenyataannya. Karena sesungguhnya seseorang di dunia
ibaratnya seorang musafir. Maka dunia bukanlah tempat tinggal yang tetap
(selama-lamanya). Bahkan dunia itu sekedar tempat lewat yang cepat
berlalunya. Orang yang melewatinya tidak pernah merasa letih baik malam
maupun siang hari.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Adapun seorang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">musafir</a> biasa, kadang-kadang dia singgah di suatu tempat
lalu dia bisa beristirahat. Akan tetapi musafir dunia (yakni permisalan
orang mukmin di dunia �pent.) tidak pernah singgah, dia terus-menerus
dalam keadaan safar (perjalanan). Berarti setiap saat dia telah menempuh
suatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negeri akhirat.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Maka bagaimana sangkaanmu terhadap suatu perjalanan yang pelakunya
senantiasa berjalan dan terus bergerak, bukankah dia akan sampai ke
tempat tujuan dengan cepat? Tentu, dia akan cepat sampai. Karena inilah
Allah Ta'ala menyatakan,<span style="font-size: large;"><b><br /></b><b>
</b></span></div>
<div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: large;"><b>كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا</b></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i><br />"Pada
hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan
tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau
pagi hari."</i> (An-Naazi'aat:46)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Makna Hadits Ini</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Berkata Ath-Thibiy, "Kata '<i>atau</i>' (dalam hadits ini) tidaklah
menunjukkan keraguan bahkan menunjukkan pilihan dan kebolehan dan yang
paling baiknya adalah bermakna '<i>bahkan</i>'." Yakni maknanya: <i>"Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau bahkan seperti musafir."</i></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing.
Maka hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri
keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal
(negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan
tinggalnya di dunia hanya sekedar untuk menunaikan kebutuhannya dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang
asing.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Atau bahkan seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap
di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju
tempat tinggalnya.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Maka seorang mukmin hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba
yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri.
Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan
oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat
dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Keadaan Orang Asing dan Musafir</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Berkata Al-Imam Abul Hasan 'Ali bin Khalaf di dalam Syarh Al-Bukhariy,
"Berkata Abu Zinad, "Makna hadits ini adalah anjuran untuk sedikit
bergaul dan berkumpul serta zuhud terhadap dunia." </div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Kemudian Abul Hasan berkata, "Penjelasannya adalah bahwa orang asing
biasanya sedikit berkumpul dengan manusia sehingga terasing dari mereka.
Karena hampir-hampir dia tidak pernah melewati orang yang dikenalnya
dan diakrabinya serta orang-orang yang biasanya berkumpul dengannya.
Sehingga dia pun merasa rendah diri dan takut.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Demikian pula dengan seorang musafir. Dia tidak melakukan perjalanan
melainkan sekedar kekuatannya. Dan dia pun hanya membawa beban yang
ringan agar tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia tidak
membawa apa-apa kecuali hanya sekedar bekal dan kendaraan sebatas yang
dapat menyampaikannya kepada tujuan.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap dunia dimaksudkan agar
dapat sampai kepada tujuan dan mencegah kegagalan. Seperti halnya
seorang musafir. Dia tidak membutuhkan membawa bekal yang banyak kecuali
sekedar apa yang bisa menyampaikannya ke tempat tujuan. </div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Demikian pula halnya dengan seorang mukmin dalam kehidupan di dunia ini.
Dia tidak membutuhkan banyak bekal kecuali hanya sekedar bekal untuk
mencapai tujuan hidupnya yakni negeri akhirat."</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Dia tidak mengambil bagian dari dunia ini kecuali apa-apa yang bisa
membantunya untuk taat kepada Allah dan ingat negeri akhirat. Hal inilah
yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat. </div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Berkata Al-'Izz 'Ila`uddin bin Yahya bin Hubairah, "Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i>
menganjurkan agar kita menyerupai orang asing. Karena orang asing itu
apabila memasuki suatu negeri, dia tidak mau bersaing dengan penduduk
pribumi. Dan tidak pula berbuat sesuatu yang mengejutkan sehingga
orang-orang melihat dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan
mereka. Misalnya dalam berpakaian. Sehingga dia pun tidak bermusuhan
dengan mereka. Tentunya selama dalam batasan syar'i.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Demikian pula halnya dengan seorang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">musafir</a>. Dia tidak mendirikan rumah
dalam perjalanannya. Dan dia menghindari perselisihan dengan manusia
karena dia ingat bahwa dia tinggal bersama mereka hanyalah untuk
sementara waktu saja.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Maka setiap keadaan orang asing ataupun seorang musafir adalah baik bagi
seorang mukmin untuk diterapkan dalam kehidupannya di dunia. Karena
dunia bukanlah negerinya, juga karena dunia telah membatasi antara
dirinya dengan negerinya yang sebenarnya (yakni negeri akhirat)."</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. Dia tidaklah
berlomba-lomba dan bersaing dalam masalah dunia sebagaimana orang asing.
Dan juga tidak berniat tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seorang
musafir.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Jangan Menunda-nunda Amal!</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Adapun perkataan Ibnu 'Umar, <i>"Apabila engkau berada di sore hari,
maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di
pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari"</i> adalah anjuran
beliau agar seorang mukmin senantiasa mempersiapkan diri terhadap
datangnya kematian. Sedangkan mempersiapkan datangnya kematian adalah
dengan amal shalih. Dan beliau juga menganjurkan agar memendekkan
angan-angan.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Maksudnya adalah janganlah menunggu amal-amal yang bisa dikerjakan di
malam hari untuk pagi hari. Bahkan bersegeralah beramal. Begitu pula
tatkala pagi hari. Janganlah terbetik di dalam hatimu bahwa engkau akan
bertemu dengan sore hari sehingga engkau pun akhirkan amal-amal pagimu
untuk malam hari.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Ketika engkau berada di waktu sore janganlah mengatakan, <i>"Nanti, masih ada waktu pagi"</i>.
Betapa banyaknya seseorang yang berada di sore hari tidak menjumpai
waktu pagi. Demikian juga ketika engkau berada di waktu pagi janganlah
mengatakan, <i>"Nanti, masih ada waktu sore."</i> Karena betapa banyaknya seseorang yang berada di waktu pagi tetapi tidak menjumpai sore hari dikarenakan ajal menjemputnya.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Kalaupun engkau bisa menjumpai waktu pagi atau sore, belum tentu engkau
bisa melakukan pekerjaan yang engkau tunda dikarenakan kesibukan
menghampirimu atau sakit menimpamu. Hal ini telah diingatkan oleh
Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> dengan sabdanya,<span style="font-size: large;"><b><br /></b><b>
</b></span></div>
<div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: large;"><b>نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ</b></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i><br />"Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya (yaitu): nikmat sehat dan waktu luang."</i> (HR. Al-Bukhariy dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Ketika datang waktu sakit dia baru merasakan betapa nikmatnya sehat. <i>"Kenapa ketika sehat saya tidak menggunakannya untuk beramal shalih?"</i> Ketika datang waktu sibuknya dia baru sadar betapa nikmatnya waktu luang. <i>"Kenapa ketika punya waktu luang saya tidak menggunakannya untuk melakukan kebaikan?"</i> Penyesalan selalu datang kemudian.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Kemudian beliau <i>radhiyallahu 'anhu</i> juga menyatakan, <i>"Dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu"</i>
yakni bersegeralah beramal shalih ketika sehat sebelum datangnya masa
sakit. Karena seseorang ketika dalam keadaan sehat maka mudah baginya
untuk beramal shalih, dikarenakan dia dalam keadaan sehat, dadanya
lapang, dan jiwanya dalam keadaan senang. Sedangkan orang yang sakit
dadanya sempit dan jiwanya dalam keadaan tidak gembira sehingga tidak
mudah baginya untuk beramal.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Hal ini pun sebagai anjuran dari beliau untuk menjaga dan mempergunakan
waktu sehat dengan sebaik-baiknya serta beramal dengan sungguh-sungguh
padanya. Dikarenakan khawatir dia akan mendapatkan sesuatu yang akan
menghalanginya untuk beramal.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Pergunakan Umurmu dengan Sebaik-baiknya!</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i>"Dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum datang kematianmu"</i> yakni
bersegeralah pergunakan waktu hidupmu selama engkau masih hidup (untuk
beramal shalih) sebelum engkau mati. Sebagai peringatan untuk menjaga
dan mempergunakan masa hidup dengan sebaik-baiknya. Karena sesungguhnya
seseorang apabila mati maka terputuslah amalnya. Telah shahih hal ini
dari Nabi <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> di mana beliau bersabda, <i>"Apabila
seseorang meninggal dunia maka terputuslah darinya amalnya kecuali tiga
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shalih
yang mendo'akannya."</i> (HR. Muslim dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu 'anhu</i>)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Demikian juga akan hilanglah angan-angannya dan muncullah penyesalannya yang besar karena keteledorannya dalam menjaga umurnya.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Dan ketahuilah bahwa kelak akan datang kepadanya suatu waktu yang
panjang. Yakni tatkala dia berada di bawah tanah di mana dia tidak mampu
lagi untuk beramal dan tidak memungkinkan pula baginya untuk berdzikir
kepada Allah 'Azza wa Jalla. Maka hendaknya bersegera beramal selagi
masih hidup.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Sungguh alangkah luas dan tingginya pengertian hadits ini yang mengandung berbagai macam kebaikan.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Jangan Panjang Angan-angan!</b></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Sebagian 'ulama menyatakan, "Allah Ta'ala mencela panjang angan-angan di dalam firman-Nya,<span style="font-size: large;"><b><br /></b><b>
</b></span></div>
<div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: large;"><b>ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ</b></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i><br />"Biarkanlah
mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh
angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat
perbuatan mereka)."</i> (Al-Hijr:3)"</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
'Ali bin Abi Thalib <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata,<span style="font-size: large;"><b><br /></b><b>
</b></span></div>
<div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: large;"><b>اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً
وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا
بَنُوْنَ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ
أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ، وَغَدًا
حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ</b></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i><br />"Dunia berjalan meninggalkan manusia
sedangkan akhirat berjalan menjemput manusia, dan masing-masing memiliki
generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian
menjadi generasi dunia. Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah
amal dan belum dihisab sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah
hisab dan tidak ada lagi amal."</i></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Anas bin Malik <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata, "Nabi <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> membuat garis-garis lalu bersabda, <i>"Ini
adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala
manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis
yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya �pent)."</i> Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Inilah peringatan dari beliau <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> agar
memendekkan angan-angan dan merasakan dekatnya ajal dan takut kalau ajal
datang kepadanya dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang tidak mengetahui
ajalnya (dan semua orang tentunya tidak tahu kapan ajalnya datang
�pent.) maka dia layak untuk berjaga-jaga akan kedatangannya dan
menunggunya karena khawatir jika ajal mendatanginya disaat dia terpedaya
dan lengah.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Maka seorang mukmin hendaklah dia senantiasa menjaga dirinya dengan
mempergunakan umurnya sebaik-baiknya dan menentang angan-angan maupun
hawa nafsunya karena manusia sering terpedaya oleh angan-angannya.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
'Abdullah bin 'Umar berkata, "Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> melewati kami yang sedang memperbaiki gubuk kami. Lalu beliau bertanya, <i>"Apa ini?"</i> Kami menjawab, "Gubuk ini telah rusak/reyot, kami sedang memperbaikinya." Maka beliau pun bersabda, <i>"Tidaklah aku melihat urusan ini (dunia) melainkan lebih cepat dari gubuk ini."</i> (HR. At-Tirmidziy no.2335)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Kita memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar mengasihi kita dan
menjadikan kita termasuk orang-orang yang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">zuhud</a> terhadap dunia, aamiin. <i>Wallaahu A'lam.</i></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Maraaji':</b> <i>Syarh Riyaadhish Shaalihiin</i> 2/193-194, Maktabah Ash-Shafaa, <i>Al-Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah</i> hal.351, <i>Syarh Al-Arba'iin Hadiitsan An-Nawawiyyah</i> hal.104-107, <i>At-Ta'liiqaat 'alal Arba'iin An-Nawawiyyah</i> hal.107-108.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
Sumber: fdawj.atspace.org</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-38189355391765859252012-04-20T15:40:00.000-07:002012-04-20T15:40:09.156-07:00Sunnahnya Mengangkat Tangan Pada Saat Takbir dan Waktu Waktu Tertentu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-KgHkpTuJYS8/T5HlkVrL6HI/AAAAAAAAAxw/JxJl6RLc7OQ/s1600/takbir.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="220" src="http://2.bp.blogspot.com/-KgHkpTuJYS8/T5HlkVrL6HI/AAAAAAAAAxw/JxJl6RLc7OQ/s320/takbir.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<b>Kajian Umdatul Ahkam Hadits Ke-81</b><br /><b><br /><strong></strong><strong> </strong></b>
</div>
<div class="MsoNormal" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="AR-SA" style="font-size: 16pt; line-height: 115%;">عَنِ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ </span></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="AR-SA" style="font-size: 16pt; line-height: 115%;">وَإِذَا
كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ
الْحَمْدُ وَكَانَ </span></b></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="AR-SA" style="font-size: 16pt; line-height: 115%;">لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<em><br />Dari
Ibnu Umar –semoga Allah meridlai keduanya (ia dan ayahnya)- bahwa
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam (dalam sholat) mengangkat tangan
sejajar bahu ketika memulai sholat, takbir untuk ruku’, demikian juga
ketika mengangkat kepala dari ruku’ dan berkata : Sami’allaahu liman
hamidah robbanaa wa lakal hamdu. Beliau tidak melakukan itu (mengangkat
tangan saat takbir) pada waktu sujud (H.R alBukhari dan Muslim)</em></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<strong><br />Tema Hadits </strong></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br />Sunnahnya mengangkat tangan pada saat <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">takbir</a> di waktu-waktu tertentu.</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<strong>Pelajaran Yang Bisa Diambil dari Hadits:</strong></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span><br />1.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Disunnahkan
mengangkat tangan di 3 keadaan yaitu : takbiratul ihram (permulaan
sholat), takbir menuju ruku’, dan saat mengucapkan <em>Sami’allaahu liman hamidah robbanaa wa lakal hamdu (</em>bangkit
dari ruku’). Dalam riwayat ini disebutkan hanya 3 tempat. Namun, dalam
riwayat lain di Shahih alBukhari juga dari Sahabat Ibnu Umar ada
tambahan mengangkat tangan pada saat bangkit dari duduk tasyahhud awal:<br /><b><span style="font-size: large;"><br /></span></b></div>
<b><span style="font-size: large;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></span></b><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; margin: 0cm -0.35pt 10pt 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span style="font-size: large;"><span lang="AR-SA" style="line-height: 115%;">...وَإِذَا قَامَ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ...</span></span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<em>Dan jika beliau bangkit dari dua rokaat, beliau mengangkat tangan (H.R alBukhari)</em></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<br />Karena itu, disunnahkan mengangkat tangan pada 4 keadaan:</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span>a.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Takbiratul Ihram</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span>b.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Takbir menuju ruku’</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span>c.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Bangkit dari ruku’</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 39.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span>d.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Bangkit dari tasyahhud awal.</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span><br />2.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Posisi mengangkat tangan adalah sejajar dengan bahu.</div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
Disebutkan
juga dalam hadits lain dari Sahabat Malik bin al-Huwairits dalam Shahih
Muslim bahwa kadangkala Nabi mengangkat tangan hingga sejajar dengan
telinga:</div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; margin: 0cm -0.35pt 10pt 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="AR-SA" style="font-size: 16pt; line-height: 115%;">رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.65pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 16pt; line-height: 115%;"><span> </span></span><em><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua telinganya (H.R Muslim dari Malik bin alHuwairits)</span></em></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.65pt;">
<em><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><span> </span></span></em><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />Al-Imam
asy-Syafi’i menggabungkan hadits yang menyatakan sejajar dengan bahu
dan hadits yang menyatakan sejajar dengan telinga, maknanya adalah :
telapak tangan sejajar dengan bahu, sedangkan ujung-ujung jemari tangan
sejajar dengan telinga.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><span><br />3.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Nabi tidak pernah mengangkat tangan pada saat sujud. Hal ini adalah berdasarkan yang diketahui oleh Ibnu Umar.</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Namun,
berdasarkan riwayat lain, dari Sahabat Malik bin alHuwairits, Anas bin
Malik, dan Abu Hurairah, Nabi pernah terlihat mengangkat tangan ketika
bangkit dari sujud. </span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di antara hadits yang shohih tentang mengangkat tangan pada saat <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">sujud </a>adalah:<b><br /></b></span></div>
<b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span></b><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; margin: 0cm -0.35pt 10pt 21.3pt; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<b><span lang="AR-SA" style="color: black; font-size: 16pt; line-height: 115%;">عَنْ
أَنَسٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الرُّكُوْعِ
وَالسُّجُوْدِ</span></b></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin: 0cm 21.3pt 10pt; text-align: justify;">
<em><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />Dari
Anas bin Malik –semoga Allah meridlainya- bahwa Rasulullah shollallaahu
‘alaihi wasallam mengangkat tangan pada waktu ruku’ dan sujud (H.R Ibn
Hazm dalam al-Muhalla, Syaikh Ahmad Syakir menyatakan hadits ini
sanadnya sangat shahih).</span></em></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 3.3pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 3.3pt; text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tambahan Faidah</span></strong><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> :</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 3.3pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />Para
Ulama menjelaskan bahwa permulaan mengucapkan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">takbir</a> bersamaan dengan
permulaan mengangkat tangan (H.R Abu Dawud dari Abdul Jabbar bin Wa’il).
Boleh juga mengangkat tangan terlebih dahulu, kemudian baru mengucapkan
takbir (H.R Abu Dawud dari Ibnu Umar)</span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: -0.35pt; text-align: justify;">
<em><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />Disarikan dari Ta’siisul Ahkam Syarh Umdatil Ahkam karya Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi</span></em></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">
</span><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: -0.35pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br />(Abu Utsman Kharisman).<br /><br />www.itishom.web.id</span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-86455938297398092512012-04-20T08:11:00.000-07:002012-04-20T08:11:17.738-07:00Kaidah Penting Dalam Memahami Sebab<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-qcykpZ4Q7Tg/T5F8Z-nzRQI/AAAAAAAAAxo/jP-cgkpGuOM/s1600/jimat.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-qcykpZ4Q7Tg/T5F8Z-nzRQI/AAAAAAAAAxo/jP-cgkpGuOM/s1600/jimat.jpg" /></a></div>
<em style="font-family: Verdana,sans-serif;">Alhamdulillah, wash shalaatu was salaam ‘alaa man laa nabiyya ba’dah, amma ba’du:</em>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br />Kita sering mendengar saat sebagian orang
kita tegur atau kita jelaskan kepada mereka tentang syiriknya perbuatan
memakai <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">jimat-jimat</a>, manik-manik, kalung, gelang atau cincin yang
diyakini memiliki pengaruh untuk melindungi diri mereka, mendatangkan
keuntungan, melariskan dagangan, melangkal dan menyembuhkan penyakit,
mereka berkata bahwa itu semua sekedar sebab atau “syare’at”, maka,
kaidah dan penjelasan berikut mudah-mudahan dapat menyingkap kesalahan
alasan mereka dalam masalah ini.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Dalam penetapan sebab, manusia terbagi menjadi tiga golongan:</div>
<ol start="1" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Orang-orang yang mengingkari sebab. Mereka adalah para pengingkar hikmah Allah dikalangan jabariyyah dan asy’ariyyah.</li>
</ol>
<ol start="2" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Orang-orang yang berlebihan dalam menetapkan sebab, sehingga mereka
menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab. Mereka adalah
para ahli khurafat dan tasawwuf.<span id="more-593"></span></li>
</ol>
<ol start="3" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Orang-orang yang menetapkan sebab dan pengaruhnya, akan tetapi
mereka hanya menetapkan sebab yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan, baik
sebab syar’i atau kauni.</li>
</ol>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Dari sini, kita dapat mengambil kesimpulan sebuah kaidah yang sangat penting dalam permasalahan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">syirik</a> terkait mengambil sebab: <strong>Setiap
orang yang menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab,
baik secara syar’i atau kauni, maka ia telah menjadikan dirinya sekutu
bagi Allah.</strong></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Contoh: Bacaan surat al fatihah adalah sebab syar’i untuk kesembuhan. Makan adalah sebab kauni kenyangnya perut.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Jika kita memahami kaidah ini dengan
baik, maka insya Allah kita akan terhindar dari berbagai macam
kesyirikan yang banyak manusia terjatuh kepadanya. Seperti gelang,
kalung, ikatan, cincin, mantra, rajah dan lainnya yang dipakai dengan
maksud untuk maksud-maksud sebagaimana diatas.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Menggantungkan, memakai atau membawa
hal-hal seperti itu hukumnya haram. Jika hal itu dilakukan dengan
keyakinan bahwa yang membuat ia tercegah dari bahaya atau terangkat
musibahnya adalah sesuatu yang ia pakai tersebut, maka ini termasuk
syirik akbar. Ia termasuk syirik dalam rububiyyah Allah. Namun jika hal
itu dilakukan dengan keyakinan sebatas sebab, maka ini termasuk syirik
kecil, karena dirinya berarti menyekutukan Allah dalam hal penetapan
sebab.<span style="font-size: large;"><br /></span></div>
<div dir="RTL" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><strong>عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ
حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ».
قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ
وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا
أَفْلَحْتَ أَبَداً »</strong></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br />Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat di pergelangan tangan
seseorang melingkar sebuah gelang dari tembaga maka beliau bertanya,
“Apakah ini?” laki-laki itu menjawab, “Ini untuk menyembuhkan penyakit.”
Lalu beliau bersabda, “Adapun itu sesungguhnya tidak menambah kepadamu
melainkan penyakit, sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya,
engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR Ahmad 4/445, Ibnu Majah
2/1167 tanpa lafadz “sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya,
engkau tidak akan beruntung selamanya.” Dalam “zawaaid”: “sanadnya
hasan, karena Mubarak ini adalah Ibnu Fadhalah.” Hakim 4/216 dan
menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)<span style="font-size: large;"><br /></span></div>
<div dir="RTL" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><strong>عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ
يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ
تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً
فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »</strong></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br />Dari Uqbah bin Amir, ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
menggantungkan tamiimah, maka Allah tidak akan memberinya kesempurnaan,
barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, maka Allah tidak akan
memberinya ketenangan.” (HR Ahmad: 4/154, Hakim: 3/216 dan
menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Tamimah adalah sesuatu berupa manik-manik
atau yang lainnya yang dikalungkan kepada anak-anak dengan tujuan untuk
melindunginya dari ‘ain. Dan wada’ah adalah batu dari laut yang juga
dikalungkan untuk menangkal ‘ain.</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Dasar kesyirikan dari perbuatan-perbuatan
itu adalah bergantung kepada selain Allah azza wa jalla yang
diharamkan. Bergantung kepada selain Allah ada tiga macam:</div>
<ol start="1" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi hilangnya tauhid
secara keseluruhan. Artinya seseorang menjadi kafir atau murtad jika
bergantung dengan jenis ini. Ia adalah bergantung kepada sesuatu yang
tidak mungkin ada pengaruhnya sama sekali dan bersandar kepadanya secara
mutlak seraya berpaling dari Allah. Seperti bergantungnya para
penyembah kubur kepada penghuninya ketika ditimpa musibah. Ini syirik
besar.</li>
</ol>
<ol start="2" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi mengurangi kesempurnaan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">tauhid</a>. Ia ada dua: <em>Pertama</em>,
bergantung kepada sebab yang benar namun disertai kelalaian hati bahwa
segala urusan dan tercapainya keinginan ada di tangan al musbbib yaitu
Allah. <em>Kedua</em>, bergantung kepada sebagai sebab dan ia bukanlah sebab yang ditetapkan oleh Allah sebagaimana yang telah lalu.</li>
</ol>
<ol start="3" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<li>Bergantung kepada selain Allah yang tidak berkonsekwensi hilang atau
berkurangnya kesempurnaan tauhid. Ia adalah bergantung kepada sebab
dengan keyakinan hanya sebagai sebab dan bersandar kepada Allah,
meyakini bahwa sebab ini dari Allah, dan pengaruh sebab ini tidak
terjadi melainkan dengan kehendak (masyi`ah) dari Allah. Perbuatan ini
sama sekali tidak menegasikan pokok tauhid begitu juga kesempurnaannya.</li>
</ol>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
Bergantung kepada selain Allah berarti
pula meyakini selain Allah dapat mendatangkan manfaat dan mencegah
bahaya. Padahal manfaat dan bahaya itu hanya datang dari Allah. Problem
keyakinan ini lah inti dari beragam bentuk <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">kesyirikan</a> yang terjadi
kepada manusia. Untuk mengobatinya, perhatikan dan yakini lah firman
Allah,<span style="font-size: large;"><br /></span></div>
<div align="center" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: center;">
<span style="font-size: large;"><strong>قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ
هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ
مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ
الْمُتَوَكِّلُونَ</strong></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<em><br />“Katakanlah: “Maka terangkanlah
kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak
mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat
kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah
Allah bagiku.” Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah
diri.”</em> (QS. Az-Zumar [39]: 38)</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
[Dinspirasi oleh beberapa pembahasan dari
“Al Qaul Al Mufiid Syarh Kitab Tauhid”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin, hal 164-192]</div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br />Abu Khalid Resa Gunarsa – Riyadh, Al Batha.<br />www.sabilulilmi.wordpress.com</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-62350111587950795882012-03-10T04:47:00.000-08:002012-03-10T04:47:06.944-08:00Ketika Mereka Yang Tidak Mengagungkan Sunnah Disegerakan Balasannya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-j3QhXXtX8VY/T1tMq76oVMI/AAAAAAAAAwc/HWdy4IMbL6k/s1600/petir.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-j3QhXXtX8VY/T1tMq76oVMI/AAAAAAAAAwc/HWdy4IMbL6k/s1600/petir.jpg" /></a></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="line-height: 150%;">Sesungguhnya keyakinan yang menyatakan bahwa <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Sunnah</a> Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah Islam dan bahwasanya Islam yang murni adalah Sunnahnya, merupakan keyakinan yang shahih, yang selamat dan lurus. Sebagaimana perkataannya Al-Imam Al-Barbahariy dan disepakati oleh 'ulama Ahlus Sunnah: "Ketahuilah, bahwasanya Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam, dan tidak akan berdiri salah satu dari keduanya kecuali dengan yang lainnya." (Syarhus Sunnah hal.65). Setiap apa saja yang menyelisihi keyakinan tersebut, maka itu merupakan keyakinan yang rusak, yang salah, jahiliyyah dan kebinasaan. <br />
<br />
Dan kewajiban kita, kaum muslimin adalah mengagungkan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Sunnah</a> tersebut, menghidupkannya, mendakwahkannya dan membelanya dari orang-orang yang membenci dan memusuhinya.<br />
Allah Ta'ala memperingatkan kita agar jangan sampai menyelisihi perintah Rasulullah, dengan firman-Nya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa 'adzab yang pedih." (An-Nuur:63)<br />
Rasulullah juga memperingatkan: "Barangsiapa yang membenci Sunnahku maka dia bukan dari golonganku." (Muttafaqun 'alaih dari Anas bin Malik)<br />
Berikut ini, akan dipaparkan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang disegerakannya balasan dan hukuman bagi orang-orang yang memperolok-olok, meremehkan dan tidak mengagungkan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.<br />
<br />
<b>Jangan Mendatangi Istri di Malam Hari!</b><br />
Dari Ibnu 'Abbas dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengetuk pintu para wanita (istri-istri) pada waktu malam hari."<br />
Berkata (Ibnu 'Abbas): "Dan pada suatu saat Rasulullah (pernah) pulang dalam keadaan berkafilah, kemudian berjalanlah dua orang bersembunyi-sembunyi pulang kepada istrinya masing-masing, maka kedua orang tersebut mendapatkan seorang pria sedang bersama dengan istrinya." (Sunan Ad-Darimiy no.444; lihat juga hadits yang mirip dengan ini dalam Shahiih Al-Bukhaariy no.1800 & 1801, Shahiih Muslim no.1928; Al-Mu'jamul Kabiir, Ath-Thabraniy no.11626; Al-Mustadrak, Al-Hakim no.7798 dari 'Abdullah bin Rawahah; Sunan Ad-Darimiy no.445 dari Sa'id bin Al-Musayyab, pent.)<br />
Berkata Al-Imam An-Nawawiy: "Adapun bila safarnya dekat, istrinya pun mengharapkan kedatangannya pada malam hari, maka pulang malam pun boleh. Begitu pula apabila telah ada informasi awal (melalui telpon, surat atau lainnya, pent.) yang memberitahu akan kedatangannya kepada istri dan keluarganya, hal ini pun tidak mengapa." (Syarh Shahiih Muslim 13/71-72, lihat Dhiyaa`us Saalikiin fii Ahkaam wa Aadaabil Musaafiriin, Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy)<br />
<br />
<b>Makanlah dengan Tangan Kanan!</b><br />
Dari Salamah bin Al-Akwa', bahwasanya seseorang pernah makan di sisi Rasulullah dengan tangan kirinya. Maka beliau berkata: "Makanlah dengan tangan kananmu!" Orang itu berkata: "Saya tidak bisa." (Maka) beliau berkata: "Kamu tidak akan bisa." Tidak ada yang menghalangi orang tersebut (untuk makan dengan tangan kanannya) melainkan hanya kesombongan.<br />
Berkata (Salamah bin Al-Akwa'): "Maka orang itu pun (akhirnya) tidak bisa mengangkat tangan (kanan)nya ke mulutnya." (HR. Muslim no.2021)<br />
<br />
<b>Jangan Memperolok-olokkan Hadits!</b><br />
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tatkala seseorang berjalan dengan sombong di waktu pagi dan petang, maka Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, dia dalam keadaan terbolak-balik di dalamnya sampai hari kiamat." (Lihat juga hadits yang mirip dengan ini dalam Shahih Muslim no.2088; Musnad Abu 'Awwaanah I no.8565; Musnad Ahmad no.7074 dari 'Abdullah bin 'Amr, pent.)<br />
Maka berkatalah seorang pemuda kepada Abu Hurairah: -telah disebutkan namanya- sedangkan pemuda tersebut dalam keadaan bergurau: "Wahai Abu Hurairah apakah seperti ini jalannya orang yang ditenggelamkan ke bumi itu (sambil menirukan gaya jalannya orang yang diceritakan dalam hadits tersebut, pent.)?"<br />
Maka Abu Hurairah memukul orang tersebut dengan tangannya sehingga membekas yang hampir-hampir mematahkan tulangnya.<br />
Kemudian Abu Hurairah berkata: Untuk hidung dan mulut (kata cercaan) (lalu membaca ayat): "Sesungguhnya Kami mencukupkan engkau balasan bagi orang yang suka mengolok-olok." (Al-Hijr:95). (Sunan Ad-Darimiy no.437)<br />
<br />
<b>Jangan Keluar dari Masjid setelah Adzan!</b><br />
Dari 'Abdurrahman bin Harmalah dia berkata: "Telah datang seseorang kepada Sa'id bin Al-Musayyab untuk pamitan berhaji atau 'umrah. Maka (Sa'id bin Al-Musayyab) berkata kepada orang tersebut: "Janganlah engkau pergi sehingga engkau shalat terlebih dahulu, karena sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: "Tidaklah keluar dari masjid setelah panggilan (adzan) melainkan dia seorang munafiq, kecuali seseorang yang keperluannya menjadikan dia harus keluar, sedangkan dia berkeinginan untuk kembali lagi ke masjid tersebut!" Maka orang itu pun berkata: "Sesungguhnya teman-temanku telah berada (menungguku, pent.) di Al-Hurrah ?"<br />
Berkata ('Abdurrahman): "Orang itu pun akhirnya keluar. Maka belum selesai Sa'id menyayangkan atas kepergian orang tersebut dengan menyebut-nyebutnya, tiba-tiba dikhabarkan bahwa orang tersebut telah terjatuh dari kendaraannya sehingga pahanya patah." (Sunan Ad-Darimiy no.446)<br />
<br />
<b>Akibat Buruk bagi Pengolok-olok Sunnah</b><br />
Dari Abu Yahya As-Saajii dia berkata: "Kami berjalan di gang-gang Bashrah menuju ke rumah salah seorang Ahlul Hadits, maka aku mempercepat jalanku dan ada seseorang di antara kami yang jelek dalam agamanya, kemudian berkata: "Angkatlah kaki-kaki kalian dari sayap-sayapnya para Malaikat, jangan kalian mematahkannya", (seperti orang yang istihza`/memperolok-olok), maka (akhirnya) orang tersebut tidak bisa melangkah dari tempatnya sehingga kering kedua kakinya dan kemudian jatuh." (Bustaanul 'Aarifiin, Al-Imam An-Nawawiy hal.92)<br />
<br />
<b>Mencuci Kedua Tangan Setelah Bangun Tidur</b><br />
Berkata Abu 'Abdillah Muhammad bin Isma'il At-Taimiy: "Aku pernah membaca di dalam sebagian kisah-kisah, bahwasanya pernah ada seorang ahlul bid'ah tatkala mendengar sabda Nabi: "Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sehingga dia mencucinya terlebih dahulu, karena dia tidak mengetahui di mana tangannya (semalam) bermalam!" (Muttafaqun 'alaih dari Abu Hurairah dan ini lafazh Muslim)<br />
Maka ahlul bid'ah tersebut berkata -dengan cara mengejek-, "Aku mengetahui di mana tanganku bermalam di atas tempat tidur!!"<br />
Maka ketika dia bangun (di pagi hari), tangannya sungguh telah masuk ke dalam duburnya sampai ke pergelangan tangannya."<br />
<br />
<b>Takutlah dari Memperolok-olok Sunnah!</b><br />
Berkata At-Taimiy: "Hendaklah seseorang itu merasa takut untuk menganggap ringan terhadap Sunnah-sunnah serta tempat-tempat yang seharusnya dia itu tawaqquf (diam dan berhenti serta tidak mempermasalahkannya dengan akalnya, pent.). Maka lihatlah terhadap apa yang telah sampai kepada orang tersebut akibat dari jeleknya perbuatannya!" (Bustaanul 'Aarifiin, Al-Imam An-Nawawiy hal.94)<br />
Meskipun jumhur 'ulama menyatakan bahwa hukum mencuci kedua tangan setelah bangun tidur (yaitu mencuci atau mengguyurkan kedua tangan dengan air sebelum mencelupkannya ke bejana) adalah mustahab, akan tetapi barangsiapa yang mengentengkan atau memperolok-olok sunnah tersebut maka bersiap-siaplah untuk menerima akibat yang jelek dari perbuatannya tersebut. Wallaahul Musta'aan.<br />
<br />
<b>Bertaubatlah sebelum Terlambat!</b><br />
Berkata Al-Qadhiy Abu Thayyib: "Kami pernah berada di majelis "An-Nazhar" di Masjid Jami' Al-Manshur, maka tiba-tiba datanglah seorang pemuda Khurasan, kemudian bertanya tentang "Al-Mushrah", dia meminta dengan dalil-dalilnya, sampai akhirnya diberikan dalil dengan hadits Abu Hurairah yang meriwayatkan dan menjelaskan permasalahan tersebut, kemudian orang tersebut mengatakan: -sedangkan dia adalah orang yang hanif (cenderung kepada kebenaran)- "Abu Hurairah tidak bisa diterima haditsnya ...." Maka belum selesai orang itu dari perkataannya, tiba-tiba jatuh atas orang tersebut seekor ular yang besar dari atas atap masjid tersebut, sehingga manusia berlompatan dikarenakan ular tersebut dan pemuda itu pun lari darinya, sedangkan ular tersebut terus mengejarnya. Maka orang-orang mengatakan kepadanya: "Bertaubatlah, bertaubatlah!!" Dan pemuda itu pun berkata: "Aku bertaubat!" Maka akhirnya ular itu pun lenyap dan tidak terlihat bekas-bekasnya." (Siyar A'laamin Nubalaa` 2/618)<br />
Berkata Al-Imam Adz-Dzahabiy: "Sanadnya adalah para imam."<br />
Itulah beberapa riwayat yang tegas dan jelas tentang disegerakannya balasan bagi orang-orang yang meremehkan atau memperolok-olok Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita dari hal itu.<br />
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita orang-orang yang mencintai <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Sunnah</a> Nabi-Nya, mengamalkannya, mengagungkannya, mendakwahkannya dan membelanya, aamiin.<br />
Wallaahu a'lam.<br />
<br />
Dinukil dari kitab Ta'zhiimus Sunnah karya 'Abdul Qayyum dengan beberapa tambahan.<br />
<br />
Sumber: fdawj.atspace.org<br />
</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-27690919171830004272012-03-07T04:04:00.000-08:002012-03-07T04:04:56.641-08:00Hukum Mengujungi Tempat Rekreasi Anak Yang Di dalamnya Terdapat Patung<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-FKWV4qPNS0o/T1dObBYcr2I/AAAAAAAAAvY/8_eOgo1qLl4/s1600/taman.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-FKWV4qPNS0o/T1dObBYcr2I/AAAAAAAAAvY/8_eOgo1qLl4/s1600/taman.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><b>Pertanyaan:</b><br />
<span class="question">Apa <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hukum</a> mengunjungi tempat rekreasi anak-anak. Karena banyak di dalamnya alat permainan berbentuk hewan seperti kuda atau kera. Apakah hal ini termasuk dalam patung yang diharamkan secara <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">syariat</a> dan apakah karenanya tidak boleh mengunjungi tempat-tempat rekreasi?<br />
<br />
<br />
<b>Jawab:</b></span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Alhamdulillah</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Pembicaraan tentang mengunjungi tempat rekreasi anak dilihat dari dua sisi;</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>Pertama:</b></span></div><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span></b><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b> </b><br />
Apabila di dalamnya terdapat berbagai kemunkaran, seperti ikhtilath (campur baur), wanita-wanita yang danda bersolek, musik. Jika di sana terdapat kemungkaran-kemungkaran tersebut atau yang lainnya, maka tidak boleh pergi ke sana. </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya, </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya mengunjungi apa yang disebut tempat rekreasi anak-anak. Padahal di dalamnya terdapat berbagai pelanggaran syar'i, seperti para wanita yang tabarruj (terbuka aurat dan berdandan bersolek) Sedangkan anak-anak sangat ingin sekali mengunjungi tempat-tempat tersebut. Apa hukum syari mengunjungi tempat seperti itu?</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Maka beliau menjawab:</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
"Tempat rekreasi tersebut, sebagaimana disebutkan saudara penanya, di dalamnya terdapat berbagai kemungkaran. Jika di sebuah tempat terdapat berbagai kemungkaran, jika seseorang dapat menghilangkan kemungkaran tersebut, maka dia wajib mendatanginya untuk menghilangkannya. Jika tidak mampu, maka dia diharamkan mengunjunginya. Karena itu, kami katakan, "Ajaklah anak-anakmu ke padang pasir, itu sudah cukup. Adapun mengajak anak-anak ke tempat rekreasi yang di dalamnya terdapat kemungkaran, di sana ada ikhtilath, di sana ada orang bodoh yang suka menggoda wanita, di sana ada pakaian yang tidak halal bagi wanita untuk memakainya, maka tidak dihalalkan mengunjungi tempat tersebut kecuali jika dia mampu menghilangkan kemungkaran." (Al-Liqa Asy-Syahri, 75/soal no. 8)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Syekh Abdullah bin Jibrin, rahimahullah, ditanya; </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Sebagian orang tua, semoga kita semua diberi hidayah-Nya, mengajak keluarganya yang terdiri dari anak-anak di antaranya anak perempuan yang sudah besar juga isterinya untuk mengunjungi tempat yang disebut sebagai taman rekreasi. Yaitu tempat yang di dalamnya terdapat berbagai permainan, untuk anak kecil dan orang dewasa. Para perempuan dewasa melakukan permainan satu sama lain dalam keadaan tabarruj dan mengenaka perhiasan serta membuka aurat. Banyak pula para wanita dan anak-anak perempuan yang mengenakan pakaian pendek, transparan, celana panjang, sebagiannya nyaris tidak menutup aurat. Kemudian mereka satu sama lain saling memotret dengan kamera. Bahkan para wanita yang kami anggap saleh juga pergi ke tempat-tempat tersebut dan tidak mengingkari kemungkaran yang ada. Jika kami nasehati agar jangan pergi ke tempat-tempat tersebut mereka berdalil bahwa tidak ada apa-apa di sana, karena Cuma hiburan saja, bahkan mereka menganggapnya sebagai bagian dari pendidikan yang baik dan menganggap orang yang menasehatinya sebagai orang keras. Mohon dari guru yang mulia menyampaikan nasehat dalam masalah ini dan menjelaskan dampak kerusakan dari perkara ini. Terima kasih, semoga Allah melindungi dan menjaga anda. </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Beliau menjawab:</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> "Saya berpendapat bahwa tidak dibolehkan pergi ke tempat rekreasi tersebut apabila di dalamnya terdapat kemungkaran sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan. Karena hal tersbut merupakan sebab kerusakan, dan kecendrungan pada maksiat serta mendidik anak sejak kecil untuk menyukai tabarruj, membuka aurat serta bercampur baur dengan orang non mahram. Tidak diragukan lagi, bahwa anak kecil yang tumbuh dengan kebiasaan seperti itu serta bercampur dengan orang-orang fasik akan menyebabkannya terbiasa dengan perkara haram dan menyepelekannya serta meyakini kebolehannya, juga membuatnya tidak mengingkari keberadaan tempat seperti itu. Yang lainnya, sang anak jadi menyukai pakaian (haram) seperti itu, atau suka mengikuti orang-orang fasik. Semua itu tidak dapat dibenarkan walau dengan alasan rekreasi atau hiburan, karena ada cara lain yang dapat dilakukan, seperti pergi ke padang pasir yang jauh dari orang-orang non mahram, atau duduk-duduk di taman yang jauh dari ikhtilath, atau menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga yang bermanfaat, atau ilmu yang manfaat, atau membaca buku ilmia, sejarah Islam. Semua itu memberikan hiburan yang selamat dari perkara yang diharamkan serta kerugian agama dan dunia. Wallahul musta'an." </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div align="right" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: small;"> (Situs Syekh Jibrin, soal no. 11036)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div align="right" class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: left; unicode-bidi: embed;"> <span style="font-size: small;"> http://ibn-jebreen.com/ftawa.php?view=vmasal&subid=11036&parent=3156</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>Sisi kedua:</b></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Tempat-tempat tersebut mengandung patung-patung yang tidak diragukan kemungkarannya. Bentuk-bentuk seperti kuda, kera, atau lainnya yang ditunggang anak-anak tidak membuatnya keluar dari <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">pemahaman</a> patung. Yang dibolehkan adalah apabila jadi mainan anak-anak dan dianggap hina. Bukan sesuatu yang dipahat secara khusus menjadi bentuk makhluk bernyawa, dihormati dijaga dan diperhatikan. </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Syekh Khalid Al-Musyaiqih hafizahullah berkata, </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> "Permainan yang berupa patung (makhluk bernyawa) yang tampak adalah bahwa hal itu tidak diboleh. Tidak boleh mengajak anak-anak untuk bermain di sana, karena terdapat ancaman keras dalam masalah patung. </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu; <span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: large;"><b> ( أَلاَّ تَدَعَ صُورَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا وَلاَ قَبْراً مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ ) أخرجه مسلم </b></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
"Jangan engkau biarkan patung kecuali engkau runtuhkan dan kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan." (HR. Muslim)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"><br />
Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Amr bin Abasah ketika dia bertanya kepadanya, dengan apa Allah mengutusmu? Dia berkata, <span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: large;"><b> بِصِلَةِ الأَرْحَامِ ، وَكَسْرِ الأَوْثَانِ ، وَأَنْ يُوَحَّدَ اللهُ لاَ يُشْرَك بِهِ شَيْئًا (أخرجه مسلم)</b></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
"Dengan silaturrahim, menghancurkan berhala dan agar Allah diesakan, tidak disekutukan dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Demikian pula dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: large;"><b> إِنَّ الله بَعَثَنِي رَحْمَةً لِلْعَالَمِين ، وَأَمَرَنِي رَبِّي عزَّ وَجَلَّ بِمَحْقِ الأَوْثَانِ (أخرجه أحمد في مسنده)</b></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
"Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai rahmat untuk seluruh alam, dan aku diperintahkan Tuhanku Azza wa Jalla untuk membinasakan berhala-berhala." (HR. Ahmad dalam musnadnya)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Maka hendaknya sang penanya tidak larut dalam permintaan anak-anak. Adapun alternatifnya dalam dilakukan dengan permainan di rumah, atau di tempat peristirahatan sebagai ganti dari mengunjungi tempat-tempat rekreasi tersebut yang di dalamnya terdapat permainan dalam bentuk patung." </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: rtl; font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"> <span style="font-size: small;"> http://www.islamlight.net/index.php?option=com_ftawa&task=view&Itemid=31&catid=591&id=30494</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Wallahua'lam . </span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
<br />
Sumber: islamqa.com</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-50881053818273984632012-03-06T05:44:00.000-08:002012-03-06T05:44:08.020-08:00Sikap Seorang Muslim Terhadap Dukun<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-4hLFPhQXb9g/T1YUCLzPuJI/AAAAAAAAAvQ/fpsJp4AsW_M/s1600/dukunsantet.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-4hLFPhQXb9g/T1YUCLzPuJI/AAAAAAAAAvQ/fpsJp4AsW_M/s1600/dukunsantet.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="line-height: 150%;">Profesi dukun banyak bertebaran di sekitar kita. Mereka mengklaim bisa membantu urusan manusia dalam banyak hal, mulai dari mencari kesembuhan sampai meluluskan berbagai hajat. Bolehkah kita meminta tolong pada dukun?<br />
<br />
<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Hukum</a> mendatangi dukun secara umum adalah haram sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> dalam beberapa sabdanya:<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b></span></span></span></div><div class="arab" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b>عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُهَّانِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّهُمْ لَيْسُوا بِشَيْءٍ. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ أَحْيَانًا بِالشَّيْءِ فَيَكُونُ حَقًّا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ: تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُونَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ</b></span></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"><br />
Dari 'Aisyah <i>radhiyallahu 'anha</i> ia berkata: <i>Beberapa orang bertanya kepada Rasulullah tentang dukun-dukun. Rasulullah berkata kepada mereka: "Mereka tidak (memiliki) kebenaran sedikitpun." Mereka (para shahabat) berkata: "Terkadang para dukun itu menyampaikan sesuai dan benar terjadi." Rasulullah menjawab: "Kalimat yang mereka sampaikan itu datang dari Allah yang telah disambar (dicuri, red) oleh para jin, lalu para jin itu membisikkan ke telinga wali-walinya sebagaimana berkoteknya ayam dan mereka mencampurnya dengan seratus kedustaan."</i> (HR. Al-Bukhari no. 5429, 5859, 7122 dan Muslim no. 2228)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي حَدِيْثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِاْلإِسْلاَمِ، وَإِنَّ مِنَّا رِجَالاً يَأْتُونَ الْكُهَّانَ. قَالَ: فَلاَ تَأْتُوا الْكُهَّانَ. قَالَ: قُلْتُ: وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ. قَالَ: ذَلِكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلاَ يَصُدَّنَّهُمْ</b></span></div><br />
Mu'awiyah ibnul Hakam As-Sulami <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata: <i>Aku berkata: "Wahai Rasulullah, saya baru masuk Islam yang datang dari sisi Allah, dan sesungguhnya di antara kami ada yang suka mendatangi para dukun." Beliau bersabda, "Jangan kalian mendatangi para dukun." Dia (Mu'awiyah ibnul Hakam) berkata: Aku berkata: "Di antara kami ada yang gemar melakukan tathayyur (percaya bahwa gerak-gerik burung memiliki pengaruh pada nasib seseorang." Beliau berkata: "Demikian itu adalah sesuatu yang terlintas dalam dada mereka, maka janganlah menghalangi mereka dari aktivitas mereka (untuk berangkat -pen/yakni gerakan burung itu jangan menghalangi orang-orang tersebut untuk berbuat sesuatu -ed)."</i> (HR. Muslim, no. 735)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً</b></span></div><br />
Diriwayatkan dari sebagian istri Rasulullah, dari Nabi <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> bahwa beliau bersabda, yang artinya: <i>"Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam."<br />
</i><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَنَ الْكَلْبِ وَمَهْرَ الْبَغْيِ وَحُلْوَانَ الْكَاهِنِ</b></span></div><br />
Dari Abu Mas'ud Al-Badri <i>radhiyallahu 'anhu</i>, ia berkata: <i>"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang memakan harga anjing (keuntungan dari menjual anjing -ed), hasil pelacuran dan hasil perdukunan."</i> (HR. Al-Bukhari no. 5428, dan Muslim no. 1567)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيْمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</b></span></div><br />
Abu Hurairah <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata: Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> bersabda: <i>"Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam."</i> (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 2006, dinukil dari Al-Qaulul Mufid)<br />
<br />
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin mengatakan: "Dari <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hadits</a> ini diambil hukum haramnya mendatangi dan bertanya kepada mereka (dukun) kecuali apa-apa yang dikecualikan dalam masalah ketiga dan keempat (sebagaimana pada paragraf selanjutnya -red). Sebab dalam mendatangi dan bertanya kepada mereka terdapat kerusakan yang amat besar, yang berakibat mendorong mereka untuk berani (mengerjakan hal-hal perdukunan -red) dan mengakibatkan manusia tertipu dengan mereka, padahal mayoritas mereka datang dengan segala bentuk kebatilan." (Al-Qaulul Mufid, 2/64)<br />
<br />
Adapun jawaban secara rinci tentang hukum mendatangi para dukun dan bertanya kepada mereka adalah:<br />
<br />
1. Mendatangi mereka semata-mata untuk bertanya. Ini adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam hadits:<br />
<br />
Abu Hurairah <i>radhiyallahu 'anhu</i> berkata: Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> bersabda: <i>"Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad."</i><br />
<br />
Penetapan adanya ancaman dan siksaan karena bertanya kepada mereka, menunjukkan haramnya perbuatan itu, sebab tidak datang sebuah ancaman melainkan bila perbuatan itu diharamkan.<br />
<br />
2. Mendatangi mereka lalu bertanya kepada mereka dan membenarkan apa yang diucapkan. Ini adalah bentuk kekufuran karena membenarkan dukun dalam perkara ghaib termasuk mendustakan Al-Qur`an. Allah berfirman:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ</b></span></div><i><br />
"Katakan bahwa tidak ada seorangpun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan."</i> (An-Naml: 65)<br />
<br />
3. Mendatangi mereka dan bertanya dalam rangka ingin mengujinya, apakah dia benar atau dusta. Hal ini tidak mengapa dan tidak termasuk ke dalam hadits di atas. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> di mana beliau bertanya kepada Ibnu Shayyad:<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>مَاذَا خَبَأْتُ لَكَ؟ قَالَ: الدُّخُّ. فَقَالَ: اخْسَأْ فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ</b></span></div><i><br />
"Apa yang aku sembunyikan buatmu?" Ibnu Shayyad berkata: "Ad-dukh (asap)." Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> berkata: "Diam kamu! Kamu tidak lebih dari seorang dukun."</i> (HR. Al-Bukhari no. 1289 dan Muslim no. 2930)<br />
<br />
4. Mendatangi mereka lalu bertanya dengan maksud membongkar kedustaan dan kelemahannya, menguji mereka dalam perkara yang memang jelas kedustaan dan kelemahannya. Hal ini dianjurkan bahkan wajib hukumnya. (Al-Qaulul Mufid, Ibnu 'Utsaimin, 2/60-61, Al-Qaulul Mufid Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushshabi, hal. 140-143)<br />
<br />
<b>Dukun, Penciduk Agama dan Harta</b><br />
<br />
Tidak ada keraguan bagi orang yang telah menikmati ilmu As <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Sunnah</a> dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi mereka tentang kejahatan para dukun dan tukang ramal. Mereka adalah para penciduk agama dan juga harta.<br />
<br />
Penciduk agama artinya mereka telah merusak keyakinan kaum muslimin khususnya dalam masalah ilmu ghaib. Bahkan dengan sebab mereka, seseorang bisa menjadi kafir keluar dari agama. Mereka adalah perusak salah satu prinsip agama bahkan pondasi keimanan yaitu beriman dengan perkara yang ghaib, karena perkara ghaib ilmunya hanya milik Allah <i>subhanahu wa ta'ala</i>. Allah <i>subhanahu wa ta'ala</i> berfirman:<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ </b></span></div><i><br />
"Itulah Al-Kitab yang tidak ada keraguan padanya menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa yaitu orang-orang yang beriman dengan perkara yang ghaib."</i> (Al-Baqarah: 2-3)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ</b></span></div><i><br />
"Katakan: Tidak ada siapapun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan."</i> (An-Naml: 65)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ</b></span></div><i><br />
"Allah tidak memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang ghaib."</i> (Ali 'Imran: 179)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ</b></span></div><i><br />
"Di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri."</i> (Al-An'am: 59)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلَّهِ</b></span></div><i><br />
"Maka katakanlah: Sesungguhnya yang ghaib itu hanya kepunyaan Allah."</i> (Yunus: 20)<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ</b></span></div><i><br />
"Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman."</i> (Al-A'raf: 188)<br />
<br />
Dari Abdullah bin 'Umar <i>radhiyallahu 'anhuma</i>, ia berkata: Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> bersabda:<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ: لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا فِي غَدٍ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي اْلأَرْحَامِ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا، وَلاَ تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ اللهُ</b></span></div><i><br />
"Kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima dan tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi besok kecuali Allah; tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang ada di dalam rahim kecuali Allah; tidak ada satu jiwapun mengetahui apa yang akan diperbuatnya besok; tidak mengetahui di negeri mana (seseorang) meninggal kecuali Allah; tidak ada yang mengetahui kapan turunnya hujan melainkan Allah; dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah."</i> (HR. Al-Bukhari no. 992, 4351, 4420, 4500, 6944 dan Ahmad, 2/52)<br />
Adapun sebagai gerombolan penciduk harta artinya mereka melakukan penipuan terhadap umat sehingga betapa banyak harta hilang dengan sia-sia dan termakan penipuan mereka. Betapa banyak harta terkorbankan karena kedustaan para dukun, sementara persoalan setiap orang yang datang kepada mereka tidak juga tuntas dan tidak terjawab. Persyaratan demi persyaratan datang silih berganti mulai dari tingkat yang paling kecil sampai tingkat yang paling besar, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Persyaratan itu harus terpenuhi sehingga umat pun berusaha untuk memenuhinya. Mereka masuk dalam peringkat pertama sabda Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i>:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا</b></span></div><i><br />
"Barangsiapa menipu kami maka dia tidak termasuk (golongan) kami."</i> (HR. Muslim)<br />
<br />
<b>Sikap Ahlus Sunnah terhadap Dukun</b><br />
<br />
Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi menyebutkan akidah Ahlus Sunnah terhadap dukun dalam kitab beliau Al-'Aqidah Ath-Thahawiyyah: "Kita tidak boleh membenarkan dukun dan tukang ramal, dan tidak boleh membenarkan orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Qur`an, As-Sunnah dan ijma'."<br />
<br />
Ibnu Abi 'Izzi mengatakan: "Wajib bagi pemerintah dan orang yang memiliki kesanggupan untuk melenyapkan para dukun dan tukang ramal serta permainan-permainan sihir sejenisnya seperti menggunakan garis di tanah atau dengan kerikil atau undian. Dan mencegah mereka untuk duduk-duduk di jalan dan memperingatkan mereka supaya jangan masuk ke rumah-rumah orang. Cukuplah bagi orang yang mengetahui keharamannya lalu dia tidak berusaha melenyapkannya padahal dia memiliki kesanggupan, (cukup baginya) firman Allah:<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>كَانُوا لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ</b></span></div><i><br />
"Mereka tidak saling mengingkari perbuatan mungkar yang telah mereka kerjakan, amat buruklah apa yang telah mereka perbuat."</i> (Al-Maidah: 79) (Syarah Al-'Aqidah Ath-Thahawiyyah hal. 342)<br />
<br />
Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi) berkata: "Kaum muslimin tidak boleh shalat di belakang mereka (para dukun) dan tidak sah shalat di belakang mereka. Bila seseorang kemudian mengetahui hal itu hendaklah dia meminta ampun kepada Allah dan mengulangi shalatnya." (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/394). Wallahu a'lam.<br />
<br />
Sumber: <b>Majalah Asy-Syari'ah</b> Vol. II/ No. 16/1426 H/2005, halaman 34 - 37.<br />
<br />
fsawj.atspace.com<br />
</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-18752610117422745792012-03-05T04:11:00.000-08:002012-03-05T04:11:31.407-08:00Kitab Yang Semestinya Dipelajari Lebih Dulu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-0lXJ1vnPJgY/T1Ss-d30l_I/AAAAAAAAAvA/yPWyMj5Mz6g/s1600/perpustakaan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-0lXJ1vnPJgY/T1Ss-d30l_I/AAAAAAAAAvA/yPWyMj5Mz6g/s1600/perpustakaan.jpg" /></a></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong>Tanya :</strong></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Kitab apakah yang anda anjurkan untuk dibaca oleh <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">pemuda</a> yang sedang belajar?</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong><br />
Jawab :</strong></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Saya anjurkan padanya apabila masih awal hendaklah membaca kitab <strong>Fiqhus Sunnah</strong> oleh Sayid Sabiq, sambil dibantu dengan sebagian kitab yang dijadikan rujukan, seperti <strong>Subulus Salam</strong>. Disamping itu jika dia memperhatikan kitab <strong>Tamamul Minah</strong> (berisi koreksi dan komentar terhdap kitab Fiqhus <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Sunnah</a>) maka cara ini lebih kuat dan selamat.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Saya anjurkan juga kepadanya hendaklah membaca kitab <strong>Ar Raudhatun Nadiyah</strong> oleh Sidiq Hasan Khan. Adapun tafsir, maka wajib baginya untuk membiasakan membaca kitab <strong>Tafsir Al Qur’an al Adhim</strong> oleh Ibnu katsir, walaupun sebagian tafsir tersebut panjang uraiannya. Sebab kitab tersebut paling sah, benar pada zaman ini.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Kemudian untuk nasehat dan pelembut hati maka wajib baginya membaca kitab <strong>Riyadhus Shalihin</strong> oleh Imam nawani. Sedangkan untuk aqidah membaca <strong>Syarh Aqidah Thohawiyah</strong> oleh Ibnu Abil Izzi Al Hanafi, dalam memahami kitab tersebut dibantu dengan komentar dan penjelasanku pada kitab tersebut.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Kitab-kitab secara umum untuk dibiasakan membacanya antara lain kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim al Jauziyah. Saya meyakini bahwa keduanya merupakan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">ulama</a> langka di kalangan kaum muslimin. Mereka berada dalam manhaj salafus shalih baik dalam pemahaman, takwa dan kebaikkannya.<br />
<span class="small"><br />
Dijawab oleh Syaikh al Albani </span>rahimahullah di majalah As Shalah 5/15 Dzulhijjah 1413 hal 59<br />
<br />
Sumber: salafyoon.net</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-72943947593488135462012-03-03T05:02:00.000-08:002012-03-03T05:02:53.249-08:00Galau Yang Syar'i<span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"><span class="hasCaption"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-9MFIq98khIo/T1IV0yf4xtI/AAAAAAAAAu4/lIipDTlYmns/s1600/galau.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-9MFIq98khIo/T1IV0yf4xtI/AAAAAAAAAu4/lIipDTlYmns/s1600/galau.jpg" /></a></div><div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_4f52133d54cc53456506165"><b>Lima Sebab Kegalauan Hidup yang Syar'i </b> <br />
Bismillah,<br />
Sebab kegalauan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hidup</a> itu ada lima macam dan seyogyanya seseorang merasakan kegalauan karena kelima macam tersebut :<br />
<br />
<span class="text_exposed_show"> <b>PERTAMA :</b><br />
Kegalauan karena dosa pada masa lampau, karena dia telah melakukan sebuah perbuatan dosa sedangkan dia tidak tahu apakah dosa tersebut diampuni atau tidak? Dalam keadaan tersebut dia harus selalu merasakan kegalauan dan sibuk karenanya.<br />
<br />
<b>KEDUA :</b><br />
Dia telah melakukan kebaikan, tetapi dia tidak tahu apakah kebaikan tersebut diterima atau tidak.<br />
<br />
<b>KETIGA :</b><br />
Dia mengetahui kehidupannya yang telah lalu dan apa yang terjadi kepadanya, tetapi dia tidak mengetahui apa yang akan menimpanya pada masa mendatang.<br />
<br />
<b>KEEMPAT :</b><br />
Dia mengetahui bahwa Allah menyiapkan dua tempat untuk manusia pada hari Kiamat, tetapi dia tidak mengetahui ke manakah dia akan kembali (apakah ke Surga atau ke Neraka) ?<br />
<br />
<b>KELIMA :</b><br />
Dia tidak tahu apakah Allah ridha kepadanya atau membencinya?<br />
<br />
<br />
Siapa yang merasa galau dengan lima hal ini dalam kehidupannya, maka tidak ada kesempatan baginya untuk tertawa.<br />
<br />
<br />
[(Tanbiihul Ghaafiliin (I/213), al Faqih as Samarqandy. Tahqiq 'Abdul 'Aziz al Wakil, Darus Syuruuq, 1410H) "Ad-Dun-yaa Zhillun Zaa-il", Penulis 'Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim].<br />
<br />
<b>DOA SHAHIH PENGUSIR GALAU :<span style="font-size: large;"><br />
<br />
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ،وَابْنُ عَبْدِكَ،وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.</span></b><br />
<br />
Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwalaka, sammayta bihi nafsaka, aw anzaltahu fii kitaabika, aw ‘allamtahu ahadan min kholqika, awis ta’ tsar ta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robbii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.<br />
<br />
Artinya :<br />
<br />
“Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam<a href="http://elhijrah.blogspot.com/"> ilmu</a> ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.” [HR. Ahmad 1/391. Menurut pendapat Al-Albani, hadits tersebut adalah sahih.]</span></div></span></span><div class="fbPhotoTagList" id="fbPhotoSnowliftTagList" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span class="fcg"><br />
Sumber: Catatan Fb teman</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-9023367414758569262012-03-03T00:45:00.000-08:002012-03-03T00:45:09.309-08:004 Keadaan Wanita Boleh Safar Tanpa Mahram<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-aq65VOeXq_o/T1HZs1iVcAI/AAAAAAAAAuw/O7gQc6F9MrU/s1600/safar.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-aq65VOeXq_o/T1HZs1iVcAI/AAAAAAAAAuw/O7gQc6F9MrU/s1600/safar.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong>Kapan Wanita Boleh Safar Tanpa Mahram?<br />
</strong></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Hukum</a> asal bagi seorang wanita adalah tidak boleh bersafar atau tinggal di suatu tempat yang jaraknya jarak safar, kecuali harus bersama mahramnya. Dan mahram yang dimaksud di sini adalah lelaki dewasa yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Hanya saja, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama, bahwa tidak ada satu hukum atau kaidahpun kecuali pasti ada pengecualian padanya. Dan masalah ini di antaranya.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Nah, tahukah anda, kapan saja seorang wanita boleh melakukan safar tanpa mahram? Berikut kami bawakan ucapan Asy-Syaikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata:</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
“Semua safar walaupun jaraknya dekat, maka seorang wanita wajib ditemani oleh mahramnya. Kecuali pada empat keadaan:<br />
<br />
<b>Pertama:</b> Jika mahramnya meninggal di tengah perjalanan, sementara dia telah jauh meninggalkan tempat asalnya.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
<b>Kedua:</b> Jika wanita itu wajib <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">berhijrah</a>.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
<b>Ketiga:</b> Jika dia berzina sehingga dia dihukum dengan pengasingan (pengusiran), sementara dia tidak mempunyai mahram.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
<b>Keempat:</b> Jika hakim mengharuskan untuk mendatangkan dia setelah tuduhan dijatuhkan kepadanya, sementara dia tidak berada di situ ketika itu.”</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
[Diterjemahkan dari Al-Muntaqa Min Fara`id Al-Fawa`id hal. 44-45]</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="text-decoration: underline;"><br />
<b>Sekedar sebagai tambahan penjelasan:</b></span><b><br />
</b><br />
Keadaan kedua dimana ketika dia wajib berhijrah adalah semisal ada wanita yang masuk <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Islam</a> di negeri kafir, dan terpenuhi padanya kemampuan untuk berhijrah sehingga dia wajib berhijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam. Hanya saja ketika itu dia tidak mempunyai mahram. Maka dia tetap diwajibkan berhijrah walaupun tanpa disertai mahram.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Keadaan ketiga maksudnya jika wanita itu belum menikah. Karena jika dia telah menikah maka hukum had baginya adalah rajam dan bukan pengasingan.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Penulis: Abu Muawiah<br />
www.al-atsariyyah.com</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-84718673081262033392012-03-02T14:29:00.000-08:002012-03-02T14:29:59.963-08:00Perkara Perkara Yang Diridhai dan Dibenci<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-mO2dqs9hzYc/T1FJaBv-DII/AAAAAAAAAuo/BvQV7-YpJEA/s1600/pohon.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-mO2dqs9hzYc/T1FJaBv-DII/AAAAAAAAAuo/BvQV7-YpJEA/s1600/pohon.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="line-height: 150%;">Semua keyakinan, ucapan, ataupun amalan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik yang sifatnya wajib maupun <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">sunnah</a>, semuanya dicintai dan diridhai oleh Allah. Sebaliknya semua keyakinan, ucapan ataupun amalan yang dilarang dan bertentangan dengan syari'at, maka itu semuanya dibenci oleh Allah.<br />
<br />
Di sini akan disebutkan dan dijelaskan beberapa amalan yang diridhai dan beberapa amalan yang dibenci oleh Allah.<br />
<br />
Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu 'anhu</i>, bahwasanya Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> bersabda,<span style="font-size: large;"><b><br />
<br />
</b></span></span></span></div><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b>إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا: فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَأَنْ تَنَاصَحُوْا مَنْ وَلاَّهُ اللهُ أَمْرَكُمْ، - وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا - قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ</b></span></span></div><span style="font-size: small;"><i><br />
"Sesungguhnya Allah ridha untuk kalian tiga perkara dan benci untuk kalian tiga perkara: (1). Allah ridha untuk kalian agar kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (2). Agar kalian seluruhnya berpegang teguh dengan agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah. (3). Hendaklah kalian saling memberikan nasehat kepada orang-orang yang mengurusi urusan kalian (yakni penguasa kaum muslimin). -Dan Allah benci untuk kalian tiga perkara- : (1). Qiila wa Qaal (dikatakan dan katanya), (2). banyak meminta dan bertanya, dan (3). menyia-nyiakan harta."</i> <b>(HR. Muslim dalam <i>Shahiih</i>-nya <i>Kitaabul Aqdhiyaa` Baab An-Nahyu 'an Katsratil Masaa`il</i> no.1715, Al-Imam Malik dalam <i>Al-Muwaththa` Kitaabul Kalaam Baab Maa Jaa`a fii Idhaa'atil Maal</i> no.20, dan Al-Imam Ahmad 2/367)</b><br />
<br />
<b>Penjelasan Kosakata yang Ada dalam Hadits</b><br />
<br />
- Ridha dan benci adalah dua sifat yang layak untuk Allah sesuai dengan keagungan-Nya, yang tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Inilah salah satu aqidah ahlus sunnah wal jama'ah. Mereka mengimani dan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah sebagaimana yang Dia tetapkan dalam kitab-Nya dan yang Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> tetapkan dalam sunnahnya. Tanpa <b><i>tahriif</i></b> (mengganti lafazh maupun maknanya dengan makna yang bathil), <b><i>ta'thiil</i></b> (menolak sebagian atau seluruh sifat-sifat Allah), <b><i>takyiif</i></b> (menanyakan bagaimana hakikatnya), dan tanpa <b><i>tamtsiil</i></b> (menyerupakan atau menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya).<br />
<br />
- Ibadah, secara bahasa artinya ketundukan dan merendahkan diri yang disertai dengan rasa cinta. Adapun secara istilah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah berupa perkataan dan amalan baik yang zhahir maupun yang bathin. Maka seluruh yang Allah perintahkan baik yang wajib maupun yang sunnah, maka itu adalah ibadah. Sedangkan menyerahkannya kepada selain-Nya adalah kesyirikan.<br />
- Kesyirikan adalah menjadikan tandingan untuk Allah pada sesuatu dari perkara ibadah, di mana seorang hamba menyerahkan salah satu dari jenis ibadah kepada selain Allah. Maka setiap keyakinan, ucapan atau amalan yang telah tetap bahwasanya hal itu diperintahkan oleh syari'at maka menyerahkannya hanya untuk Allah semata merupakan tauhid, keimanan dan keikhlasan. Sedangkan menyerahkannya kepada selain-Nya adalah kesyirikan.<br />
<br />
- Berpegang teguh dengan tali Allah artinya berpegang teguh dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah berupa Al-Kitab (Al-Qur`an) dan As-Sunnah. Tentunya dengan pemahaman salafush shalih, generasi awal ummat Islam dari kalangan shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.<br />
<br />
- Qiila wa Qaal artinya pembicaraan dalam perkara yang bathil dan yang tidak bermanfaat.<br />
- Banyak meminta dan bertanya artinya memperbanyak pertanyaan dan permintaan kepada manusia dan membahas pertanyaan dan permasalahan yang belum terjadi.<br />
<br />
- Menyia-nyiakan harta artinya membiarkannya tanpa dipergunakan dan menelantarkannya, menyalahgunakannya dan melalaikannya, serta menyengajanya untuk dibuang.<br />
<br />
<b>Makna Global <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Hadits</a> Ini</b><br />
Di dalam hadits ini terdapat enam petunjuk nabawi yang agung, yaitu:<br />
<br />
<b><i>Pertama,</i> Perintah untuk Bertauhid</b><br />
Yakni anjuran dan perintah untuk bertauhid yang bersih dari kesyirikan dan perintah agar melaksanakan hak Allah yang paling agung dan kewajiban Islam yang paling agung yaitu mengesakan Allah semata dalam ibadah. Yang hal ini merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia. Allah <i>subhanahu wa ta'ala</i> berfirman,<span style="font-size: large;"><b><br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ</b></span></div><i><br />
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."</i> <b>(Adz-Dzaariyaat:56)</b><br />
<br />
Dan juga menjauhi kesyirikan dalam beribadah kepada-Nya. Maka janganlah seorang hamba menyekutukan Allah dengan seorang pun dari makhluk-Nya. Janganlah dia menjadikan tandingan untuk Allah dalam do'a, istighatsah (meminta pertolongan untuk menghilangkan marabahaya dan kesulitan), sembelihan, nadzar, harapan, rasa takut, tawakkal dan yang lainnya dari jenis ibadah. Karena perkara-perkara ini adalah hak khusus untuk Allah, yang Dia tidak ridha disekutukan dalam perkara-perkara tersebut baik dengan seorang malaikat yang terdekat ataupun dengan seorang nabi yang diutus. Apalagi selain mereka yang bukan malaikat ataupun nabi.<br />
<br />
<b><i>Kedua,</i> Berpegang Teguh dengan Tali Allah</b><br />
<br />
Yaitu berpegang teguh dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> berupa Al-Kitab dan As-Sunnah. Dan juga pengajaran Rasulullah dari masalah aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Maka tidak ada keluasan bagi seorang muslim manapun, individu, kelompok, dan masyarakat manapun, serta penguasa atau rakyat manapun untuk keluar dari sesuatu yang merupakan pokok-pokok Islam ataupun cabang-cabangnya. Bahkan wajib atas semuanya untuk beriman, berpegang teguh dan komitmen secara sempurna terhadap seluruh yang dibawa oleh penutup para nabi dan pemimpin para rasul serta mendahulukannya di atas seluruh ucapan dan petunjuk yang lainnya.<br />
<br />
Kemudian berhukum kepada apa-apa yang dibawa oleh beliau <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> pada seluruh aspek kehidupan. Memurnikan ketaatan dan mutaba'ah (mengikuti) kepada beliau <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> dalam seluruh perkara agama yang kecilnya maupun yang besarnya. Serta menjauhi seluruh bid'ah, pemikiran yang menyimpang dan kemaksiatan.<br />
<br />
Dengan ini semuanya �bukan dengan lainnya- akan bersatulah perkaranya kaum muslimin dan akan tegaklah persatuan mereka yang diidam-idamkan. Serta akan terbuktilah atas mereka semuanya bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan tali Allah. Realita inilah yang diinginkan oleh Allah dan yang dibebankan-Nya kepada ummat Islam. Bukan persatuan politik yang disertai dengan adanya perbedaan aqidah, hawa nafsu dan tujuan-tujuan. Karena sesungguhnya gambaran seperti ini dengan berkumpulnya berbagai golongan walaupun lengkap, akan tetapi pada hakikatnya ini adalah jauh dari kebenaran, bahkan hal ini masuk dalam firman-Nya,<span style="font-size: large;"><b><br />
</b><b> </b></span><div class="arab" dir="rtl"><span style="font-size: large;"><b>تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى</b></span></div><i><br />
"Kamu mengira mereka bersatu padahal hati-hati mereka berpecah-belah."</i> <b>(Al-Hasyr:14)</b><br />
<br />
<b><i>Ketiga,</i> Menasehati Penguasa Kaum Muslimin</b><br />
Hal ini akan sempurna dengan adanya kerjasama dengan mereka di atas kebenaran. Mentaati mereka, memerintahkan, memberitahu dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut. Menasehati mereka apabila lalai, berbuat kezhaliman dan kemaksiatan. Semuanya ini dilakukan dengan cara yang syar'i yakni menasehati mereka tidak dengan cara terang-terang di depan umum ataupun di mimbar-mimbar umum. Akan tetapi menasehatinya dengan diam-diam/tersembunyi atau dengan empat mata, dengan surat atau cara lainnya yang disyari'atkan.<br />
<br />
Tidak boleh memberontak kepada mereka. Demikian juga tidak boleh demonstrasi karena cara ini merupakan cara-caranya orang kafir dan akan menimbulkan kemudharatan yang besar yaitu kekacauan dan keributan diakibatkan penentangan masyarakat yang terang-terangan tersebut.<br />
Melaksanakan shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka dan menyerahkan zakat kepada mereka yakni dalam hal pengurusannya.<br />
Tidak memberontak dengan mengangkat pedang kepada mereka apabila muncul dari mereka tindakan kezhaliman ataupun jeleknya akhlak mereka. Akan tetapi kita mendo'akan kebaikan untuk mereka, menasehati mereka dengan cara yang syar'i dan tetap taat kepada mereka dalam perkara yang ma'ruf. Dan tidak boleh memperdayakan dan menipu mereka dengan memberikan pujian yang dusta kepada mereka.<br />
<br />
<b><i>Keempat,</i> Dilarangnya Qiila wa Qaal</b><br />
Yaitu pembicaraan dalam perkara yang bathil, menyebarkan kekejian, menyebarkan berita-berita burung (berita-berita yang belum jelas kebenarannya), dan menyebarkan berita-berita yang dusta. Cukuplah seseorang dikatakan telah berdusta apabila menceritakan setiap apa yang didengarnya. Demikian juga tenggelam dalam menggambarkan permasalahan-permasalahan yang belum terjadi dan berusaha menjawabnya sebelum terjadinya. Karena sesungguhnya hal ini akan memalingkan kaum muslimin dari mempelajari Al-Kitab dan As-Sunnah dan akan menyibukkan mereka dari menghafal dalil-dalil dari keduanya dan memahami keduanya.<br />
<br />
<b><i>Kelima,</i> Dilarangnya Banyak Meminta</b><br />
Perkara ini mencakup meminta apa-apa yang dimiliki oleh manusia berupa harta dan lainnya, dan juga mencakup meminta agar dipenuhi kebutuhannya melalui mereka. Hal ini tidak layak bagi seorang muslim yang menginginkan agar Allah menjadikannya seorang yang mulia lagi terpuji.<br />
Maka meminta kepada manusia pada asalnya diharamkan dan tidak boleh kecuali dalam keadaan darurat. Ada tiga kerusakan/bahaya di dalam permasalahan meminta kepada manusia yang bukan dalam keadaan terpaksa, yaitu:<br />
1. Adanya sikap membutuhkan kepada selain Allah dan ini termasuk satu jenis dari kesyirikan<br />
2. Menyakiti dan memberatkan orang yang diminta dan ini termasuk satu jenis dari kezhaliman terhadap makhluk<br />
3. Merendahkan diri kepada selain Allah dan ini termasuk kezhaliman terhadap diri sendiri.<br />
Untuk itu hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk tidak meminta kepada manusia kecuali dalam keadaan terpaksa atau memang sangat kita butuhkan. Sebaliknya bagi yang mampu hendaklah membantu saudaranya ketika melihat saudaranya memang membutuhkan bantuan. Baik dengan hartanya, tenaganya ataupun pikirannya sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga dengan ini akan terwujudlah ta'awun dan ukhuwwah antar sesama muslim.<br />
<br />
<i>"Dan Allah akan menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya."</i> <b>(HR. Muslim no.2699 dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu 'anhu</i>)</b><br />
<i>"Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin lainnya ibaratnya sebuah bangunan, bagian yang satu menguatkan bagian yang lainnya."</i> <b>(HR. Al-Bukhariy no.481 dari Abu Musa Al-Asy'ariy <i>radhiyallahu 'anhu</i>)</b><br />
<br />
Permasalahan dilarangnya meminta ini apabila orang yang diminta itu hidup dan mampu untuk mengabulkan permintaan tersebut. Maka bagaimana pendapatmu tentang meminta kepada orang yang mati dan ghaib (tidak ada di tempat dan tidak bisa dijangkau oleh pancaindera ataupun alat komunikasi) yang tidak mampu mengabulkannya kecuali Allah?!? Sungguh, ini adalah benar-benar suatu kesyirikan yang nyata kepada Allah.<br />
<br />
Larangan ini juga mencakup larangan banyak bertanya yang sifatnya ilmiyyah. Lebih khusus lagi apabila dimaksudkan dengannya untuk memberatkan orang yang ditanya, mengujinya, menunjukkan perselisihan dengannya atau untuk berdebat dengan kebathilan.<br />
<br />
Demikian juga masuk dalam larangan ini adalah tenggelam dalam pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan yang belum terjadi dan hampir mustahil terjadinya serta meminta jawaban-jawabannya. Seperti pertanyaan, <i><br />
<br />
"Kemanakah kita menghadap ketika shalat apabila Allah mengangkat Ka'bah ke langit?"</i> Dan pertanyaan lainnya yang sejenis yang tidak bermutu dan tidak berfaedah.<br />
<br />
<b><i>Keenam,</i> Dilarangnnya Menyia-nyiakan Harta</b><br />
Karena sesungguhnya harta itu adalah nikmat dari Allah. Harta bisa digunakan untuk membantu dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Untuk jihad fi sabiilillaah dan untuk membantu orang-orang muslim yang berhak menerimanya dari kalangan <i>fuqaraa`</i> dan <i>masaakiin</i> (orang-orang miskin), karib kerabat dan selain mereka.<br />
<br />
Maka wajib bagi seorang muslim untuk bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat ini dan menjaganya agar jangan sampai hilang dan tersia-siakan. Tidak membelanjakannya kecuali di jalan yang Allah syari'atkan atau yang dibolehkan-Nya. Dan tidak boleh baginya untuk membelanjakannya di jalan syaithan dan kemaksiatan sebagaimana tidak boleh baginya untuk membiarkan nikmat ini tanpa digunakan dan menyengaja untuk dibuang.<br />
<br />
<b>Faedah-Faedah Hadits Ini</b><br />
Diantara faedah-faedah hadits ini adalah:<br />
1. Wajibnya melaksanakan ibadah kepada Allah sesuai dengan cara yang diinginkan-Nya<br />
2. Wajibnya menjauhi segala macam <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">kesyirikan</a>, yang kecilnya maupun yang besarnya<br />
3. Wajibnya berpegang teguh dengan tali Allah yaitu Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah <i>shallallahu 'alaihi wa sallam</i> baik Al-Kitab maupun As-Sunnah pada seluruh segi kehidupan<br />
4. Haramnya berpecah belah dan wajib bagi kaum muslimin bersatu di atas kebenaran<br />
5. Wajibnya menasehati penguasa kaum muslimin dan bekerjasama dengan mereka di atas kebenaran dan kebaikan<br />
6. Haramnya Qiila wa Qaal<br />
7. Haramnya meminta kepada makhluk kecuali dalam perkara yang disanggupi oleh mereka dan dalam keadaan mendesak/terpaksa, sedangkan yang paling utama adalah tawakkal dan bersabar<br />
8. Haramnya menyia-nyiakan dan membuang harta.<br />
<i>Wallaahu A'lam bish-Shawaab.</i><br />
<br />
Disadur dari <i>Mudzakkiratul Hadiits An-Nabawiy fil 'Aqiidah wal ittibaa'</i> hadits ke-11, karya Asy-Syaikh Al-'Allaamah Rabi' bin Hadi Al-Madkhaliy <i>Hafizhahullaahu Ta'aalaa</i>.<br />
<br />
http://fdawj.atspace.org/awwb/th4/4.htm</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-39297297967111507552012-03-02T05:03:00.000-08:002012-03-02T05:03:37.099-08:00Batasan Dalam Istilah Salaf<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-PK8lBzLdY7A/T1DEfxtFt-I/AAAAAAAAAug/pslZu2ujrbw/s1600/majjid_nabawi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-PK8lBzLdY7A/T1DEfxtFt-I/AAAAAAAAAug/pslZu2ujrbw/s1600/majjid_nabawi.jpg" /></a></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong>A. Makna Salaf<br />
</strong></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Kata <a href="http://elhijrah.blogspot.com/"><em>Salaf</em></a> sering diucapkan. Maksudnya adalah generasi pertama dari kalangan <em>sahabat</em> dan <em>tabi’in</em> (generasi pasca <em>sahabat</em>) yang berada di atas <em>fitrah</em> (<em>dien</em>/agama) yang selamat dan bersih dengan wahyu Allah. Mereka menyandarkan <em>aqidah</em> kepada Alqur’an dan Assunnah yang suci. Pemikiran mereka belum ternodai dengan pemahaman-pemahaman filsafat asing. Mereka telah berlalu sebelum pengaruh filsafat-filsafat tersebut merusak kaum muslimin. Untuk mengetahui batasan <em>Salaf</em>, maka kita harus mengetahui batasan jaman dan <em>manhaj</em> mereka.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong>B. Batasan Jaman</strong></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Adapun batasan jaman mereka adalah 3 generasi yang pertama yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah <em>Sholallahu ‘Alaihi Wassallam</em>. Untuk keutamaan mereka Rasulullah <em>Sholallahu ‘Alaihi Wassallam</em> bersabda,</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><em>"Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku (para Sahabat) kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’ut tabi’in)"</em> (Hadits Riwayat Imam Bukhary dalam Shahihnya)</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Demikian itu dikarenakan segala kebaikan yang ada pada diri mereka, dan di masa mereka kelompok-kelompok sesat belum menampakkan permusuhan dan belum menguasai kaum muslimin sebagaimana yang terjadi sesudah mereka tiada. Berarti yang dimaksud <em>Salaf</em> menurut tinjauan sejarah adalah para <em>sahabat</em> Nabi, kemudian <em>tabi’in</em>, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka secara kebaikan (<em>tabi’ut tabi’in</em>). </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><strong>C. Batasan Manhaji</strong></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Adapun batasan <em>manhaji</em> adalah orang-orang yang konsisten memegang prinsip-prinsip Al Qur’an dan As Sunnah, mengutamakan prinsip tersebut di atas prinsip-prinsip akal manusia dan mengembalikan semua permasalahan yang diperselisihkan kepada keduanya, berdasarkan firman Allah <em>Subhanahu Wata’ala</em>,</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><em>"Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alqur’an) dan Rasulullah (Assunnah) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya"</em>(An Nisa:59)</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Inilah <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">keistimewaan</a> yang dimiliki oleh mereka (<em>Ahlus Sunnah</em>). Karena kelompok-kelompok yang menyelisihi mereka dengan berbagai macam bentuknya adalah tidak konsisten di atas <em>manhaj</em> (jalan) ini. Kelompok yang lain menolak sebagian hadits-hadits, walaupun hadits tersebut shahih dan men<em>takwil</em>kan ayat-ayat yang sudah jelas dengan menyangka bahwa semuanya bertentangan dengan akal sebagaimana terjadi pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah. Sebab tidak ada yang menetapkan secara <em>lahiriyah</em> dan menafikan <em>tasybih</em> (penyerupaan kepada makhluknya) kecuali ulama <em>Salaf</em> dan orang-orang yang mengikuti mereka.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><em>"Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar"</em>(At taubah:100)</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Orang-orang yang telah dijelaskan dalam ayat tersebut dengan sifat-sifatnya adalah <em>Salafus Shalih</em>. Adapun orang-orang (generasi) setelahnya dan menempuh jalan yang ditempuh mereka maka dinisbahkan kepada mereka dengan huruf <em>"ya"</em>, nisbahnya menjadi <em>Salafy</em>. Adapun orang-orang yang datang setelahnya dan tidak mengikuti jalan mereka, mereka adalah<em> khalaf</em> dan mereka bangga dengan keadaan yang demikian itu. Mereka memisahkan jalan mereka sendiri dari jalan <em>Salaf</em>, khususnya dalam hal menetapkan Sifat-sifat Allah. Bukti nyatanya yang demikian itu ada dalam makalah-makalah mereka yang menyatakan jalan <em>Salaf</em> adalah selamat dan jalan <em>khalaf</em> adalah lebih berilmu dan lebih lurus. Makalah ini serta ke<em>batil</em>annya sangat <em>mahsyur</em> (terkenal). Dan juga dibawakannya makalah ini sebagai bukti pengakuan orang-orag <em>khalaf</em> bahwa mereka bukan di atas jalan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/"><em>Salaf</em></a>, dan bahwasanya jalannya <em>Khalaf</em> lebih berilmu dan lebih lurus.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membatalkan ungkapan ini dan menetapkan bahwa jalan <em>Salaf </em>adalah menghimpun segala sifat-sifat yang baik. Maka dari itu, JALAN MEREKA (SALAFUS SHALIH) adalah LEBIH SELAMAT, ILMIYAH, DAN LURUS. <br />
<br />
<em>Ditulis oleh: Syaikh Muhammad Bin Rabi’ Bin Hadi Al-Madkhali</em> </span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div align="right" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><em>Dinukil dari kitab "Adwa’un ‘ala Kutubis Salafi fil-Aqidati"<br />
Judul Indonesia "Berkenalan Dengan Salaf"<br />
Penerbit Maktabah Salafy Press <br />
</em></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> Sumber: ghuroba.blogsome.com</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-75324489238170551872012-03-01T04:45:00.000-08:002012-03-01T04:45:25.141-08:00Mengenal 11 Tanda Cinta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-Aqzzh66yZ7Y/T09vFy7hoxI/AAAAAAAAAuY/lF3BzItVOP8/s1600/cinta.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-Aqzzh66yZ7Y/T09vFy7hoxI/AAAAAAAAAuY/lF3BzItVOP8/s200/cinta.jpg" width="200" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <span class="question"><b>Pertanyaan:</b><br />
Apa tanda cinta Allah kepada seorang hamba? Dan bagaimana seorang hamba dalam kondisi yakin sepenuhnya bahwa Allah Jalla Wa Ala mencintainya dan rido sepenuhnya kepada hamba ini?</span><br />
<br />
<b>Jawab:</b><br />
<br />
Alhamdulillah</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Sungguh anda telah bertanya dengan pertanyaan nan agung, urusan nan mulia, tidak ada yang dapat menggapainya melainkan diantara hamba-hamba yang sholeh. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Cinta kepada Allah adalah posisi yang orang-orang pada berlomba-lomba. Kepadanya orang-orang bekerja dan orang menyingsingkan baju untuk menggapai ilmunya, kepadanya berbagai macam cara (dilakukannya) dengan ruh nan harum orang-orang ahli ibadah merasa tenang. Ia adalah bekal hati dan makanan ruh. Pelipur mata dan orang-orang yang tercinta. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Ia adalah kehidupan, barangsiapa yang terhalang (untuk mendapatkannya) maka dia termasuk kategori orang yang mati. (Ia adalah) Cahaya barangsiapa yang kehilangan, maka dia di lautan kegelapan. Ia obat barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka dihatinya banyak penyakit. Ia adalah kenikmatan, berangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka seluruh kehidupannya adalah gelisah dan sakit. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Dan ia adalah ruh keimanan dan amal perbuatan, posisi dan kondisi. Kapan saja ia hilang darinya, maka bagaikan tubuh tanpa ruh. Ya Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang Anda cintai. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Kecintaan kepada Allah ada tanda dan sebab-sebabnya bagaikan kunci untuk pintu, diantara sebab-sebab itu adalah:<br />
<br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> <b>1. Mengikuti petunjuk Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. </b><br />
Allah Ta’ala berfirman dalam KitabNya nan Mulia, ‘Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ SQ. Ali Imron: 31. <br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> <b>2-5. Tunduk terhadap orang-orang mukmin dan merasa jaya terhadap orang-orang kafir serta berjihad di jalan Allah dan tidak takut melainkan kepadaNya Subhanahu wa Ta'ala. </b><br />
<br />
Allah telah menyebtkan sifat-sifat ini dalam satu ayat. Allah berfirman: <span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" class="MsoNormal" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b> يا أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ولا يخافون لومة لائم</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” SQ. Al-Maidah: 54. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<br />
Dalam <a href="http://elhijrah.blogspot.com/"><b>ayat</b></a> ini, Allah menyebutkan sifat-sifat kaum yang dicintai. Sifat pertama adalah tawadhu’ (rendah hati) dan tidak sombong kepada orang Islam. Dan mereka merasa jaya (lebih tinggi) kepada orang-orang kafir. Jangan hina dan merendah kepada mereka. Mereka berjihad di jalan Allah. Berjihad kepada syetan, orang-orang kafir, orang-orang munafik, orang fasik, jihad pada diri sendiri. Dan mereka tidak takut terhadap celaan orang yang mencela. Ketika telah menunaikan perintah-perintah agamanya, maka tidak terpengaruh siapa yang menghina atau mencelanya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>6. Menunaikan yang sunnah-sunnah. </b><br />
<br />
Allah Ta’ala berfirman dalam <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hadits</a> Qudsi: ‘Dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan sunnah-sunnah sampai Saya mencintainya.’ Diantara yang sunnah-sunnah itu adalah sunnah shalat, shadaqah, umrah, haji dan puasa. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>7-10. cinta, saling mengunjungi, saling memberi dan saling memberi nasehat karena Allah. </b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b> </b><br />
Telah ada sifat-sifat ini dalam satu hadits dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Tuhannya Azza Wa Jalla berfirman: “Telah terealisasi kecintaan-Ku untuk orang-orang yang mencintai karena-Ku. Telah terealisasi kecintaan-Ku bagi orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku. Dan telah terealisasi kecintaan-Ku kepada orang yang saling memberi karena-Ku, dan telah terealisasi kecintaan-Ku bagi orang-orang yang saling menyambung karena diri-Ku.’ HR. Ahmad, 4/386. Dan 5/236. Dan ‘Tanasuh karangan Ibnu Hibban, 3/338. Dan dishohehkan kedua hadits Syekh Al-Bany di shoheh At-Targib wa At-Tarhib, 3019, 3020, 3021. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Makna ‘Al-Mutazawirina fiyya’ yakni berkunjung sebagian kepada sebagian lainnya dikarenakan untukNya, mencari keredoanNya dikarenakan kecintaan kepadaNya atau saling membantu dalam ketaatan-Nya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Ungkapan firman tabaroka Wa Ta’ala ‘Wal mutabazilin Fiyya’ yakni mengdermakan dirinya dalam menggapai keredoanNya. Dengan sepakat berjihad kepada musuh-Nya atau selain dari itu dari apa yang diperintahkannya. Selesai dari kitab ‘AL-Muntaqa Syarkh Al-Muwato’ hadits no. 1779. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>11. Ujian, musibah dan cobaan untuk seorang hamba. </b><br />
Ia adalah merupakan tanda kecintaan Allah kepadanya. Yang mana ia seperti obat, meskipun pahit, akan tetapi anda hidangkan kepada pahitnya itu kepada orang yang anda cintai. –Maha suci Allah dari contoh yang agung- dalam hadits shoheh: <span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" class="MsoNormal" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b> " إنَّ عِظم الجزاء من عظم البلاء ، وإنَّ الله عز وجل إذا أحب قوماً ابتلاهم ، فمن رضي فله الرضا ، ومن سخط فله السخط " رواه الترمذي ( 2396 ) وابن ماجه ( 4031 )</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b> </b></span><br />
“Sesungguhnya agungnya balasan dari besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla ketika mencintai suatu kaum, maka Dia akan diujinya. Barangsiapa yang redo, maka dia mendapatkan keredoaan. Barangsiapa yang murka, maka dia mendapatkan kemurkaan. HR. Tirmizi, 2396 dan Ibnu Majah, 4031 dan dishohehkan oleh Al-Albany. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Turunnya ujian itu kebaikan untuk orang mukmin daripada disimpan untuk siksaan di akhirat. Bagaimana tidak, karena di dalamnya dapat meninggikan derajat dan menghapus kesalahan. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" class="MsoNormal" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b> إذا أراد الله بعبده الخير عجَّل له العقوبة في الدنيا ، وإذا أراد بعبده الشر أمسك عنه بذنبـــه حتى يوافيه به يوم القيامة " رواه الترمذي (2396) و صححه الشيخ الألباني</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
“Kalau Allah menghendaki kebaikan kedapa hambaNya, maka akan disegerakan hukumannya di dunia, kalau mengingikan kepada hambaNya kejelekan, maka ditahan (siksanya) dikarenkan dosanya sampai terpenuhi nanti di hari kiamat.” HR. Tirmizi, 2396. Dishohehkan oleh Syekh AL-Albny. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Ahli ilmu menjelaskan bahwa siksa yang ditahan adalah orang munafik, karena Allah menahannya di dunia agar ditunaikan secara sempurna dosanya nanti di hari kiamat. Ya Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang Anda cintai. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Kalau Allah telah mencintai anda, maka anda jangan bertanya kebaikan yang akan anda peroleh. Keutamaan yang akan anda dapatkan. Cukup bagi anda bahwa anda termasuk kekasih Allah. Diantara buah yang agung kecintaan Allah kepada hambaNya adalah berikut ini: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>Pertama,</b> kecintaan orang kepadanya dan mendapatkan penerimaan di bumi. Sebagaimana dalam hadits Bukhori, 3209. <span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" class="MsoNormal" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b> إذا أحبَّ الله العبد نادى جبريل إن الله يحب فلاناً فأحببه فيحبه جبريل فينادي جبريل في أهل السماء إن الله يحب فلانا فأحبوه فيحبه أهل السماء ثم يوضع له القبول في الأرض "</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b> </b></span><br />
“Kalau Allah mencintai seorang hamba, Jibril menyeru ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia. Maka Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia. Maka penduduk langit mencintainya. Kemudian ditaruh baginya penerimaan di bumi.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<b>Kedua,</b> apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu dalam hadits Qudsi dari keutamaan-keutamaan nan agung yang didapatkan oleh orang dicintainya. <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" class="MsoNormal" dir="rtl" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: right;"><span style="font-size: large;"><b> فعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ " رواه البخاري 6502</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
“Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Saya izinkan kepadanya untuk memeranginya. Dan apa yang (dipersembahkan) hambaKu dengan mendekatkan diri dengan sesuatu yang lebih Saya cintai dari apa yang Saya wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasas mendekatkan diri kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) sunnah sampai Saya mencintainya. Kalau sudah Saya cintai, maka Saya (memberikan taufik) kepada pengdengarannya yang digunakan untuk mendengar. Dan penglihatannya yang digunakan untuk melihat. Tangannya yang digunakan untuk memukul. Dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Kalau dia meminta kepadaKu, (pasti) akan Saya beri. Kalau dia meminta perlindungan kepadaKu, pasati akan Saya lindungi. Dan Saya tidak mengakhirkan serta berhenti seperti berhenti keraguan dalam urusan Saya yang melakukannya kecuali ketika mencabut jiwa hambaKu orang mukmin, (Saya berhenti agar mudah dan hatinya condong untuk rindu menggapai jalan orang-orang yang mendekatkan diri di golongan orang-orang tinggi (kedudukannya). Dan Saya tidak ingin menyakitinnya (dengan mencabut nyawanya agar mendapatkan rakmat dan pengampunan dan menikmati kenikmatan surga). HR. Bukhori, 6502. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
<a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Hadits</a> Qudsi ini mengandung berbagai macam manfaat terkait kecintaan Allah kepada hambaNya: <br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 1. Saya pendengarannya yang digunakan untuk mendengar, maksudnya adalah tidak mendengarkan kecuali apa yang dicintai oleh Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 2. ‘Dan penglihatannya yang digunakan untuk melihat’ yakni tidak melihat kecuali apa yang dicintai oleh Allah</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 3. ‘Tangannya yang digunakan untuk memukul’ yakni tangannya tidak digunakan kecuali apa yang Allah redoi</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 4. ‘Kakinya yang digunakan untuk melangkah’ maka tidak pergi kecuali apa yang Allah cintai</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 5. ‘Kalau dia memintaku, pasti akan Saya berikan’ maka doanya di dengarkan dan permintaannya akan dikabulkan</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;"> 6. ‘Kalau dia meminta perlindunganKu, maka akan Saya lindungi’ dia terjanga dengan penjagaan Allah dari segala kejelekan. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> <br />
Kami memohon kepada Allah agar mendapatkan taufik dan keredoan-Nya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> Wallahu’alam . <br />
<br />
Sumber: islamqa.com</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-4352768243808662152012-03-01T02:54:00.000-08:002012-03-01T02:54:03.322-08:00Mereka Tidak Bisa Membedakan Antara Salafi dan Teroris<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-6x8un7LNH6w/T09VNlFNPFI/AAAAAAAAAuQ/3YUXOc1Sa4M/s1600/islam.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-6x8un7LNH6w/T09VNlFNPFI/AAAAAAAAAuQ/3YUXOc1Sa4M/s1600/islam.jpg" /></a></div><h6 class="uiStreamMessage" data-ft="{"type":1}" style="font-family: Verdana,sans-serif; font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><span class="messageBody" data-ft="{"type":3}"><span dir="rtl">BENARKAH MEREKA TIDAK BISA MEMBEDAKAN ANTARA SALAFI DAN TERORIS DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI IN</span></span></span><span style="font-size: small;"><span class="messageBody" data-ft="{"type":3}"><span dir="rtl">I</span></span></span></h6><h6 class="uiStreamMessage" data-ft="{"type":1}" style="font-family: Verdana,sans-serif; font-weight: normal;"><span style="font-size: small;"><span class="messageBody" data-ft="{"type":3}"><span dir="rtl"> <br />
[SEBUAH JAWABAN SINGKAT UNTUK BPK. AGUS MAFTUH ABEGEBRIEL , PROF. SAID AGIL SIROJ (Ketua NU berpaham SYI’AH), SYAIKH IDAHRAM dan METRO TV]<br />
<br />
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا</b></span><br />
<br />
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [Al-An’am: 112]<br />
<br />
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan perkataan Allah Ta’ala, “Mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)”, maknanya adalah mereka mengatakan kepada yang lainnya ucapan yang dihiasi (dengan kata-kata yang menipu), sehingga membuat orang bodoh yang mendengarnya tertipu.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/321]<br />
<br />
Memperburuk citra Ahlus Sunnah wal Jama’ah Salafiyin di mata ummat dan mengait-ngaitkan dengan aksi Terorisme, sebetulnya bukan baru sekarang ini dilakukan oleh orang-orang yang terusik dengan semakin tersebarnya dakwah kepada tauhid dan sunnah. Berbagai cara mereka lakukan untuk menjatuhkan dakwah yang mulia ini, tidak peduli walau harus berdusta, baik secara terang-terangan maupun dengan cara halus.<br />
<br />
Secara terang-terangan seperti yang dilakukan oleh Syaikh Idahram dan didukung penuh oleh Prof. Said Agil Siraj [Ketua NU berpaham SYI’AH] baik dalam pernyataan-pernyataannya maupun dalam buku “Sejarah Berdarah,” yaitu tuduhan dusta mereka bahwa Salafi terkait dengan aksi-aksi Terorisme.<br />
<br />
Adapun secara halus, yaitu tidak tegas menuduh Salafi terkait Terorisme namun dengan ucapan-ucapan yang mengarah ke sana, adalah seperti yang dilakukan Bpk. Agus Maftuh Abegebriel –hadaahullah- dalam “Bom Waktu dari Yaman” di Metro TV, sehingga pada akhirnya Metro TV dalam Metro Realitasnya benar-benar menuduh Darul Hadits, lembaga pendidikan Ahlus Sunnah Salafiyin di Yaman terkait Terorisme.<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ</b></span><br />
<br />
“Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” [An-Nur: 16]<br />
<br />
Dan lebih parah lagi, sangat tampak alasan tuduhan mereka terlalu dipaksakan, yaitu adanya para santri Darul Hadits yang terpaksa memanggul senjata untuk menjaga keselamatan diri-diri mereka dan kaum muslimin dari serangan pemberontak Syi’ah Hutsi. Bersamaan dengan itu, ketika kaum Syi’ah membantai para santri Darul Hadits hampir-hampir tidak pernah terdengar suara pembelaan mereka.<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا</b></span><br />
<br />
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” [Al-Ahzab: 58]<br />
<br />
Muncul tanda tanya besar, benarkah mereka tidak bisa membedakan antara Salafi dan Teroris?<br />
<br />
Ataukah mereka sebenarnya sudah tahu perbedaan tersebut namun sengaja ingin menggiring opini yang salah terhadap Salafi?<br />
<br />
Kenapa perlu dipertanyakan? Sebab di era keterbukaan informasi seperti ini tentunya tidak sulit bagi orang-orang awam sekalipun untuk membedakan antara Salafi dan Teroris.<br />
<br />
Alhamdulillah dengan mudah sekali dapat ditemukan di dunia maya: PERINGATAN-PERINGATAN KERAS yang disampaikan oleh Salafi terhadap penyimpangan para Teroris, terutama yang mengatasnamakan JIHAD dalam aksi-aksi teror mereka. Bahkan sepanjang yang kami ketahui, tidak ada yang lebih keras membantah dan menerangkan penyimpangan Teroris melebihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah Salafiyin. Walhamdulillah sejak lama kami pribadi telah menulis tema ini dalam blog pribadi, seperti dalam beberapa link berikut:<br />
<br />
<a href="http://nasihatonline.wordpress.com/2010/07/03/105/" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://nasihatonline.wordpress.com/2010/07/03/105/</a> [Nasihat Kepada Teroris: Ketahuilah, Jihad Beda dengan Terorisme!!!]<br />
<br />
<a href="http://nasihatonline.wordpress.com/2010/08/23/perang-terhadap-teroris-khawarij-bukan-perang-terhadap-islam/" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://nasihatonline.wordpress.com/2010/08/23/perang-terhadap-teroris-khawarij-bukan-perang-terhadap-islam/</a> [PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ BUKAN PERANG TERHADAP ISLAM]<br />
<br />
<a href="http://nasihatonline.wordpress.com/2010/09/23/perang-terhadap-teroris-khawarij-adalah-kewajiban-pemerintah-muslim/" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://nasihatonline.wordpress.com/2010/09/23/perang-terhadap-teroris-khawarij-adalah-kewajiban-pemerintah-muslim/</a> [PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ ADALAH KEWAJIBAN PEMERINTAH MUSLIM]<br />
<br />
Bahkan terdapat web Salafi secara khusus membantah Terorisme: <a href="http://jihadbukankenistaan.com/" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://jihadbukankenistaan.com/</a><br />
<br />
Demikian pula telah ditulis sejumlah buku oleh Asatidzah Salafiyin untuk membantah penyimpangan Teroris diantaranya:<br />
<br />
1. “Mereka Adalah Teroris” karya Al-Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah, ditulis untuk membantah buku “Aku ‘Memang’ Teroris” karya Imam Samudera, dan buku ini mendapat reaksi keras, baik dari para teroris dan pendukungnya, maupun dari orang-orang yang simpati dengan sebagian prinsip-prinsip teroris seperti penulis buku “Siapa Teroris? Siapa Khawarij? seorang alumni Mesir yang kagum dengan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin/PKS.<br />
<br />
2. Antara Terorisme dan Jihad karya Al-Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah.<br />
<br />
Apakah semua ini tidak diketahui oleh para penuduh tersebut ataukah pura-pura tidak tahu!? <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
إن كنت لا تدري فتلك مصيبة ... وإن كنت تدري فالمصيبة أعظم<br />
</b></span><br />
“Jika engkau tidak tahu maka itu musibah, namun jika engkau sudah tahu maka musibahnya lebih besar.”<br />
<br />
Bukankah adanya bantahan-bantahan terhadap terorisme menunjukkan jauhnya Salafi dari keterkaitan dengan aksi-aksi terorisme?<br />
<br />
Tidakkah mereka tahu fakta ini ataukah sebenarnya mereka telah tahu namun sengaja menyembunyikannya disebabkan ketidaksukaan dan kekhawatiran mereka terhadap meluasnya penyebaran dakwah salafiyah dan tegasnya dakwah ini dalam memberantas syirik dan bid’ah?<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
وعين الرضا عن كل عيب كليلة ... ولكن عين السخط تبدي المساويا</b></span><br />
<br />
“Pandangan simpati menutupi segala cela, Pandangan benci menampakkan segala cacat.”<br />
<br />
Namun alhamdulillah Pemerintah RI secara umum dan Densus 88 secara khusus insya Allah telah dapat membedakan mana Salafi dan mana Teroris. Maka sangat aneh kalau orang-orang media tidak dapat membedakan antara putih dan hitam.<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ<br />
</b></span><br />
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” [Al-Hajj: 46]<br />
<br />
Inilah “Sebuah Jawaban Singkat” kami, insya Allah jika ada kelapangan waktu akan kami tulis “Sebuah Jawaban Panjang” yang lebih rinci.</span><span class="fcg"> </span></span></span></h6>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-62994854988758968362012-02-29T05:39:00.001-08:002012-02-29T05:43:58.339-08:00Keutamaan Membaca Bismillah<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: #333333;"></span></span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-rzsaioMKKBs/T04ri-b-aLI/AAAAAAAAAuI/WSvf2iI5fmE/s1600/bismillah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-rzsaioMKKBs/T04ri-b-aLI/AAAAAAAAAuI/WSvf2iI5fmE/s1600/bismillah.jpg" /></a></div><span style="font-size: small;"> Basmalah, merupakan bacaan (dzikir) yang kerap kali kita lantunkan. Basmalah adalah istilah dari penyebutan Bismillah, seperti hamdalah istilah dari Al Hamdulillah dan hauqalah istilah dari lahaula wala quwwata illa billah. Ia merupakan penggalan salah satu ayat dalam surat An Naml dan sebagai <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">ayat</a> pertama yang membuka surat Al Fatihah. Lebih dari itu, basmalah sebagai pembuka dari seluruh surat-surat Al Qur'an kecuali surat At Taubah (Al Bara'ah), namun bukan bagian dari surat-surat tersebut kecuali pada surat Al Fatihah.<br />
<br />
</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Membacanya pun akan mendapat balasan (pahala) sebagaimana pahala membaca ayat-ayat yang lain dalam Al Qur'an. Setiap hurufnya Allah subhanahu wata'ala memberi pahala satu kebaikan yang dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:<br />
"Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah (Al Qur'an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku (Nabi Muhammad) tidaklah mengatakan Alif Laam Miim adalah satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf." (H.R. At Tirmidzi no. 2910, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)<br />
<br />
<b>Tuntunan Memulai Amalan Dengan Basmalah</b><br />
<br />
Basmalah, tersusun dari tiga kata:</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><div align="right" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><b>بسم الله (ب -- اسم -- الله</b></span>). </span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"><br />
<br />
Yang diterjemahkan dalam bahasa kita: "Dengan menyebut nama Allah". Para ulama menerangkan bahwasanya ucapan basmalah ini sangat berguna bagi seseorang yang hendak melakukan suatu amalan yang mulia. Misalnya membaca basmalah ketika akan menulis atau membaca. Maksud dimulainya amalan tersebut dengan basmalah adalah agar tulisan atau bacaannya itu mendapat barakah dari Allah subhanahu wata'ala. Mendapat tsawab (pahala) dan bermanfaat. Jadi mengawali suatu amalan perbuatan atau perkataan itu dengan membaca basmalah tidak lain hanya dalam rangka bertabarruk (mencari barakah) kepada Allah subhanahu wata'ala dan untuk mendapatkan pahala dari-Nya. Sebuah keistemewaan yang sering dicari dan diimpikan oleh kebanyakan orang. <br />
Mengucapkan basamalah pada amalan-amalan yang bernilai, merupakan bimbingan Allah subhanahu wata'ala terhadap para nabi-Nya. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata'ala kisahkan dalam Al Qur'anul Karim tentang Nabi Nuh 'alaihis salam ketika mengajarkan kepada umatnya membaca basmalah disaat berlayar atau berlabuh. Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya):"Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Rabb-ku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Hud: 41)<br />
<br />
<br />
Demikian pula Allah subhanahu wata'ala mengisahkan dalam Al Qur'anul Karim tentang Nabi Sulaiman 'alaihis salam ketika mengirim risalah dakwah kepada Ratu Saba' diawali pula dengan basmalah. Sebagaimana firman-Nya: (artinya) "Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (An Naml: 30)<br />
<br />
<br />
Basmalah ini pun juga merupakan sunnah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Ketika wahyu pertama kali turun kepada beliau shalallahu 'alaihi wasallam adalah ayat: (artinya) "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang Menciptakan," (Al 'alaq: 1)<br />
Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam agar membaca kalamullah (Al Qur'an) dengan menyebut nama-Nya.<br />
<br />
<br />
Saudaraku yang semoga dirahmati Allah subhanahu wata'ala, ketahuilah bahwa barakah itu berasal dari Allah subhanahu wata'ala semata. Hal ini Allah subhanahu wata'ala tegaskan dalam firman-Nya (artinya):<br />
“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami melimpahkan barakah dari langit dan bumi.” (Al A’raf: 96)<br />
Siapa yang kuasa melimpahkan barakah dari langit dan bumi? Tentu, adalah Penguasa Tunggal langit dan bumi yaitu Allah Rabbul 'alamin. Sehingga Nabi shalallahu 'alaihi wasallam mengajarkan pula kepada umatnya untuk mencari barakah dengan menyebut-nyebut nama Allah yang terkandung dalam bacaan basmalah.<br />
<br />
<br />
Ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam mengirim beberapa <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">risalah </a>dakwah ke negeri-negeri kafir seperti negeri Romawi. Beliau mengawali risalahnya dengan basmalah. Hal ini juga dipraktekkan oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Ketika beliau radhiallahu 'anhu menulis risalah tentang zakat yang ditujukan untuk penduduk negeri Bahrain, beliau memulainya dengan basmalah (Lihat HR. Al Bukhari no. 1454). Suatu pengajaran dan pembelajaran kepada umat manusia, bahwa barakah itu hanya milik Allah subhanahu wata'ala. Sehingga permohonan barakah itu hanya ditujukan kepada Allah subhanahu wata'ala semata. Karena selain Allah subhanahu wata'ala tidak bisa memberikan barakah.<br />
<br />
<b>Barakah Bacaan Basmalah</b><br />
<br />
Saudaraku yang semoga Allah merahmati kita semua, diantara barakah dari bacaan basmalah ini adalah dapat memperdaya setan dan bala tentaranya yang mempunyai misi untuk memperdaya umat manusia dari jalan kebaikan. Kita pun tidak boleh merasa kecil hati dan takut dari gangguan mereka, selama kita berada diatas jalan Allah subhanahu wata'ala. Allah subhanahu wata'ala telah memberikan berbagai cara dan jalan untuk membentengi diri dari gangguan setan, diantaranya dengan membaca basmalah. <br />
<br />
<br />
Suatu ketika Usamah bin Umair dibonceng Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Lalu ia mengatakan: "Celakalah setan." Maka Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menegurnya, janganlah kamu mengatakan "celakalah setan", karena jika kamu katakan seperti itu, justru setan akan semakin membesar (dalam riwayat lain sebesar rumah). Setan akan berkata: "Dengan kekuatanku, aku akan melumpuhkannya." Namun bila kamu mengucapkan basmalah, pasti setan akan semakin kecil hingga seperti lalat. (HR. Ahmad 9/59, An Nasaa'i dalam Al Kubra 6/146, dan Abu Dawud no. 4330. Dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)<br />
<br />
<br />
Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang membaca: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ</b></span></div><br />
<br />
"Dengan menyebut nama Allah yang tidak akan bisa memudharatkan bersama nama-Nya segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," pada setiap hari di waktu shubuh dan sore sebanyak tiga kali maka tidak akan memudharatkan baginya sesuatu apa pun." (HR. At Tirmidzi no. 3310, dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)<br />
<br />
<br />
Dari shahabat Umayyah bin Makhsyi radhiallahu 'anhu, ia menceritakan tentang seseorang yang sedang makan dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam sedang duduk disekitarnya. Namun orang tadi lupa belum membaca basmalah hingga tidak tersisa kecuali sesuap saja. Ketika ia hendak memasukkan makanan tersebut kedalam mulutnya ia baru membaca:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللهِ في أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ</b></span></div><br />
<br />
"Dengan menyebut nama Allah di awal dan diakhirnya."<br />
Melihat hal itu Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tertawa, seraya berkata: "Setan itu senantiasa ikut makan bersamanya, hingga ketika ia membaca basmalah maka dimuntahkan apa yang ada dalam perut setan tersebut." (HR. Abu Dawud no. 3276) <br />
<br />
Beberapa Perkara Yang Dianjurkan Untuk Dimulai Dengan Menyebut Nama Allah<br />
Para pembaca yang mulia, berikut ini kami paparkan beberapa <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">perkara</a> yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam untuk mengawalinya menyebut nama Allah subhanahu wata'ala:<br />
<br />
<br />
<b>1. Ketika Hendak Tidur</b><br />
<br />
Dari shahabat Hudzaifah radhiallahu 'anhu berkata: "Kebiasaan (sunnah) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam ketika hendak tidur, beliau membaca:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا </b></span></div><br />
<br />
"Dengan menyebut nama-Mu Ya Allah, aku mati dan aku hidup."<br />
(HR. Al Bukhari no. 6334, dan Muslim no. 2711 dengan redaksi yang sedikit berbeda)<br />
<br />
<br />
<b>2. Ketika Keluar Dari Rumah</b><br />
<br />
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bila seseorang keluar dari rumahnya, lalu ia membaca: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ </b></span></div><br />
<br />
"Dengan nama Allah, aku bertawakkal hanya kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah."<br />
Maka dikatakan padanya: "Engkau telah mendapat petunjuk, engkau tercukupi dan engkau telah terjaga (terbentengi)," sehingga para setan lari darinya. Setan yang lain berkata: "Bagaimana urusanmu dengan seseorang yang telah mendapat petunjuk, tercukupi, dan terbentengi?!" (HR. Abu Dawud no. 4431)<br />
Atau dengan membaca: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِاسْمِكَ رَبِّي إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَزِلَّ أَوْ أَضِلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ </b></span></div><br />
<br />
"Dengan nama-Mu Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku berlindung Kepada-Mu jangan sampai aku salah atau sesat, menganiaya atau dianiaya, membodohi atau dibodohi." (HR. Ahmad no. 26164, riwayat dari Ummul Mukminin Ummu Salamah)<br />
<br />
<br />
<b>3. Ketika Masuk Kamar Mandi (WC)</b><br />
<br />
<br />
Dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya Rasulullah bersabda: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمْ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ </b></span></div><br />
<br />
"Penutup antara pandangan-pandangan jin dengan aurat bani Adam ketika seseorang masuk wc adalah membaca basmalah." (At Tirmidzi no. 551, dan dishahihkan oleh As Syaikh Al Albani)<br />
<br />
<br />
<b>4. Ketika Hendak Makan</b><br />
<br />
Dari Aisyah radhiallahu 'anha berkata: "Telah bersabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ </b></span></div><br />
<br />
"Bila salah seorang diantara kalian makan maka hendaknya ia mengucapkan bismillah, bila ia lupa diawalnya, maka hendaknya ia membaca bismillah fi awwalihi wa akhirihi." (HR. At Tirmidzi no. 1781, dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)<br />
<br />
<br />
<b>5. Ketika Hendak Berhubungan Dengan Istri</b><br />
<br />
Dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: "Berkata Nabi shalallahu 'alaihi wasallam: "Bila salah seorang diantara kalian menggauli istrinya, hendaknya ia berdo'a: <br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا</b></span> </div><br />
<br />
"Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami."<br />
Bila Allah subhanahu wata'ala memberikan karunia anak kepadanya maka setan tidak akan mampu memudharatkannya." (HR. At Tirmidzi no. 1012)<br />
<br />
<br />
<b>6. Ketika Hendak Menyembelih</b><br />
<br />
Disyari'atkan pula dalam penyembelihan hewan dengan membaca basmalah. Bahkan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">hukumnya</a> bukan sekedar mustahab (anjuran) saja tetapi wajib. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ</b></span></div><br />
<br />
"Hendaknya menyembelih dengan (menyebut) nama Allah (basmalah)." (HR. Al Bukhari no.5500)<br />
Maka sebelum menyembelih hewan hendaknya membaca:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ </b></span></div><br />
<br />
(HR. Abu Dawud no. 2427)<br />
<br />
<br />
<b>7. Ketika Hendak Memasukkan Jenazah ke Liang Kubur</b><br />
<br />
Disunnahkan (dianjurkan) membaca:<br />
<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span><div align="right"><span style="font-size: large;"><b>بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ </b></span></div><br />
<br />
"Dengan menyebut nama Allah dan diatas sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam." (HR. Abu Dawud no. 2798)<br />
<br />
<br />
Demikian pula perkara-perkara yang lain, termasuk amalan jihad fi sabilillah yang merupakan puncak tertinggi dalam Islam hendaknya juga diawali dengan membaca basmalah sebagaimana yang diriwayatkan Al Imam At Tirmidzi no. 1337 dari shahabat Buraidah radhiallahu 'anhu. <br />
Akhir kata, semoga kajian yang ringkas ini dapat menambah iman dan ilmu kita serta lebih menguatkan keterkaitan diri kita kepada Allah subhanahu wata'ala Rabbul 'alamin. Amien Ya Rabbal 'alamin. <br />
<br />
<br />
Sumber: assalafy.org</span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-13586392112882201112012-02-29T05:22:00.000-08:002012-02-29T05:22:24.414-08:00Mereka Bilang Wahabi Sesat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-FXlDYrnXKbE/T04l9-XOXOI/AAAAAAAAAuA/ih6OPiQ1OPc/s1600/wahabi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-FXlDYrnXKbE/T04l9-XOXOI/AAAAAAAAAuA/ih6OPiQ1OPc/s1600/wahabi.jpg" /></a></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Pertarungan antara ahlu <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">tauhid</a> dan ahlu syirik merupakan sunnatullah yang tetap berjalan, tiada berakhir hingga matahari terbit dari sebelah barat. Hal ini merupakan ujian dan cobaan bagi ahlul haq agar terjadi jihad fi sabilillah dengan lidah, pena, ataupun senjata.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Seandainya Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebaian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad : 4)<br />
</blockquote></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Kita lihat musuh-musuh tauhid berusaha sekuat tenaga dengan mengorbankan waktu dan harta mereka tanpa mengenal lelah untuk membela kebatilan mereka, menebarkan kesesatan mereka, dan memadamkan cahaya Rabb mereka.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. (At Taubah : 32).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Salah satu senjata pamungkas mereka untuk memadamkan cahaya Allah ialah dengan menjauhkan manusia dari da'i yang berpegang teguh dengan Al Qur-an dan As Sunnah, dengan gelar-gelar yang jelek dan mengerikan. Seperti kata yang populer di tengah masyarakat, yaitu Wahhabi. Semua itu dengan tujuan menjauhkan manusia dari dakwah yang haq.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Apa sebenarnya Wahhabi itu? Mengapa mereka begitu benci setengah mati terhadap Wahhabi? Sehingga buku-buku yang membicarakan Muhammad bin Abdul Wahhab mencapai 80 kitab atau lebih. Api kebencian mereka begitu membara hingga salah seorang di antara mereka mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukan anak manusia, melainkan anak setan, Subhanallah, adakah kebohongan setelah kebohogan ini?</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan kecuali dusta. (Al Kahfi : 5).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Hal seperti ini terus diwarisi hingga sekarang. Maka kita liha orang-orang yang berlagak alim atau kyai bangkit berteriak memperingatkan para pengikutnya, membutakan hati mereka dari dakwah yang penuh barakah ini, dan dari para da'i penyeru <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">tauhid</a>, pemberantas syirik dengan sebutan-sebutan dan gelar-gelar yang menggelikan, seperti gelar Wahhabi. Padahal mereka (para pengikut ahli bid'ah ini) tidak mengetahui hakikat da'wah yang dilancarkan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (Al Baqarah : 13).<br />
Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (Al Hasyr : 13).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Yang mereka dengar hanyalah tuduhan-tuduhan di tepi jurang yang runtuh lalu bangunannya jatuh bersama-sama dia ke dalam neraka Jahannam. Tuduhan-tuduhan mereka tidaklah ilmiyah sama sekali, lebih lemah dari sarang laba-laba.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (Al Ankabut : 41).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Semoga kalimat sederhana ini dapat membuka pandangan mata mereka terhadap dakwah ini dan agar binasa orang yang binasa di atas keterangan yang nyata pula. Dan jangan sampai mereka termasuk orang-orang yang difirmankan oleh Allah:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Dan apabila dikatakan kepada mereka, Bertaqwalah kepada Allah, maka bangkitlah kesombongan mereka untuk berbuat dosa. Maka cukuplah baginya neraka jahannam. Sesungguhnya neraka jahannam itu adalah tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (Al Baqarah : 206).<br />
</blockquote><strong> <br />
Apakah Wahhabi itu?<br />
</strong> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Perlu ditegaskan di sini bahwa penamaan dakwah ini dengan dakwah Wahhabiyah dan para pengikutnya dengan Wahhabi merupakan kesalahan kalau ditinjau dari segi lafadz dan maknanya.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dari segi lafadz, penamaan Wahhabiyah ini dinisbatkan kepada Abdul Wahhab yang tidak mempunyai sangkut paut dengan dakwah ini, dan tidak dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdil Wahhab -yang menurut mereka, beliau adalah pendirinya-. Kalaulah mereka jujur, tentu menamakannya dengan Dakwah Muhammadiyyah karena nama beliau adalah Muhammad. Namun karena mereka menganggap bahwa jika menamakan dakwah ini dengan Dakwa Muhammadiyyah tidak akan menjauhkan manusia, maka mereka menggantinya dengan Dakwah Wahhabiyah.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Adapun dari segi makna, maka mereka juga keliru di dalamnya, sebab dakwah ini mengikuti manhaj dakwah As Salaf Ash Shalih dari kalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Kalaulah mereka jujur, tentunya menamai dakwah ini dengan dakwah salafiyyah.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Jadi apakah Wahhabiyah itu? Dalam Kitab Fatwa Al Lajnah Ad Da'imah1) Juz 2, hal 174 diterangkan:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Wahhabiyah adalah sebuah lafadz yang dilontarkan oleh musuh-musuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab disebabkan dakwa beliau di dalam memurnikan tauhid, memberantas syirik, dan membendung seluruh tata cara ibadah yang tidak dicontohkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tujuan mereka dalam menggunakan lafadz ini ialah menjauhkan manusia dari dakwah beliau dan menghalangi mereka agar tidak mau mendengarkan perkataan beliau.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sungguh sangat mengherankan omongan kebanyakan manusia, ketika mereka melihat seorang yang mengagungkan tauhid, menyeru, dan membelanya, mereka menyebutnya sebagai Wahhabi. Yang lebih lucu lagi, ketika mereka menyatakan bahwa Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim keduanya adalah Wahhabi. Subhanallah! Apakah Muhammad bin Abdil Wahhab melahirkan orang yang hidupnya lebih dulu beberapa abad dari dirinya?</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, Mungkin sebagian orang-orang bodoh akan menuduh Imam As Suyuti itu dengan Wahhabi sebagaimana adat mereka. Padahal jarak wafat antara keduanya kurang lebih 300 tahun. Aku teringat cerita menarik sekali, terjadi di salah satu sekolah di Damaskus ketika seorang guru sejarah beragama Nashara menceritakan tentang sejarah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan dakwahnya dalam memerangi syirik, kurafat dan kebid'ahan. Sehingga seakan-akan guru Nashara itu memuji dan kagum kepadanya. Maka berkatalah salah seorang muridnya, 'Wah guru kita menjadi Wahhabi!'</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Demikianlah kebencian mereka terhadap Muhammad bin Abdil Wahhab dan orang-orang yang mengikuti dakwahnya, bahkan kepada orang Nashranipun -yang nyata-nyata bukan Muslimin- mereka tuduh Wahhabi.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Dan orang-orang kafir itu tidak menyiksa orang-orang mukmin, melainkan karena mereka beriman kepada Allah Maha Perkasa Lagi Mana Terpuji. (Al Buruj : 8).<br />
</blockquote><strong> <br />
Tuduhan dan Jawaban<br />
</strong> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Beragam penilaian manusia dalam menilai dakwah ini. Sebagian mereka berkeyakinan bahwa dakwah ini adalah madzhab kelima setelah empat madzhab yang lain. Sebagian lagi menganggap bahwa Wahabbi sangat ekstrim sehingga mudah mengkafirkan kaum muslimin. Sebagian lagi menganggap bahwa Wahhabi tidak mencintai Rasulullah dan para wali. Serta anggapan-anggapan lainnya yang sama sekali tidak ada buktinya.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sebelum membantah tuduhan-tuduhan mereka renungilah perkataan Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha berikut ini: Pada masa kecilku, aku sering mendengar cerita tentang Wahhabiyah dari buku-buku Dahlan, dan selainnya. Sayapun membenarkannya karena taqlid kepada guru-guru kami dan bapak-bapak kami. Saya baru tahu tentang hakikat jama'ah ini setelah hijrah ke Mesir. Ternyata aku mengetahui dengan yakin bahwa mereka (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya) yang berada di atas hidayah. Kemudian saya telaah buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, anak-anaknya, dan cucu-cucunya serta ulama-ulama lainnya dari Nejed, maka saya mengetahui bahwa tidak sebuah tuduhan serta celaan yang dilontarkan kepada mereka kecuali mereka menjawabnya. Jika tuduhan itu dusta mereka berkata, Maha Suci Engkau (Ya, Allah), ini adalah kedustaan yang besar. Tetapi jika tuduhan itu ada asalnya, mereka menjelaskan hakikatnya dan membantahnya. Sesungguhnya Ulama Sunnah dari India dan Yaman telah meneliti, membahas dan menyelidiki tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan bahwa para pencela itu tidak amanah dan tidak jujur.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Baiklah, sekarang kita simak tuduhan-tuduhan mereka berikut jawabannya.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Agar Allah menetapkan yang haq, dan membatilkan yang batil walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukainya. (Al Anfal : 8).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong>1. Mereka -ahli bid'ah- menganggap bahwa dakwah Wahhabiyah merupakan madzhab kelima setelah empat madzhab lainnya (Hambali, Maliki, Syafi'i dan Hanafy).</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ini merupakan kejahilan mereka, sebab telah merupakan perkara yang masyhur dan memang nyata bahwa dakwah ini bukanlah dakwah baru. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam hal aqidah mengikuti madzhab Salaf. Adapun dalam masalah furu' mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Maka bagaimanakah mereka menyatakan bahwa Wahhabiyah merupakan dakwah baru serta dianggapnya sebagai jama'ah sesat dan rusak? Semoga Allah menghancurkan kejahilan, hawa nafsu dan taqlid.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikh Muhammad Jamil Zainu juga pernah bercerita, Aku pernah bertemu seseorang di Suriah yang mengatakan tentang Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab bahwa beliau adalah pendiri madzhab kelima dari empat madzhab. Maka akupun berkata kepadanya bahwa bagaimana anda mengatakan demikian padahal bukankah sudah mashur kalau madzhab beliau adalah Hambali? Sungguh ini adalah kedustaan dan tuduhan tanpa bukti.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />
2. Mereka menganggap bahwa dakwah Wahhabiyah mudah mengkafirkan kaum muslimin.</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sendiri yang menjawab tuduhan ini ketika menuliskan dalam suratnya kepada Suwaidiy -seorang alim dari Iraq-, Adapun apa yang kalian sebutkann bahwa saya mengkafirkan kaum manusia, kecuali yang mengikutiku dan bahwasanya aku menganggap pernikahan-pernikahan mereka tidak sah, maka saya katakah bahwa sungguh mengherankan, bagaimana hal ini dapat masuk akal, apakah ada seorang muslim yang mengatakan demikian. Ketahuilah aku berlepas diri kepada Allah dari tuduhan ini, yang tidak muncul melainkan dari orang yang terbalik akalnya. Adapun yang saya kafirkan adalah orang yang telah mengetahui agama Rasul, kemudian setelah mengetahuinya ia mencelanya, melarangnya dan memusuhi orang yang menegakkannya. Inilah yang saya kafirkan.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />
3. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun tidak mencintai Rasulullah.</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ketahuilah wahai orang-orang yang berakal, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mempunyai kitab yang berjudul Mukhtashar Sirah Ar Rasul yang berisi tentang perjalanan hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ini menunjukkan kecintaan beliau terhadap beliau shallallahu 'alaihi wasallam.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Maka tuduhan ini merupakan kedustaan dan kebohongan yang akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah. Kemudian kita katakan kepada mereka -penuduh- apakah cinta kepada Rasulullah itu dengan mengadakan maulid Nabi, shalawatan bid'ah, atau selainnya yang tidak pernah diajarkan Rasulullah sendiri? Ataukah dengan mengagungkan sunnahnya, menghidupkannya, dan membelanya, serta memberantas lawannya (yaitu bid'ah) sampai keakar-akarnya. Jawablah wahai orang-orang yang dikaruniai akal.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <blockquote> Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (Ali Imran : 31).<br />
</blockquote></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Al Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya juz 2 hal 37, Ayat ini merupakan hakim bagi setiap prang yang mengakui mencintai Allah padahal tidak mengikuti manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah. Dia dianggap dusta dalam pengakuannya hingga dia mengikuti syari'at Rasulullah dalam segala hal, baik dalam perkataan, perbuatan maupun keadaan.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />
4. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun menganggap diri mereka maksum, sehingga hanya merekalah yang benar dan tidak menerima kesalahan. Adapun selain mereka dianggap penuh kesalahan dan tidak pernah benar.</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sungguh ini adalah tuduhan dusta. Inilah kitab-kitab ulama kami dan dialog mereka bersama bersama musuh-musuh mereka. Tidak dijumpai seperti yang dituduhkan ini. Bahkan mereka menerangkan Al Haq dan membantah Al Bathil dengan hujjah yang kuat dan penuh hikmah. Dan mereka -para ulama- tidak menganggap diri mereka terjaga dari dosa ataupun menolak kebenaran yang datang dari kesalahan mereka.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Inilah imam mereka (Wahhabiyun), Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam salah satu suratnya berkata, Dan aku berharap agar aku tidak menolak kebenaran yang datang kepadaku. Aku bersaksi kepada Allah, para Malaikat-Nya bahwa apabila datang kepadaku kebenaran, aku akan menerimanya dan aku akan lemparkan semua perkataan imamku yang menyelisihi kebenaran, selain Rasulullah, karena ia tidak mengatakan sesuatu kecuali al haq.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />
5. Mereka menuduh bahwa Wahhabiyun mengingkari syafa'at Rasulullah.</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan, Tidak asing lagi bagi orang yang berakal dan mempelajari sirah perjalanan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya yang harum namanya, bahwa mereka semuanya berlepas diri dari tuduhan ini. Lihatlah imam Muhammad bin Abdil Wahhab telah menetapkan syafa'at Rasul bagi umatnya dalam berbagai karya-karya beliau, seperti Kitab Tauhid dan Kasyfus Subhat, maka dari sini jelaslah bagi kita bahwa tuduhan ini bathil dan dusta. Sebenarnya yang diingkari oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah meminta syafa'at kepada orang-orang yang sudah mati.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><strong><br />
6. Mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab diakhir hayatnya menyimpang dari jalan yang benar dengan menolak beberapa hadits yang tidak cocok dengan akalnya.</strong></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
Jawaban:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah menyanggah tuduhan ini dengan perkataan, Ini termasuk tuduhan dusta karena beliau diwafatkan sedangkan beliau termasuk da'i besar yang menyeru kepada aqidah salaf dan manhaj yang shahih, maka tuduhan ini sangatlah dusta karena beliau sangat menghormati sunnah, menerima dan mendakwahkannya hingga akhir hayatnya,</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Inilah sekelumit tuduhan-tuduhan ahli bid'ah terhadap dakwah yang pernah barakah ini. Semua itu hanyalah kedustaan di atas kedustaan. Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Al Imam Ibnul Mubarak, Isnad itu termasuk agama, seandainya tanpa isnad maka manusia akan berkata semaunya.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Syaikhul <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Islam</a> Ibnu Taimiyah juga berkata dalam Majmu' Fatawa Juz I/9:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Ilmu sanad dan riwayat merupakan kekhususan umat nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Allah menjadikannya sebagai tangga kebenaran. Ketika Ahlul Kitab tidak mempunyai ilmu sanad maka bertebaranlah penukilan-penukilan dusta diantara mereka. Demikian juga para penyesat dan ahlu bid'ah dari kalangan umat ini sama dengan Ahlu Kitab, tidak ada bedanya. Maka dengan ilmu sanadlah dapat terbedakan antara al haq dan al bathil.</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Untuk mengakhiri pembahasan kita, rasanya sangat penting bagi kita untuk memperhatikan tiga perkara berikut ini sekaligus sebagai kesimpulan dari uraian di atas:</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <ol><li>Hakikat dakwah Wahhabiyah. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: Hakikat dakwa ini, sebagaimana dakwah Nabi Muhammad, yaitu memurnikan tauhid dan mewujudkan tuntutan syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammadur rasulullah. Yang demikian itu dengan memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja dan menjadikan Rasulullah sebagai panutan yang agung. Mereka (Wahhabiyun) adalah golongan yang berjalan di atas manhaj Salaf dari kalangan shahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka, baik dalam aqidah, perkataan ataupun perbuatannya. Inilah manhaj yang wajib bagi setiap muslim untuk berjalan di atasnya, meyakininya dan mendakwahkannya.</li>
<li><a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Hukum</a> orang yang mencela Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Syaikh Abdul Aziz bin Baz selanjutnya menegaskan, Sesungguhnyua orang-orang yang mencela Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ada dua kemungkinan. Yang pertama dia adalah seorang yang gandrung degnan syirk sehingga ia memusuhi Syaikh karena dakwahnya yang mengajak kepada tauhid dan memberantas segala macam kesyirikan. Yang kedua dia adalah orang yang jahil yang tertipu oleh da'i- da'i penyesat. Maka alangkah lucunya golongan jahil ini karena mereka mengikuti orang yang jahil sejenis mereka.</li>
<li>Himbauan dan Ajakan. Kepada mereka yang benci dan hasad kepada dakwah yang penuh barakah ini, kami katakan, Bukalah pandangan mata kalian, bangunlah dari tidur kalian, hilangkan segala kedengkian yang ada di hati kalian, bacalah, cermatilah buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan para pengikutnya dengan lapang dada, niscaya kalian akan dapati bahwa kalian berada dalam tipuan dan kegelapan.</li>
</ol></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">--------------</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">1) Sebuah lembaga pemberi fatwa di Saudi Arabia</div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Disarikan dari tulisan Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah pada Majalah As Sunnah Edisi 12/Th.IV/1421 - 2000.<br />
<br />
Sumber: salafyoon.net</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-82689435135337167112012-02-29T04:59:00.000-08:002012-02-29T04:59:57.361-08:00Mengenal Syaikh Muhammad Syakir<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-mcUQYzZPE48/T04gu7XjwAI/AAAAAAAAAt4/297wOIydokI/s1600/pena.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-mcUQYzZPE48/T04gu7XjwAI/AAAAAAAAAt4/297wOIydokI/s1600/pena.jpg" /></a></div><h2 style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Mengenal Syaikh Muhammad Syakir</span></h2><h2 style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></h2><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Dia adalah seorang `alim yang <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">mulia</a> dan penulis yang produktif, seorang pembaharu universitas Al-Azhar dan tokoh yang mulia Syaikh Muhammad Syakir bin Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits dan keluarga Abi `Ulayyaa` dan keluarga yang dermawan yang telah dikenal sebagai keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Lahir di Jurja pada pertengahan Syawal tahun 1282 H. Beliau menghapal Al-Qur`an di sana, dan belajar dasar-dasar studinya (di sana), kemudian beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke universitas Al-Azhar dan beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Dan kemudian beliau menduduki jabatan sebagai ketua <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">mahkamah</a> mudiniyyah Al-Qulyubiyyah, dan tinggal di sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Dan dia adalah orang pertama yang menduduki jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum hakim yang syar`i di Sudan di atas asas yang paling terpercaya dan paling kuatnya, kemudian pada tahun 1322 H beliau ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama lskandariyyah sampai membuahkan hasil, dan memunculkan bagi kaum muslimin orang-orang yang menunjukkan (umat supaya) dapat mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, kemudian beliau ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, sampai beliau menebarkan benih-benih yang baik, kemudian beliau menggunakan kesempatan pendirian jam`iyyah Tasyni`iyyah pada tahun 1913 M kemudian beliau berusaha untuk menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dan jabatan-jabatan tersebut, dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya, bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaaan pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas, dan dia memiliki pemikiran-pemikiran yang benar pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang membakar, senantiasa ada yang menentang itu semua yang mengumandangkannya pada pikiran-pikiran sebagian besar orang-orang yang bensikeras terhadap perkara-perkara Ijtimaiyyah, dan termasuk dan karakteristik beliau yaitu bahwa beliau mengokohkan agamanya, mengokohkan dirinya di dalam aqidahnya, mengokohkan pemikirannya, dia itu pemberani bukan pengecut, dia tidak menghindar dari seorangpun, dan dia tidak merasa takut kecuali hanya kepada Allah Ta`ala.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Dan dia adalah orang yang kokoh di dalam keilmuan baik secara~ naqliyah (dalil-dalil Al-Kitab dan As-sunnah) maupun secara aqliyah, dan tidak ada seorangpun yang dapat menyepak dia di dalam diskusi maupun perdebatan karena dalamnya dia di dalam menegakkan hujjah-hujjah dan membuat sang pendebat menjadi terdiam, karena kesuburan otaknya dan pemikiran-pemikirannya yang berantai, dan karena pemikiran-pemikirannya terangkaikan di atas kaidah-kaidah mantiq yang shahih lagi selamat.</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Dan pada akhir umur beliau terbaring di rumahnya karena sakit, dan beliau selalu berada di ranjangnya, tatkala lumpuh menimpanya beliau merasakannya dengan sabar dan penuh berharap (akan ampunanNya), beliau ridha terhadap Tuhannya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan bahwa dinirya benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi dirinya berdasarkan agamanya, dan umatnya, menunggu panggilan Rabbnya kepada hamba-Nya yang shaleh. Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama`ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam sorga-Ku (AI-Fajr: 27-30)</span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Semoga Allah Ta`ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas, beliau rahimahullah wafat pada tahun (1358) H yang bertepatan pada (1939) M dan semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-`Allamah Syaikh Ahmad Muhammad Syakir Abil Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun 1958 M rahimahullah yang telah menulis suatu nisalah tentang perjalanan hidup ayahnya yang diberi nama Muhammad Syakir seorang tokoh dan para tokoh zaman. Selesai dengan (beberapa) pengubahan dari biografi anaknya Al-`Allamah Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah.<br />
<br />
Sumber: salafyoon.net</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-80022792764683867962012-02-26T14:43:00.001-08:002012-02-26T14:43:49.658-08:00Metode Yang Benar Dalam Memahami Islam<div class="separator" style="clear: both; font-family: Verdana,sans-serif; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-mz3goTwbmsA/T0q0o6uD9UI/AAAAAAAAAtc/fBQKSuAi-aQ/s1600/pesan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-mz3goTwbmsA/T0q0o6uD9UI/AAAAAAAAAtc/fBQKSuAi-aQ/s1600/pesan.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="color: #333333;"><b>Metode Yang Benar Dalam Memahami Islam</b><br />
Adalah suatu fenomena yang kita saksikan dan tidak bisa dipungkiri bahwasanya ummat <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Islam</a> sudah terpecah belah menjadi beberapa golongan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengabarkan bahwasanya ummatnya akan terpecah menjadi 73 golongan (dan ini sudah terjadi), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya.<br />
<br />
Akan tetapi, ketika ditanyakan kepada golongan-golongan tersebut, mereka menjawab bahwasanya mereka berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah bahkan masing-masing golongan menyatakan golongannyalah yang benar sedangkan yang lainnya salah/sesat, bersamaan dengan itu kita ketahui dan saksikan bahwa golongan-golongan tersebut satu sama lainnya saling bertentangan, bermusuhan bercerai-berai dan tidak berada dalam satu manhaj yang menyatukan mereka. Hal ini seperti dikatakan di dalam sya'ir: "Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila akan tetapi Laila tidak mengakuinya<br />
<br />
Untuk itu satu hal yang pasti bagi kita bahwasanya kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang yaitu golongan yang benar dan selamat hanya satu yaitu orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya (salaf) sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang mutawatir. Dengan kata lain golongan yang selamat tersebut adalah orang-orang yang memahami dinul <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">Islam</a> dengan pemahaman salafush shalih (manhaj salaf).<br />
<br />
Sedangkan manhaj salaf adalah suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan tabi'ut tabi'in di dalam memahami dinul Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut Salafy atau As-Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun.<br />
<br />
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: "As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf." (Siyar A'lamin Nubala` 6/21).<br />
<br />
Kemudian di sini akan dikemukakan sebagian dalil-dalil yang menyatakan bahwa manhaj yang benar dalam memahami agama adalah manhaj salaf serta kewajiban bagi kita untuk mengikuti manhaj tersebut, yaitu: <br />
<br />
1. Firman Allah subhanahu wa ta'ala :"Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat." (Al-Fatihah:6-7).<br />
<br />
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: "Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya?, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi'ah)." (Madarijus Salikin 1/72). <br />
<br />
Hal ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami agama ini adalah manhaj yang benar dan <i>di atas jalan yang lurus</i>, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus pula.<br />
<br />
2. "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian." (Al-Baqarah:143).<br />
<br />
Allah telah menjadikan mereka orang-orang pilihan lagi adil, mereka adalah sebaik-baik ummat, paling adil dalam perkataan, perbuatan serta keinginan mereka, karena itu mereka berhak untuk menjadi saksi atas sekalian manusia, Allah mengangkat derajat mereka, memuji mereka serta menerima mereka dengan penerimaan yang baik.<br />
Dengan ini jelaslah bahwasanya pemahaman para shahabat merupakan hujjah atas generasi setelah mereka dalam menjelaskan nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. <br />
<br />
3. "Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ali 'Imran:101).<br />
<br />
Para shahabat adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada agama Allah, karena Allah adalah pelindung bagi siapa saja yang berpegang teguh kepada (agama)-Nya sebagaimana firman Allah: "Dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah pelindung kalian maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Al-Hajj:78).<br />
Dan telah dimaklumi bahwasanya perlindungan dan pertolongan Allah kepada para shahabat sangat sempurna, hal tersebut menunjukkan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, mereka adalah orang-orang yang memberi petunjuk dengan persaksian dari Allah.<br />
<br />
4. "Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah." (Ali 'Imran:110).<br />
Allah telah menetapkan atas mereka keutamaan atas sekalian ummat, hal tersebut karena keistiqamahan mereka pada segala hal, karena mereka tidak akan melenceng dari jalan yang lurus, Allah telah bersaksi atas mereka bahwasanya mereka menyuruh kepada setiap yang ma'ruf, mencegah dari setiap kemunkaran, berdasarkan hal tersebut merupakan suatu keharusan bahwasanya pemahaman mereka merupakan hujjah bagi generasi setelahnya hingga Allah menetapkan putusannya.<br />
<br />
5. "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa`:115).<br />
Berkata Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi: "Para 'ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan generasi pertama dari ummat ini,?." (Al-Mirqat Fi Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37).<br />
Syaikhul Islam berkata: "Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin-red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran." (Majmu' Fatawa 7/38).<br />
<br />
Maksud ayat tersebut, bahwasanya Allah mengancam siapa saja yang mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin (dengan neraka Jahannam), maka jelaslah bahwasanya mengikuti jalannya para shahabat dalam memahami syari'at Allah wajib hukumnya, sedangkan menyalahinya merupakan suatu kesesatan.<br />
<br />
6. "Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah:100).<br />
<br />
Makna dalil tersebut, bahwasanya Tuhan manusia memuji orang-orang yang mengikuti manusia terbaik, maka diketahui dari hal tersebut bahwasanya jika mereka mengatakan suatu pandangan kemudian diikuti oleh pengikutnya pantaslah pengikut tersebut untuk mendapatkan pujian dan ia berhak mendapatkan keridhaan, jika sekiranya mengikuti mereka tidak membedakan dengan selain mereka maka tidak pantas pujian dan keridhaan tersebut.<br />
<br />
7. "Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan:74).<br />
Maka orang-orang bertaqwa secara keseluruhan berimam kepada mereka. Adapun taqwa merupakan kewajiban, di mana Allah dengan gamblang menyebutkannya dalam banyak ayat. Tidak memungkinkan untuk menyebutkannya di sini, maka jelaslah bahwa berimam kepada mereka wajib, adapun berpaling dari jalan mereka akan menyebabkan fitnah dan bencana.<br />
<br />
8. "Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku." (Luqman:15).<br />
Seluruh shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang kembali kepada Allah, maka Allah memberikan hidayah kepada mereka dengan perkataan yang baik, serta berbuat amal shalih.<br />
Maka merupakan suatu kewajiban untuk mengikuti manhaj para shahabat dalam memahami agama Allah baik yang ada dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah.<br />
<br />
9. "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (As-Sajdah:24).<br />
Sifat-sifat yang disebutkan pada ayat tersebut di atas adalah berkenaan dengan sifat-sifat para shahabat Nabi Musa 'alaihis salam, Allah mengabarkan bahwasanya Dia menjadikan mereka sebagai imam yang diikuti oleh orang-orang sesudah mereka karena kesabaran dan keyakinan mereka, jika demikian kesabaran dan keyakinan merupakan jalan untuk menjadi Imam (pemimpin) dalam agama.<br />
<br />
Dan sangat dimaklumi bahwasanya shahabat-shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak dengan sifat-sifat tersebut daripada ummat Nabi Musa, mereka lebih sempurna keyakinan dan kesabaran dari segenap ummat, maka mereka lebih berhak untuk menjadi imam dan ini merupakan hal yang paten berdasarkan persaksian dari Allah dan pujian Rasulullah atas mereka.<br />
<br />
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah adalah sebagai berikut:<br />
<br />
1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah (generasi) pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian generasi berikutnya." (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu). <br />
Allah telah melihat hati-hati para shahabat Rasulullah di mana Dia mendapatkannya sebaik-baik hati para hamba setelah hati Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Dia memberikan kepada mereka pemahaman yang tidak dapat dijangkau oleh generasi berikutnya, karena itulah apa yang dalam pandangan shahabat merupakan suatu kebaikan demikian pula dalam pandangan Allah dan apa yang dalam pandangan shahabat jelek, jelek pula dalam pandangan Allah.<br />
<br />
2. Dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu berkata: "Kami melaksanakan shalat maghrib bersama Rasulullah, lalu kami berkata: "Sekiranya kita tetap di sini hingga kita melaksanakan shalat 'isya bersama beliau", kemudian kami duduk, lalu beliau mendatangi kami seraya berkata: "Kalian masih tetap di sini?" kami berkata: "Ya Rasulullah, kami shalat bersama Engkau, kemudian kami berpendapat: kita duduk di sini hingga melaksanakan shalat 'isya bersama Engkau." Beliau berkata: "Ya". Abu Musa berkata: "Kemudian beliau mengangkat kepalanya ke langit dan beliau sering melakukan hal tersebut, lalu beliau bersabda: "Bintang-bintang adalah penjaga langit, jika bintang-bintang telah redup, diberikan kepada langit persoalannya dan Aku adalah penjaga bagi shahabat-shahabatku, jika aku telah tiada maka persoalan akan diserahkan kepada shahabat-shahabatku, dan shahabat-shahabatku adalah penjaga ummatku, jika shahabat-shahabatku telah tiada maka persoalan diserahkan kepada ummatku". (HR. Muslim).<br />
<br />
3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian mencela shahabat-shahabatku, demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya salah seorang di antara kalian berinfaq dengan emas sebesar gunung uhud, tidak dapat menyamai (pahala) satu mud infaq mereka, tidak pula setengahnya." (Muttafaqun 'alaih).<br />
<br />
4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham?" (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan lainnya dari Al-'Irbadh bin Sariyah, lihat Irwa`ul Ghalil no. 2455).<br />
<br />
5. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Terus-menerus ada sekelompok kecil dari ummatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu." (Muttafaqun 'alaih dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, dan ini adalah lafazh Muslim).<br />
<br />
6. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "?Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya: "Siapa dia wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada (di atasnya)." (HR. At-Tirmidzi dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash).<br />
<br />
Sedangkan ucapan para 'ulama akan wajibnya berpegang dengan <a href="http://elhijrah.blogspot.com/">manhaj salaf </a>adalah:<br />
Al-Imam Al-Auza'i berkata: "Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah)." (Asy-Syari'ah, Al-Ajurri hal. 63).<br />
<br />
Al-Imam As-Sam'ani berkata: "Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj as-salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama)." (Al-Intishar li Ahlil Hadits, Muhammad bin 'Umar Bazmul hal. 88).<br />
<br />
Al-Imam Al-Ashbahani berkata: "Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi'in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya." (Al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah 2/437-438).<br />
<br />
Al-Imam Asy-Syathibi berkata: "Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf maka ia adalah kesesatan." (Al-Muwafaqat 3/284).<br />
<br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar." (Majmu' Fatawa 4/155). Beliau juga berkata: "Bahkan syi'ar ahlul bid'ah adalah meninggalkan manhaj salaf." (Majmu' Fatawa 4/155).<br />
<br />
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal 'Alamin. Wallahu a'lamu bish shawab.<br />
<br />
Maraji': <br />
1. Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf, Asy-Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilali; <br />
2. Majalah Syari'ah ed. 04.<br />
<br />
<br />
Sumber: darussalaf.or.id</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-40026560416162634662012-02-26T07:17:00.000-08:002012-02-26T07:17:58.615-08:00Pembagian Jenis Permintaan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-5u331EbYDcg/T0pMRh5L7SI/AAAAAAAAAtU/G-WSgPpB7M4/s1600/305375_2598353597337_1209670513_3141857_1187709595_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-5u331EbYDcg/T0pMRh5L7SI/AAAAAAAAAtU/G-WSgPpB7M4/s1600/305375_2598353597337_1209670513_3141857_1187709595_n.jpg" /></a></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><b>Jenis Permintaan ada 5 macam:</b><br />
<br />
1. Isti’anah (Permintaan) kepada Allah Ta’ala yaitu isti’anah yang mengandung kesempurnaan sikap merendahkan diri dari seorang hamba kepada Rabbnya, dan menyerahkan seluruh perkara kepada-Nya, serta meyakini bahwa hanya Allah yang bisa memberi kecukupan kepadanya.<br />
Isti’anah seperti ini tidak boleh diserahkan kecuali kepada Allah Ta’ala. Dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
<strong>إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Al-Fatihah: 4)<br />
<br />
Karenanya, memalingkan isti’anah jenis ini kepada selain Allah Ta’ala merupakan perbuatan kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari agama.</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
2. Isti’anah kepada makhluk dalam perkara yang makhluk tersebut mampu melakukannya.<br />
<br />
Hukum bagi isti’anah jenis ini tergantung pada perkara yang dimintai pertolongan padanya. Jika perkara tersebut berupa kebaikan maka boleh dilakukan oleh orang yang meminta tolong, sementara yang dimintai tolong disyariatkan untuk memenuhinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Al-Maidah: 2)<br />
Jika permintaan tolongnya pada perbuatan dosa maka hukumnya haram bagi yang meminta tolong dan juga bagi memberikan pertolongan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS.Al-Maidah: 2)<br />
<br />
Adapun jika perkaranya adalah perkara mubah maka itu dilakukan boleh yang meminta pertolongan dan bagi orang yang dimintai pertolongan. Bahkan orang yang menolong ini bisa jadi akan mendapatkan pahala karena telah berbuat baik kepada orang lain. Dan jika demikian keadaannya maka justru menolong ini menjadi disyariatkan bagi dirinya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
<strong>وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS.Al-Baqarah: 195)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
3. Isti’anah kepada makhluk yang masih hidup dan hadir (ada di tempat), tapi dalam perkara yang dia tidak mampu melakukannya.<br />
Hukumnya adalah perbuatan sia-sia dan tidak ada gunanya. Misalnya minta tolong kepada orang yang lemah untuk mengangkat sesuatu yang berat.<span id="more-3582"></span></span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
4. Isti’anah kepada orang-orang mati secara mutlak (yakni baik yang telah mati itu nabi, atau wali, apalagi selain mereka) atau kepada orang yang masih hidup dalam perkara gaib yang mereka ini tidak mampu melakukannya.<br />
Isti’anah jenis ini adalah kesyirikan, karena dia tidak mungkin melakukannya kecuali dia meyakini bahwa orang-orang ini mempunyai kemampuan tersembunyi dalam mengatur alam. Dalil-dalil bahwa isti’anah bentuk seperti ini adalah haram dan merupakan kesyirikan adalah:<br />
Allah Ta’ala berfirman:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
<strong>وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Al-An’am: 17)<br />
<br />
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ. وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><br />
</span><em><br />
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Yunus: 106-107)<br />
<br />
Allah Subhanahu berfirman:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
<strong>وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلَا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Dan mereka yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Al-A’raf: 197)<br />
Allah Subhanahu berfirman:<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai sembahan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Saba`: 22)<br />
<br />
Allah -Azza wa Jalla- berfirman:<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ. إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><span style="font-size: large;"><br />
</span><em><br />
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS. Fathir: 13-14)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
5. Isti’anah dengan perantaraan amal-amal sholeh dan keadaan-keadaan yang dicintai oleh Allah. Isti’anah jenis ini disyariatkan berdasarkan perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:<span style="font-size: large;"><br />
<br />
<strong>اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ</strong></span></span><span style="font-size: large;"> </span><span style="font-size: small;"><br />
<em><br />
“Minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat.”</em></span> <span style="font-size: small;"> (QS.Al-Baqarah: 153)</span></div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: small;"> </span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">[Diterjemah dari Syarh Tsalatsah Al-Ushul hal. 62-63, karya Ibnu Al-Utsaimin rahimahullah]<br />
<br />
artikel: www.al-atsariyyah.com</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5732755335188937008.post-41837989697439611672012-02-25T06:36:00.001-08:002012-02-25T06:38:22.698-08:00Hukum Nadzar Yang Belum Terucap<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-qh8uKLsTC2A/T0jxmwsfTdI/AAAAAAAAAtM/_qW7w7nk7q0/s1600/bahasa-arab.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-qh8uKLsTC2A/T0jxmwsfTdI/AAAAAAAAAtM/_qW7w7nk7q0/s1600/bahasa-arab.jpg" /></a></div><div><span style="font-size: small;"><b>Wajibkah saya menunaikan kaffarah nadzar yang hanya terbersit dalam hati (nadzar tersebut tidak saya ucapkan dengan lisan) dan apakah pilihan kaffarah juga harus urut sedangkan saya belum bekerja?</b></span></div><div><span style="font-size: small;">Abu Musa, Temanggung, Jawa Tengah</span></div></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><b><br />
Dijawab Oleh: Al-Ustadz Abu ‘Abdillah Muhammad Al-Makassari</b></span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span> <br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
Apa yang terbersit dalam qalbu (hati) tidak dianggap sebagai nadzar hingga dilafadzkan dengan lisan. Hal itu hanya sebatas niat untuk bernadzar dan tidak menjadi nadzar sampai benar-benar diucapkan dengan lisan.</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t berkata dalam Syarhu Bulughil Maram1: “Nadzar adalah mewajibkan sesuatu atas dirinya, sama saja baik dengan lafadz nadzar, ‘ahd (perjanjian), atau yang lainnya.”</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/450-451)/Darul Atsar beliau berkata: “Nadzar menurut bahasa adalah mewajibkan, jika dikatakan: “Aku menadzarkan hal ini atas diriku” artinya “aku mewajibkannya atas diriku.”</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Adapun secara syariat, nadzar adalah mewajibkan sesuatu dengan sifat yang khusus, yaitu amalan seorang mukallaf mewajibkan atas dirinya sesuatu yang dimilikinya dan bukan sesuatu yang mustahil. Suatu nadzar dianggap sah (sebagai nadzar) dengan ucapan (melafadzkannya), dan tidak ada shighah (bentuk ucapan) tertentu untuk itu. Bahkan seluruh shighah yang menunjukkan makna “mewajibkan sesuatu atas dirinya” maka dikategorikan sebagai nadzar. Apakah dengan mengucapkan:<br />
</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">لِلهِ عَلَيَّ عَهْدٌ</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
“Wajib atas diri saya suatu janji karena Allah”</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">atau mengucapkan:<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: large;"><b>لِلهِ عَلَيَّ نَذْرٌ</b></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
“Wajib atas diri saya suatu nadzar karena Allah,”</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Ataukah lafadz-lafadz serupa yang menunjukkan bahwa seseorang mewajibkan sesuatu atas dirinya, seperti:<span style="font-size: large;"><b><br />
</b></span></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: large;"><b>لِلهِ عَلَيَّ أَنْ أَفْعَلَ كَذَا</b></span></div><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></b></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
“Wajib atas diri saya untuk melakukan demikian”, meskipun tidak menyebut kata janji atau nadzar.</span></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">Berdasarkan keterangan ini, maka apa yang terbersit dalam qalbu anda tidak dianggap sebagai nadzar dan dengan sendirinya tidak ada pembicaraan tentang kaffarah nadzar. Wallahu a’lam.<br />
<br />
Sumber: asysyariah.com</span></div>Unknownnoreply@blogger.com