Pendahuluan
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من شرور أنفسنا, وسيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادى له, وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
(ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون). آل عمران (102).
Artinya : “Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali kali kalian mati melainkan dalam keadaan Islam.” (QS. Ali `Imraan : 102).
(
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذى خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذى تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا). النساء (1).
Artinya : “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kalian kepada Rab kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari padanya Allah memperkembang biakkan laki laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisaa : 1)
(ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولاسديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما). الأحزاب : (70-71).
Artinya : “Hai orang orang yang ber-iman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal amalan kamu dan mengampuni bagi kalian dosa dosa kalian. Dan barang siapa yang menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzaab : 70-71).
Adapun selanjutnya :
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan ialah Kitab Allah, dan sebaik baik petunjuk ialah petunjuk Nabi kita Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam, sejelek jelek urusan ialah yang diperbaharui, setiap yang baru adalah bid`ah, setiap bid`ah ialah sesat, dan setiap kesesatan dalam neraka.
Tulisan yang saya kemukakan kehadapan para pembaca dan kaum muslimin ini memuat hukum hukum pelaksanaan kurban supaya para pembaca dapat melaksanakan syi`ar kurban ini dengan sebaik baiknya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Ta`ala Insya Allah, seperti yang dijelaskan oleh-Nya dalam Kitab-Nya yang Mulia :
(الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه أولئك الذين هداهم الله وأولئك هم أولوا الألباب). الزمر : (18).
Artinya : “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang orang yang mempunyai aqal yang sehat.” (QS. Az Zumar : 18).
Di ayat lainnya Allah Berfirman :
(ومن أخسن دينا ممن أسلم وجهه لله وهو محسن واتبع ملة إبراهيم حنيفا واتخذ الله إبراهيم خليلا). النساء : (125).
Artinya : “Dan siapa yang lebih baik Dinnya (agamanya) dari pada orang yang ikhlash menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebajikan, dan ia mengikuti Din (agama) Ibraahim yang lurus? Dan Allah telah menjadikan Ibraahim sebagai kesayangan-Nya.” (QS. An Nisaa : 125).
Dalam risalah ini memuat jawaban-jawaban yang banyak sekali yang berhubungan dengan masalah `Idul Adhha yang penuh berkah, saya memohon kepada Allah Ta`ala supaya memberikan manfa`at kepada kita seluruhnya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Menunaikan permintaan hamba hamba-Nya.
Ditulis oleh : Abu Sa`id Bal`iid bin Ahmad
Madinatul `Iin (Abu Dhobiy), pada hari Senin
18 Syawwal 1420 H/24/1/2000 M.
Telah sempurna cetakan risalah ini dengan cetakan yang pertama pada tahun 1415H/1995 M percetakan Daarul Imam Maalik, yang menyebarkan dan membagi bagikannya – Al Jazaair.
Bab Pertama.
Awal pembahasan
Pembahasan pertama : Difinisi Qurban.
Qurban ialah hewan yang disembelih pada hari `Idul Adhha (`Idul Qurban) dari hewan yang telah ditentukan oleh syari`at ini sebagai bukti pendekatan diri kepada Allah Ta`ala, (dan dikatakan sebab dinamakan dengan demikian karena ia disembelih diwaktu Ad Dhuha; waktu matahari mulai naik). Lihat : Al Majmuu` oleh Al Imam An Nawawiy (8/382).
Pembahasan kedua : Keutamaan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah.
Dari Ibnu `Abbas Radhiallahu `anhuma berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعنى الأيام العشر – قالوا : يا رسول الله، ولا الجهاد فى سبيل الله ؟ قال: ولا الجهاد فى سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشىء)). رواه البخارى، وأبو داود، والترمذى.
Artinya : “Tidak ada hari hari dimana amalan sholih lebih dicintai oleh Allah dari hari hari ini (sepuluh hari yang pertama di bulan Dzulhijjah)- berkata para shahabat : Ya Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam! Tidak juga Al Jihad dijalan Allah? Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : Tidak juga Al Jihad dijalan Allah, kecuali seorang laki laki yang keluar dengan dirinya dan hartanya sendiri kemudian dia tidak kembali sama sekali.” Diriwayatkan oleh : Al Bukhariy, Abu Daawud, At Tirmidziy.
Sepuluh hari yang pertama ini di dalamnya ada
hari arafah dimana seorang muslim disunnahkan/dianjurkan baginya untuk berpuasa (kecuali seseorang yang melaksanakan haji ketika dia sedang wukuf di arafah dan dibenci baginya untuk berpuasa di hari itu), dari Abi Qataadah radhiallahu `anhu berkata : Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang berpuasa dihari arafah ? Beliau menjawab :
((يكفر السنة الماضية والباقية)). رواه مسلم.
“Menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Diriwayatkan oleh : Muslim.
Dari `Abdullah bin Qirth radhiallahu `anhu bahwa Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah berkata :
((أعظم الأيام عند الله يوم النحر ثم يوم القر)) صحيح. رواه أحمد، وأبو داود، وغيرهما. (صحيح الجامع للألبانى برقم 1075).
Artinya : “Hari-hari yang paling mulia di sisi Allah ialah hari An Nahar ( raya qurban) kemudian hari Al Qirr.” Shohih. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawud, dan selain mereka berdua. (Shohih Al Jaami`u oleh Al Albaaniy rahimahullahu Ta`ala no. 1075).
Dinamakan hari
Al Qirr yaitu hari setelah hari qurban, karena manusia (para haji) pada hari itu menetap di Mina, setelah mereka selesai melaksanakan Thawwaf Al Ifadhah, Menyembelih Hadyu (Qurban), lantas mereka istirahat di Mina tersebut. Lihat : Nailul Authaar (5/222).
Pembahasan keempat : Keutamaan mendekatkan diri kepada Allah dengan cara Qurban.
Tidak ada satu hadist-pun yang shohih menjelaskan tentang keutamaan qurban, (Lihat : As Silsilah Ad Dha`iifah oleh Al Albaabiy, 1/163-165), akan tetapi Allah Subhana wa Ta`ala telah memerintahkan Nabi-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam dan setiap muslim untuk melaksankan sholat ikhlash kepada Allah, menyembelih juga ikhlash kepada Allah, seperti perkataan Allah Ta`ala :
(فصل لربك وانحر). الكوثر (2).
Artinya : “Maka dirikan sholat karena Rab-mua dan berqurbanlah.” (QS. Al kautsar : 2), dan peribadatan dalam harta benda yang paling mulia ialah : berqurban.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala : “Semulia mulia peribadatan secara fisik ialah : As Sholat, dan harta benda ialah : Berqurban, apa apa yang terkumpul pada seorang hamba dalam sholat tidaklah terkumpul baginya di tempat lain, sebagaimana yang telah diketahui oleh pemilik hati-hati yang hidup, dan apa yang terkumpul bagi dia di saat-saat qurban bila digandengkan olehnya dengan Al Iman, Al Ikhlash yang disertai dengan keyakinan yang kuat dan sangka baik ini merupakan urusan yang `ajib sekali, dan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam banyak melakukan sholat dan qurban.” (Dinukil dari kitab Fathul Maajid).
Berkata penulis : “Apabila menyembelih qurban itu merupakan semulia-mulia ibadat dalam bentuk harta benda di setiap waktu, bagaimana dengan qurban di hari `Idul Adha yang merupakan hari-hari yang paling mulia disisi Allah, tidak diragukan lagi sudah tentu akan mendapat ganjaran yang sangat besar Insya Allah Ta`ala. Dan dari Abu Bakar As Shiddiiqq Radhiallahu `anhu, bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah ditanya; haji apa yang paling afdhol??
Beliau menjawab :
(العج والثج).
Artinya : “Meninggikan suara ketika membaca Talbiyah, dan berqurban dengan fisiknya.” Hadist Hasan. Diriwayatkan oleh : At Tirmidziy, dan selainnya (lihat As Shohihah no. 1500).
Pembahasan kelima : Wajib ikhlash kepada Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam.
Supaya amalanmu menjadi amalan yang shohih/benar ya akhil muslim, diwajibkan bagimu untuk ikhlash dalam beramal dan selalu menurut sunnah Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam, jauhilah menyembelih selain kepada Allah Ta`ala, seperti yang dijelaskan oleh-Nya :
(إن صلاتى ونسكى ومحياى ومماتى لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين). الأنعام 162-163.
Artinya : Katakanlah : “Sesungguhnya sholatku, nusuk (sembelihan) saya, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rab semesta `alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama tama menyerahkan diri kepada-Nya.” (QS. Al An`am : 162-163). Makna kata nusuk disini ialah : sembelihan.
Jangan kamu hai saudaraku bermaksud dalam sembelihanmu selain kepada Allah sebagaimana seorang yang kaya berbangga-bangga dengan tetangganya dan teman-temannya, atau hanya semata mata dengan tujuan menggembirakan anak-anak saja!!
Dari Abu Hurairah Radhiallahu `anhu berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shllallahu `alaihi wa Sallam berkata : Berkata Allah Ta`ala :
(أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك فيه معى غيرى تركته و شركه). رواه مسلم.
Artinya : “Saya paling tidak menghajatkan terhadap orang yang mensyirikan saya, siapapun yang mengamalkan satu amalan dimana dia mensyirikan Saya dalam amalan itu maka Saya akan tinggalkan dia berserta kesyirikannya.” Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim.
Pembahasan keenam : Hukum sembelihan selain untuk Allah Ta`ala :
Sembelihan yang dipersembahkan selain kepada Allah Ta`ala hukumnya adalah haram, pelakunya dilaknat oleh Allah, apakah sembelihan itu diperuntukkan untuk nabi, wali, jin, pohon yang dikeramatkan, quburan atau untuk selainnya.
Dari `Ali bin Abi Tholib Radhiallahu `anhu berkata : Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menyampaikan empat nasehat buat saya :
(لعن الله من لعن والديه، ولعن الله من ذبح لغير الله، ولعن الله من آوى محدثا، ولعن الله من غير منار الأرض). رواه مسلم.
Artinya : “Allah telah melaknat seseorang yang melaknat kedua orang tuanya, dan melaknat seseorang yang mempersembahkan sembelihannya selain untuk Allah, dan melaknat seseorang yang berniat untuk berbuat bid`ah, dan melaknat seseorang yang merobah-robah batasan batasan Allah.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Peringatan :
Tidak dibenarkan atas kamu hai sudara muslim yang mulia- mengadakan sembelihan di tempat yang sudah biasa manusia mengadakan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah Ta`ala- walaupun kamu ikhlash kepada Allah dalam sembelihan itu- seperti : sembelihan yang dipersembahkan untuk kubur-kubur para wali, orang-orang sholih, pohon-pohon yang dikeramatkan dimana orang orang yang bodoh menjadikan tempat itu sebagai wasilah guna mendekatkan diri kepada Allah dengan doa-doa, dan menggantungkan senjata mereka di pohon itu untuk mengambil berkah, rezqi, memohon supaya dapat keturunan darinya, dan selainnya dari amalan amalan yang syirik kepada Allah Subhana wa Ta`ala.
Dari Tsaabit bin Ad Dhohaak radhiallahu `anhu berkata :
“Seorang lelaki di zaman Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah ber-nadzar untuk menyembelih seekor onta di “Bawwaanah” : (Bawwaanah: satu tempat di Al Hijaaz di belakang Yanbuu`- seperti dijelaskan dalam komentar shohih sunan Abi Daawuud, 2/637), lalu Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :
(هل كان فيها وثن من أوثان الجاهلية يعبد؟) قالوا : لا ! قال : (هل كان فيها عيد من أعيادهم ؟) قالوا : لا ! قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : (أوف بنذرك؛ فإنه لا وفاء لنذر فى معصية الله، ولا فيما لا يملك ابن آدم).
“Apakah di tempat sembelihan itu ada tempat yang biasa digunakan oleh kaum jahiliyah dalam peribadatan mereka ?” Mereka menjawab : Tidak ! Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam melanjutkan : “Apakah di tempat itu biasa digunakan sebagai tempat `iid diantara `iidnya orang jahiliyah ?” Kata mereka : Tidak ! Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam kembali berkata : “Tunaikanlah nadzarmu itu; sesungguhnya tidak perlu ditunaikan nadzar yang maksiat kepada Allah, dan juga apa apa yang tidak dimiliki oleh anak Adam.” Hadist diriwayatkan oleh : Abu Daawuud. Ini merupakan hadist shohih sebagaimana dijelaskan di shohih sunan Abu Daawuud oleh Syaikh Al Albaaniy (2/637).
Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : “Tidak boleh ditunaikan nadzar yang maksiat kepada Allah.” Ini dalil menunjukan bahwa ini merupakan nadzar maksiat, walaupun sesungguhnya terdapat di tempat itu sebahagian dari larangan, dan tidak bisa ditunaikan nadzar maksiat di sana, ini sudah merupakan ijma` dikalangan `ulama. (Fathul Maajid, hal. 166).
Pembahasan ketujuh : Kandungan hikmah daripada Qurban.
1. Mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala dengan hewan sembelihan.
2. Bersedekah kepada para fuqara` dan orang yang menghajatkan.
3. Membina rasa kasih sayang kepada teman teman, kaum kerabat, dengan memberikan hadiah dari daging daging qurban tersebut.
4. Memakan sebahagian dari hewan qurban itu, refresing terhadap diri dan keluarga, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
(أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر الله).
Artinya: “Hari-hari Tasyriiq (hari ke-sebelas, dua belas, tiga belas) merupakan hari-hari yang disunnahkan untuk makan, minum dan berdzikir kepada Allah.” Hadist mutawaatir, diriwayatkan oleh At Thobaariy dalam kitab At Tafsiir, Ibnu Hibbaan, Ahmad, dan selain dari mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Al Albaaniy di As Shohihah (1282), dinamakan hari hari At Tasyriiq dikarenakan jema`ah haji pada hari itu menjemur, membentangkan daging-daging qurban tersebut di Mina, maksudnya dijemur oleh mereka di bawah terik sinar matahari.
5. Meng-isytiyarkan syiar-syiar Islam seperti sholat, qurban, dan selainnya, ini merupakan cara cara untuk meninggikan kalimat Allah Ta`ala.
6. Mengingatkan kita tentang keadaan imam-imam pembawa petunjuk dari Al Millah Al Hanafiyyah (Agama yang lurus), seperti Ibraahim, Ismaa`il `alaihimas Salaam serta para pengikutnya, mencontoh mereka dalam hal pengorbanan diri diri mereka, harta benda, cara ta`at kepada Allah, kuatnya kesabaran mereka.
7. Menyerupai perbuatan para jama`ah haji dan merindukan hal-hal yang mereka lakukan selama pelaksanaan haji, oleh karena itu disunnahkan untuk bertakbiir pada hari-hari itu, dan inilah makna perkataan Allah Ta`ala :
(واذكروا الله فى أيام معدودات). البقرة من الآية 203.
Artinya : “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) nama-nama Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al Baqarah : 203. Disyari`atkan untuk tidak mencukur rambut, memotong kuku bagi yang ingin melaksanakan qurban (sembelihan). Nukiran dari kitab “Hujjatullah Al Baalighah” oleh Ad Dahlawiy (2/30-31) dengan ringkasan dan tambahan. Lihat “`Aaridhatul Ahwadziy” oleh Abu Bakar Ibnul `Arabiy (6/311).
Bab kedua
Ahkaamul udhhiyyah
(Hukum hukum yang berhubungan dengan sembelihan)
Pembahasan pertama : Hukum qurban.
Memotong hewan qurban itu merupakan wajib dan difardhukan bagi setiap muslim yang baligh dan muqim (tetap dinegerinya) bukan musaafir, bukan juga seseorang yang kemampuan itu dipaksakan atasnya sehigga dia melalaikan hajat hajatnya yang utama. Dalil dalil yang menunjukan tentang ini akan kami tampilkan dari Al Kitab (Al Quran) dan As Sunnah.
Pertama : Perkataan Allah Subhaana wa Ta`ala :
(فصل لربك وانحر). الكوثر (2).
Artinya : “Maka dirikan sholat karena Rab-mu dan berqurbanlah.” Al Kautsar (2).
Maksudnya ; sembelihlah pada hari raya qurban tersebut. Riwayat ini diriwayatkan oleh : `Ali bin Abi Tholhah, dari Ibnu `Abbaas, `Athaa juga berpandangan seperti ini, Mujaahid dan Jumhur `ulama, seperti dijelaskan dalam “Zaadut Tajsiir (9/249)” oleh Ibnul Jauziy.
Kalau ada seseorang berkata : Zhohir ayat ini menunjukan perintah kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam secara muthlaq untuk melaksanakan sholat, dan menyembelih pada hari qurban, agar seluruh amalan ini dia peruntukkan hanya kepada Allah `Azza wa Jall, bukan kepada selain-Nya.
Maka jawabannya adalah sebagai berikut : “Walaupun kita mengatakan/berpadangan seperti ini, sesungguhnya apa apa yang dijelaskan oleh As Sunnah tentang hal yang muthlaq ini dengan bentuk khusus maka dia dalam segi hukum tergantung kepada Shollallahu `alaihi wa Sallam.” Ini nukilan dari “Fathul Qadiir” oleh Asy Syaukaaniy (5/503).
Kedua : Dari Mikhnaf bin Saliim radhiallahu `anhu berkata : Kami wukuf bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam di `Arafah lalu saya mendengar dia berkata :
(ياأيها الناس إن على أهل كل بيت فى كل عام أضحية وعتيرة، أتدرون ما العتيرة ؟ هذه التى يقول عنها الناس : رجبية).
Artinya : “Hai sekalian manusia diwajibkan atas setiap ahli rumah untuk menyembelih satu ekor hewan qurban dan `atiirah setiap tahun, tahukan kalian apa yang dimaksud dengan al `atiirah ? Inilah yang dinamakan oleh manusia: “rajabiyyah.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, dan selain mereka berdua. Hadist ini hadist hasan sebagaimana yang dijelaskan dalam shohih sunan Abi Daawuud (2/537).
Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : “Atas setiap ahli rumah,” artinya diwajibkan atas mereka untuk menyembelih satu ekor hewan qurban. Ini tidak dimansukh-kan sedangkan al `atiirah hukumnya sudah dimansukh-kan.
Al `Atiirah : Sembelihan yang disembelih oleh orang orang jahiliyah pada sepuluh awal dari bulan Rajab. Lihat : “Nailul Authaar (5/232) dan Al Irwaa` (1180)
Ketiga : Dari Abi Hurairah radhiallahu `anhu berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alahi wa Sallam :
(من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا).
Artinya : “Barang siapa yang mempunyai kelapangan dalam rezqinya namun dia tidak berqurban maka jangan sekali kali dia mendekati tempat sholat kami (lapangan).” Hadist diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al Haakim, dan selain dari mereka. Hadist ini hasan sebagaimana diterangkan dalam shohih sunan Ibnu Maajah oleh Al Albaaniy rahimahullah Ta`ala (2/199).
Sisi pendalilan hadist ini : bahwasanya larangan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam terhadap orang yang mempunyai kemampuan untuk menyembelih hewan qurban akan tetapi dia tidak menyembelihnya, menunjukan bahwa orang tersebut telah meninggalkan sesuatu yang wajib, seolah olah tidak ada paedahnya kalau dia mendekatkan diri pada hari itu sementara dia meninggalkan satu kewajiban. (Nailul Authaar : 5/199).
Berkata Al Imam As Sindiy : “Bukanlah yang dimaksud disini bahwa keabsahan sholat tergantung dengan qurban, akan tetapi yang demikian itu merupakan saksi bagi dia dengan tertolaknya dari majlis majlis orang orang yang baik, dan ini menunjukan satu amalan yang wajib, Allahu Ta`ala A`lam.” Lihat : Haasyiyah As Sindiy terhadap sunan Ibnu Majah (2/271).
Keempat : Dari Jundab bin `Abdullah Al Bajaliy radhiallahu `anhu berkata : Saya telah menyaksikan `iidul Ad Dha/hari raya qurban bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :
((من ذبح قبل أن يصلى-نصلى-فليذبح مكانها أخرى)).
Artinya : “Barang yang siapa yang menyembelih sebelum dia sholat atau sebelum kita sholat- hendaklah dia menyembelih sekali lagi sebagai gantinya.” Diriwayatkan oleh Al Bukhariy, Muslim dan selain mereka berdua.
Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : perintah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam disini secara zhohir adalah menunjukan kepada wajib, apalagi diiringi dengan perintah mengulang untuk menyembelih kembali. Lihat : As Sailul Jaraar (4/74), oleh As Syaukaaniy.
Kelima : Dari Jaabir bin `Abdullah radhiallahu `anhuma berkata :
((…. فأمر النبى صلىالله عليه وسلم من كان نحر قبله أن يعيد بنحر آخر….))
Artinya : “….. Kemudian Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan kepada orang orang yang menyembelih sebelum sholat hendaklah ia menyembelih sembelihan lain lagi sebagai gantinya…” Hadits diriwayatkan oleh Muslim.
Keenam : Dari Anas radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((من كان ذبح قبل الصلاة فليعد)).
Artinya : “Barang siapa yang menyembelih sebelum sholat hendaklah dia ganti sembelihannya.” Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhariy dan Muslim.
Sisi pendalilan pada hadits ini adalah : sama dengan hadits yang ke-empat.
Faedah dari pembahasan ini : Yang berpandangan tentang wajibnya qurban terhadap seorang muslim yang baligh dan muqim serta mampu adalah : Al Imam Abu Hanifah, satu perkataan dari Al Imam Maalik dalam satu riwayat, tetapi tidak dia batasi dengan kata kata muqim, satu riwayat juga dari Ahmad, demikian juga nukilan dari Al Auzaa`iy, Rabii`ah, Al Laits, sama dengan riwayat dari Maalik. Dan dalil dalil mereka telah lewat dijelaskan sebelumnya.
Adapun pandangan jumhur (kebanyakan) `ulama adalah sunnah muakkadah. Berkata Al Imam Ahmad, dalam satu riwayat yang lain darinya : “Dibenci untuk ditinggalkan jika dia mampu,” dan dari Muhammad bin Al Hasan, “Ini merupakan sunnah tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya.” Salah satu pandangan dari Al Imam As Syafi`I : “Perbuatan ini merupakan bahagian dari fardhu Al Kipaayah.” Lihat : Al Fathu, oleh Al Haafidz Ibnu Hajar (10/2), Al Majmuu`, oleh An Nawawiy (8/385).
Yang shohih/rojih dalam masalah ini ialah; bahwa hukum qurban adalah wajib atas setiap muslim yang baligh, muqim dan mampu, ini adalah untuk dia dan ahli rumahnya sesuai dengan dalil dalil yang telah lewat. Dan tidak ada dalil yang memalingkan perintah wajib ini kepada yang lain. Akan tetapi kewajiban ini dibatasi dengan yang mempunyai kelapangan, barang siapa yang tidak mempunyai kelapangan maka tidak diwajibkan baginya untuk menyembelih, Allahu A`lam. Lihat : Majmuu`ul Fataawa (23/162-164), As Sailul Jaraar (4/73-76).
Dan adapun atas seorang musaafir yang tidak mampu, hanya disunnahkan baginya sebagaimana dijelaskan oleh hadits dari jalan Tsaubaan yang akan datang ini. Berkata Al Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala : “Hukum yang shohih mengenai qurban adalah wajib, sesungguhnya ini diantara syi`ar syi`ar Islam yang besar, qurban merupakan ibadat yang umum diseluruh negeri, sebab An Nusuk (sembelihan) digandengkan dengan sholat seperti perkataan Allah Ta`ala :
((إن صلاتى ونسكى ومحياى ومماتى لله رب العالمين)).
Artinya : “Sesungguhnya sholat saya, sembelihan saya, hidup saya, dan mati saya semata mata hanyalah untuk Allah saja.”
Dan sesungguhnya Allah Ta`ala berkata :
((فصل لربك وانحر))
Artinya : “Sholatlah kamu kepada Rab-mu dan menyembelihlah.” Disini Allah Subhaana wa Ta`ala memerintahkan untuk berqurban sebagaimana Dia memerintahkan juga untuk sholat. Dan Allah Subhana wa Ta`ala berkata :
ولكل أمة جعلنا منسكا ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فإلهكم إله واحد فله أسلموا وبشر المخبتين)). الحج (34)
. وقال : ((والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير فاذكروا اسم الله عليها صواف، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطيعوا ((ولكل القانع والمعتر، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. لن ينال الله لحومها ولا دماؤها، ولكن يناله التقوى منكم، كذلك سخرها لكم لتكبروا الله على ما هداكم وبشر المحسنين)). الحج (36-37).
Artinya : “Dan bagi tiap tiap ummat telah Kami syari`atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilah kalian ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang tunduk patuh kepada Allah.” (QS. Al Hajj : 34).
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dari makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukan unta unta itu kepada kalian, mudah mudahan kalian bersyukur. Daging daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang berbuat baik. Al Hajj (36-37).
Qur'an ini merupakan millah (Din), ajaran Nabi Ibraahim `alaihis Salaam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya, dengan tujuan mengingat kembali kisah sembelihannya terhadap anaknya, bagaimana bisa dibolehkan kepada seluruh kaum muslimin untuk meninggalkannya artinya tidak ada satupun kaum muslimin yang mengamalkannya, kalau kaum muslimin secara keseluruhannya meninggalkan ini maka lebih besar mudharatnya daripada meninggalkan haji disebahagian tahun.
Dan sesungguhnya ada yang berkata : bahwa haji ini setiap tahun merupakan fardhu kifayah, karena ia merupakan syi`ar Islam, demikian juga mengenai sembelihan, bahkan sembelihan ini dilaksanakan disetiap pelosok negeri di penjuru dunia, sampai sampai sembelihan ini selalu bergandengan pelaksanaannya dengan sholat, ini menampakan ibadah kepada Allah dan mengingat-Nya, sembelihan dipersembahkan untuknya demikian juga qurban, apa yang nampak dihari sembelihan tidak nampak ketika pelaksanaan haji, sebagaimana juga nampak dzikir dan bertakbir kepada Allah di hari hari `iid, dan telah diperjelas oleh hadits hadits dari Nabi kita Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam yang menunjukan perintah terhadap kaum muslimin yang mampu. Telah datang juga keterangan dalam madzhab Al Imam Ahmad tentang wajib hukumnya, satu pandangan di madzhab Abi Hanifah dan Maalik, bahkan dzhohirnya pandangan Al Imam Maalik demikian juga.
Adapun yang berpandangan tidak wajibnya hukum qurban tersebut mereka tidak mempunyai dalil, pegangan mereka hanya perkataan Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((من أراد أن يضحى ودخل العشر، فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره)).
Artinya : “Barang siapa yang ingin berqurban, dan telah masuk sepuluh awal dari bulan dzulhijjah, maka jangan dia menggunting rambut dan kuku kukunya.” Mereka berkata : kewajiban tidak tergantung dengan keinginan, ini merupakan perkataan yang global !!, sesungguhnya kewajiban itu diwakilkan kepada keinginan seorang hamba itu, dikatakan : kalau kamu ingin kerjakanlah, kadang kadang kewajiban itu tergantung kepada syarat untuk menjelaskan satu hukum dari sekian banyak hukum, seperti perkataan Allah Ta`ala :
((إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا)). المائدة (6).
Artinya : “Apabila kalian ingin mendirikan sholat maka cucilah.” Al Maaidah (6). Dan sebenarnya ada kata kata yang disembunyikan disini; apabila kalian ingin mendirikan, demikian juga ditempat yang lain seperti: apabila kamu ingin membaca Al Quran maka berlindung kepada Allah, bersuci itu merupakan kewajiban, dan membaca Al Faatihah dalam sholat juga wajib, seperti yang dikatakan oleh Allah :
((إن هو إلا ذكر للعالمين لمن شاء منكم أن يستقيم)). التكوير (27-28).
Artinya : “Al Quran itu tidak lain tidak bukan ialah peringatan bagi semesta alam, yaitu bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” At Takwiir (27-28). Keinginan untuk istiqomah itu adalah wajib.
Dan juga perlu diketahui bahwa kewajiban itu bukan dipikulkan atas tiap pribadi, akan tetapi hanya kepada orang yang mampu, dialah yang diwajibkan untuk berqurban, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((من أراد الحج فليتعجل، فإنه قد تضل الضالة، وتعرض الحاجة)).
Artinya : “Barang siapa yang ingin melaksanakan haji hendaklah segera dia tunaikan, sebab kadang kadang dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan tidak tahu juga dia akan kebutuhan yang mendesaknya.” Dan haji adalah diwajibkan atas orang yang mampu juga, seperti perkataan :
((من أراد أن يضحى))
Artinya : “Siapapun yang ingin berqurban.” Sama dengan :
((من أراد الحج فليتعجل)).
Artinya : “Siapapun yang ingin melaksanakan haji hendaklah dia laksanakan secepatnya.” Kewajiban haji pada sa`at yang demikian tergantung pada syarat mampu dia untuk melaksanakannya, lebih diutamakan dari kebutuhannya yang pokok, seperti perkataan : “shodaqatul fitri.” (Majmuu`ul Fataawa, 23/162-164).
Apabila dikatakan : Sesungguhnya tidak ada riwayat dari satu orang shahabatpun yang menunjukan tentang wajibnya qurban tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hazam di “Al Muhallaa” : “Bahkan Abu Bakar, `Umar radhiallahu `anhuma tidak berqurban karena merasa takut orang orang akan mengikuti mereka nantinya,” diriwayatkan oleh Al Baihaqiy, atsar ini shohih sebagaiman diterangkan oleh As Syaikh Al Albaaniy dalam “Irwaaul Ghalil (4/no.1139) dan diriwayatkan juga oleh Al Baihaqiy dari jalan Abi Mas`uud Al Anshoriy, radhiallahu `anhu berkata : “Sebenarnya saya meninggalkan qurban, walaupun saya mampu, saya merasa takut nanti tetangga saya melihat ini lalu diikuti olehnya sebagai satu kewajiban,” berkata As Syaikh Al Baaniy dalam Irwaaul Ghaliil (4/355) : “Sanad hadits ini shohih juga.” Dan seterusnya.
Kalau hukum qurban ini adalah wajib kenapa para shahabat meninggalkannya ? jawabannya ialah : seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta`ala- berkata : “Boleh diqurbankan satu ekor kambing untuk satu rumah- baik isteri dan anak anaknya, dan orang orang yang bersamanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh para shahabat. Adapun yang dinukil dari sebahagian shahabat dimana mereka tidak melaksanakan qurban bahkan mereka hanya membeli daging saja. Sesungguhnya ini merupakan masalah yang dipertikaikan dikalangan shahabat sebagaimana juga mereka ikhtilaf dalam masalah `umrah.
Mungkin saja yang tidak melaksanakan qurban pada masa itu adalah orang yang tidak memiliki kelapangan, atau tujuannya ialah dalam rangka menghinakan orang orang yang kaya pada masa tersebut berqurban dipersembahkan kepada selain Allah Ta`ala, atau ketika mereka tidak berqurban pada tahun itu dalam rangka pelecehan terhadap mereka tadi, jadi ditinggalkannya kewajiban itu demi kemashlahatan yang jelas. Sebagaimana dikatakan oleh Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((لقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام، ثم أنطلق معى برجال معهم حزم حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة، فأحرق عليهم بيوتهم بالنار، لو لا ما فى البيوت من النساء والذرية)).
Artinya : “Saya sangat berkeinginan sekali memerintahkan agar sholat didirikan, kemudian saya berangkat bersama kaum laki laki yang membawa kayu bakar menuju ke rumah orang orang yang tidak menyaksikan sholat berjamaa`ah, akan saya bakar rumah rumah mereka dengan api, kalaulah tidak dikarenakan keberadaan kaum wanita dan anak anak sudah saya bakar rumah rumah tersebut.”
Hampir hampir beliau meninggalkan Jum`ah dan Jamaa`ah yang wajib disebabkan memberikan `iqab kepada yang meninggalkan Jamaa`ah tersebut, sesungguhnya ini merupakan bagian dari bab jihad yang sempit waktunya, maka lebih didahulukan dari Jum`ah dan Jamaa`ah.
Kalau seandainya seorang pemimpin-seperti pekerja sebagai amar ma`ruuf nahi munkar dan selainnya terlambat dari menunaikan Jamaa`ah disebahagian waktu dalam rangka memperhatikan dan melihat siapa yang tidak sholat berjamaa`ah maka boleh dia memberikan sangsi padanya. Ini merupakan sebahagian dari `udzur yang dibolehkan untuk meninggalkan jamaa`ah, karena menghukum orang yang meninggalkan jamaa`ah tersebut merupakan kewajiban yang tidak mungkin dilakukan kecuali dengan cara ini, dan Nabi Shollallau `alaihi wa Sallam telah menjelaskan pada kita bahwa tidak disebabkan kaum wanita dan anak anak sudah dia bakar rumah rumah dan seisinya, akan tetapi di dalamnya ada orang orang yang tidak diwajibkan atasnya Jum`at dan Jamaa`ah seperti para wanita dan anak anak, tidak boleh dihukum mereka ini, sebagaiman seorang perempuan yang hamil dari perbuatan zina tidak dirajam dia sampai dia melahirkan sebab membunuh janin yang ada dalam perutnya tidak boleh, (seperti qishah Al Ghamidiyah). Lihat Majmuu`ul Fataawa (23/164-165).
Pembahasan yang kedua : Hukum qurban atas musafir.
Adapun seorang musaafir quban hanya disunnahkan baginya jika dia mampu bukan wajib, karena safar menggugurkan kewajiban sholat Jum`at dan sholat `iid (lihat kitab Ahkaamus safar wa Aadaabuhu fil Kitab was Sunnah, oleh pengarang sendiri) atas musafir itu sendiri, dalil dalilnya ialah sebagai berikut :
1. ((يا ثوبان، أصلح لنا لحم هذه الشاة))
Artinya : Dari Tsaubaan radhiallahu `anhu berkata : Rasulullah Shollallahu menyembelih qurbanya, kemudian dia berkata : “Ya Tsaubaan, tolong bersihkan untuk kami kambing ini,” masih terus saya memakannya sampai beliau di Madinah.” Diriwayatkan oleh Muslim.
2. عن ابن عباس رضىالله عنهما قال : ((كنا مع النبى صلىالله عليه وسلم فى سفر، فحضر الأضحى فذبحنا البقرة عن سبعة، والبعير عن عشرة))
Artinya : Dari Ibnu `Abbaas radhiallahu `anhuma berkata : “Kami pernah safar bersama Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, bertepatan pada masa itu `iidul Adh Dha maka kami menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang, sedangkan onta untuk sepuluh orang. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidziy, dan selain mereka berdua. Hadits ini shohih sebagaimana dijelaskan dalam shohih sunan At Tirmidziy oleh Al Imam Al Albaaniy (2/89).
3. عن عاصم بن كليب، عن أبيه قال : كنا فى سفر فحضر الأضحى، فجعل الرجل منا يشترى المسنة بالجذعتين والثلاثة، فقال رجل من مزينة : كنا مع رسول الله صلىالله عليه وسلم فى سفر فحضر هذا اليوم فجعل الرجل يطلب المسنة بالجذعتين والثلاثة، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن الجذع يوفى مما يوفى منه الثنى)).
Artinya : Dari `Aashim bin Kulaiib, dari bapaknya berkata : Kami pernah safar takkala itu `iidul Ad Dha, mulailah salah seorang dari kami membeli dua ekor atau tiga ekor kambing yang tua, lantas berkata seorang laki laki dari Muziinah : Kami pernah bersama sama dengan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam safar ketika itu `Iidul Adhha mulailah salah seorang kami mencari dua atau tiga ekor kambing yang sudah tua, maka Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : “Sesungguhnya kambing yang berumur delapan atau sembilan bulan mencukupi dari apa apa yang mencukupi dari seekor unta yang berumur lima tahun.” Diriwayatkan oleh Abu Daawud, dan selainnya, hadits ini hadits yang shohih sebagaimana dijelaskan dalam Al Jaami`us Shoghiir, no. 1592).
4. حديث عائشة رضىالله عنها فى حجة الوداع، وفيه قالت : ((فلما كنا بمنى أتيت بلحم بقر، فقلت : ما هذا ؟ قالوا : ضحى رسول الله صلىالله عليه وسلم عن أزواجه بالبقر))
Artinya : Hadits dari jalan `Aaisyah radhiallahu `anha ketika haji wada` berkata dia : “Tatkala kami di Mina lantas disodorkan kepada saya daging sapi, lalu saya bertanya: Apa ini? Mereka menjawab : “Ini sembelihan Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam seekor sapi diniatkan buat seluruh isterinya.” Diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhariy. Berkata Al Haafidz Ibnu Hajar tentang hadits ini : “Zhohir hadits menunjukan bahwa sembelihan yang disebutkan adalah daging sembelihan di hari raya Qurban)), lihat Fathul Baariy (10/4). Faidah hadits ini diantaranya : Disyari`atkannya qurban bagi musaafir, ini pandangan kebanyakan `ulama. Berkata An Nakhaa`iiy dan Abu Hanifah : Tidak diwajibkannya qurban bagi musaafir, diriwayatkan juga dari `Ali radhiallahu `anhu. Berkata Maalik dan sekelompok `ulama : Tidak disyari`atkan di Mina dan Makkah. (Syarhul Muslim oleh An Nawaawiy 13/134). Dan yang shohih diantara pandangan ini ialah Pandangan yang pertama sesuai dengan dalil dalil yang telah lewat, dan seperti ini juga pandangan Ibnu Hazam dalam Al Muhallaa (5/314-315) al masalah no. 909.
Pembahasan yang ketiga : Pemimpin membantu masyarakat yang tidak mampu dengan cara membagi bagikan hewan qurban.
Dianjurkan bagi seorang Al Imam (pemimpin satu negeri) untuk membagi bagikan hewan qurban terhadap siapapun yang tidak mampu dikalangan muslimin dengan mengeluarkan dananya dari baitul maal !! sesuai dengan hadits dari `Uqbah bin `Aamir radhiallau `anhu :
((أن النبى صلىالله عليه وسلم أعطاه غنما يقسمها على صحابته ضحايا …)).
Artinya : “Bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah memberikan hewan hewan qurban kepadanya untuk dibagikan kepada para sahabatnya…..” Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhariy, Muslim, dan selain mereka berdua. Dan berpandangan dengan perkataan seperti ini Al Qurthubiy sebagaiman dijelaskan dalam Al Fathu (10/9).
Pembahasan yang keempat : Apakah boleh bagi seorang muslim berhutang untuk qurban ?
Hukum ashol dari pembahasan ini ialah perkataan Allah Ta`ala :
((لا يكلف الله نفسا إلا وسعها)). البقرة (286).
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((لا ضرر ولا ضرار)).
Artinya : “Allah tidak akan membebankan sesuatu terhadap jiwa tersebut kecuali semampunya.” (QS. Al Baqarah : 286).
Dan perkataan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yang artinya : “Janganlah kamu membinaskan diri kamu dan jangan pula orang lain.” Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya. Hadits ini adalah hadits shohih. Sebagaiman yang telah dijelaskan oleh Al Albaaniy dalam Shohihul Jaami` (7393). Makna hadits di atas ialah: Jangan seseorang itu memudharatkan dirinya dan jangan pula memudharatkan orang lain. Sesungguhnya ini telah dijawab oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Kalau seandainya dia memang mampu untuk membayarnya makan boleh baginya untuk berhutang dan itu baik sekali, akan tetapi tidak wajib baginya hal demikian, Allahu A`laam.” Lihat Majmuu`ul Fataawa (26/305).
Peringatan : Adapun hadits `Aaisyah radhiallahu `anha, berkata dia : Ya Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam bolehkah saya berhutang untuk berqurban ini ? Beliau menjawab :
((نعم، فإنه دين مقضى)).
Artinya : “Boleh, sesungguhny dia merupakan hutang yang harus dibayar.” Telah berkata tentang hadits ini Al Imam An Nawaawiy dalam Al Majmuu` (8/386) : Diriwayatkan hadits ini oleh Ad Daaruqurniy, Al Baihaqiy, mereka berdua melemahkan hadits ini sambil berkata : Ini hadits mursal.
Pembahasan kelima : Apakah orang yang punya hutang dibolehkan baginya untuk berqurban ?
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah menjawab : “Seseorang yang mempunyai hutang dibolehkan baginya untuk berqurban apabila dia tidak dituntut untuk membayarnya sesegera munkin.” Majmuu`ul Fataawa (26/305).
Pembahasan keenam : Diharamkannya memotong kuku dan rambut bagi yang ingin berqurban sampai dia selesai berqurban.
Diwajibkan atas seseorang yang ingin berqurban, bila dia mempunyai sembelihan untuk disembelih untuk tidak memotong rambut dan kuku kukunya sedikitpun apabila telah masuk bulan dzul hijjah sampai dia selesai dari menyembelih.
Dari Ummi Salamah radhiallahu `anha dia berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
((من كان له ذبح يذبحه فإذا أهل هلال ذى الحجة فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره شيئا حتى يضحى)).
Artinya : “Barang siapa yang memiliki hewan qurban untuk dia sembelih, maka apabila telah masuk bulan dzulhijjah jangan sekali kali dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun sampai dia selesai dari menyembelih.” Hadits dikeluarkan oleh Muslim, Abu Daawuud, At Turmudziy, An Nasaaiiy.
Faidahnya ialah : Berpandangan Sa`iid bin Al Musaiyyib, Rabii`ah bin `Abdur Rahmaan, Ishaaq bin Raahawiyyah, Ahmad bin Hambal, Daawuud, dan sebahagian pengikut As Syaafi`I yaitu diharamkan untuk memotong sedikitpun dari rambut dan kuku atas seseorang yang ingin berqurban apabila telah masuk sepuluh yang awal dari bulan dzulhijjah, berpandangan As Syaafi`i dan pengikutnya, dan sebahagian dari sahabat Al Imam Ahmad, perbuatan itu adalah dibenci sebagai pembersihan, dan juga satu riwayat dari Maalik. Dan berkata Abu Haniifah : Tidak dibenci, satu riwayat dari Maalik. Dan ada riwayat yang ketiga darinya : Diharamkan kalau qurban itu sebagai sunnah namun kalau wajib tidak (Syarhu Muslim An Nawaawiy 13/138) secara ringkas. Dan yang shohih diantara pandangan ini ialah pandangan yang pertama, yaitu perkataan Sa`iid bin Al Musaiyyib, dan orang orang yang bersamanya, lihat keterangan Ibnul Qaiyyim, dalam komentarnya terhadap hadits Ummi Salamah dalam Sunan Abi Daawuud (7/246-249) bersama `Aunul Ma`buud.
Bab yang ketiga
Macam macam hewan sembelihan
Pembahasan pertama : Hewan apa saja yang termasuk kategori hewan sembelihan ?
Tidak dianggap sah sembelihan seseorang kecuali binatang ternak, seperti onta, sapi, kambing (domba (yang mempunyai banyak bulu), biri biri (yang memiliki banyak rambut).
Tidak boleh selain dari hewan ternak ini seperti sapi liar, kijang betina, kuda, burung burung dan selainnya walaupun binatang ini dihalalkan.
Dalil yang menunjukan tentang ini adalah perkataan Allah Ta`ala :
((ولكل أمة جعلنا منسكا ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام)). الحج (34).
Artinya : “Dan bagi tiap tiap ummat telah Kami syari`atkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” (QS. Al Hajj : 34).
Arti “mansakan” disini ialah : sembelihan dan mengalirkan darah, seperti yang telah dijelaskan oleh Al Imam Mujaahid rahimahullah Ta`ala. Dan Al An`aam disini adalah : onta, sapi, kambing. Sedangkan binatang binatang ternak ialah binatang ternak itu sendiri. Al Qurthubiy telah berpandangan seperti ini dalam Tafsiirnya (12/44), dan sesungguhnya telah dinukil tentang masalah ini ijma` (kesepakatan) para ahli `ilmu, kecuali seperti yang diceritakan dari Al Hasan bin Shoolih bahwa dia berkata : boleh sembelihan tersebut dari sapi yang liar (satu ekor untuk tujuh orang), kijang betina untuk satu orang. Lihat Al Majmuu`u oleh An Nawawiy (8/394), dan Bidaayatul Mujtahid oleh Ibnu Rusyud (1/417).
Faidahnya : “Tidak diterima sembelihan yang diperanakkan dengan kijang betina, kambing, karena keseluruhan ini bukan termasuk binatang ternak. Dijelaskan ini oleh An Nawawiy di Al Majmuu`u (8/394).