5. Belum Puas, Idahram Kembali Melemparkan Tuduhan Dusta Atas Pembunuhan Penduduk Ahsaa dan Qashim
Seakan sudah menjadi kebiasaannya, saudara Idahram kembali melemparkan tuduhan dusta kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahwa beliau membunuh orang-orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya dan harta mereka dibagi-bagi (pada hal. 91). Dan seperti biasa, Idahram tidak mampu mendatangkan sedikit pun bukti ilmiah akan kebenaran tuduhan ini.
Idahram juga mengklaim bahwa pasukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membunuh 70 orang di Ahsaa, termasuk wanita-wanita hamil (pada hal. 92), lalu pada catatan kaki nomor 32 dan 33, saudara Idahram menyandarkan info tersebut kepada kitab Unwan Al-Majd, jilid 1 hal. 46 dan 106. Namun setelah kami telusuri pada sumber yang disebutkan ternyata kisah tersebut tidak ada.
Kedustaan yang sama dilakukan oleh saudara Idahram ketika menceritakan penyerangan ke Qashim (pada hal. 94-95), pada catatan kaki nomor 38, Idahram mengklaim kisah tersebut dari kitab Unwan Al-Majd, jilid 1 hal. 112. Setelah kami telusuri kembali, kami tidak mendapati kisah seperti yang diceritakan Idahram.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
6. Pembantaian Jamaah Haji Yaman
Tuduhan dusta dan keji ini menurut saudara Idahram terjadi pada tahun 1341 H/1921 M (pada hal. 98) dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah meninggal pada tahun 1206 H. Jadi kejadiannya –jika benar terjadi- 135 tahun setelah beliau meninggal dunia.
Menurut logika yang sehat, tuduhan penyerangan terhadap jamaah haji yang dilakukan oleh penguasa Makkah juga sulit dipercaya, karena beberapa alasan.
1) Penguasa suatu negeri selalu berusaha agar negerinya aman, supaya keluarga dan masyarakat mereka juga aman. Bagaimana mungkin mereka sendiri yang membuat kekacauan?!
2) Penguasa suatu negeri haruslah menjaga citra negaranya sebagai negara aman, jika tidak maka mereka akan menerima celaan dari seluruh dunia dan tidak ada lagi yang akan datang ke sana, padahal kota Makkah termasuk kota yang paling banyak dikunjungi.
Andaikan berita pembantaian jamaah haji itu benar dan Makkah telah dikuasai oleh orang-orang zalim, tentunya tidak ada lagi yang bisa melakukan ibadah haji sampai hari ini.
3) Penguasaan Makkah oleh pemerintah Saudi adalah kemuliaan bagi mereka dikarenakan pelayanan terhadap jamaah haji, dan sampai hari ini pelayanan jamaah haji yang dilakukan pemerintah Saudi sungguh luar biasa. Di antaranya adalah pembagian makanan gratis, air minum tersedia di tempat-tempat ibadah, pelayanan kesehatan, bahkan terdapat helikoper untuk mengangkut jamaah haji yang sakit parah jika jalanan macet, pembangunan sarana-sarana umum untuk kemudahan jamaah haji dan lain-lain. Sangat tidak masuk akal jika mereka dituduh membantai jamaah haji.
4) Kedatangan jamaah haji adalah sumber pemasukan negara dan masyarakat yang sangat besar, baik dalam perdagangan, penginapan maupun jasa. Sangat tidak masuk akal, jika pemerintah Saudi tidak menjaga keamanan dan kenyamanan jamaah haji, malah melarang, menghalangi atau menyerang meraka, terlebih di zaman itu. Arabia bukanlah negara kaya seperti saat ini.
5) Ahli-ahli sejarah yang terpercaya tidak pernah mencatat adanya kejadian itu.
6) Banyak sekali ulama-ulama Yaman dahulunya belajar di Saudi, khususnya di kota Makkah dan Madinah, tapi para ulama tersebut tetap aman dan tidak pernah meriwayatkan adanya kisah tersebut.
7) Pujian-pujian ulama dan tokoh dunia terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pengikut-pengikutnya tidak mungkin terlontarkan dari lisan-lisan mereka jika kenyataannya beliau dan pengikutnya adalah orang-orang yang zalim.
8 ) Saudara Idahram mengatakan,
“Atas tragedi berdarah tersebut, kerajaan Saudi meminta maaf. Mereka mengklaim telah terjadi kesalahpahaman, pihak Saudi mengira rombongan haji tersebut adalah jamaah dari Hijaz yang membawa senjata sehingga terjadi pemberontakan.” (Sejarah Berdarah…, hal. 99)
Jika benar adanya permintaan maaf tersebut, maka hal ini menunjukkan pemerintah Saudi bukanlah pemerintah yang bengis dan kejam seperti yang selalu digambarkan oleh para pendusta, sebab orang-orang yang kejam dan bengis pada umumnya tidak pernah meminta maaf atas kezaliman mereka. Justru meraka akan berusaha mencari pembenaran atas kesalahan yang mereka lakukan.
9) Jika benar adanya permohonan maaf atas kesalahpahaman yang terjadi, maka sepatutnya kaum muslimin berbaik sangka terhadap saudaranya, karena siapa di dunia ini yang tidak pernah berbuat salah?!
Bahkan di masa generasi terbaik, sudah terjadi peperangan besar antara kaum muslimin yang memakan korban yang sangat besar dari kaum muslimin, sampai mereka saling memaafkan dan bersatu dalam kepemimpinan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
Jika setiap muslim tidak mau memaafkan kesalahan saudaranya maka tidak akan pernah ada yang namanya perdamaian antara kaum muslimin.
10) Mengingat kedustaan demi kedustaan yang dilontarkan oleh saudara Idahram, maka sangat sulit untuk mempercayainya begitu saja tanpa adanya bukti-bukti ilmiah yang sangat kuat.
7. Pembantaian Jamaah Haji Iran
Telah dimaklumi bahwa Iran adalah negeri Syi’ah yang sangat membenci Ahlus Sunnah, terutama para sahabat radhiallahu ‘anhum. Segala cara mereka tempuh untuk mencelakakan Ahlus Sunnah, termasuk dengan fitnah dan dusta, bahkan pembunuhan. Oleh karena itu tidak mengherankan, jika saudara Idahram yang cenderung kepada Syi’ah (atau mungkin juga memang menganut Syi’ah) tidak malu berdusta. Seperti yang dilakukannya (pada hal. 99-100), dia menuduh pemerintah Saudi telah melakukan pembantaian terhadap jamaah haji Iran pada tahun 1986 dari sebuah buku yang diterbitkan di negeri kafir, London, Inggris.
Pada tuduhan dusta ini pun sudah terdapat kerancuan, saudara Idahram berkata,
“Ketika para jamaah haji yang berunjuk rasa mendekati Masjidil Haram untuk masuk menunaikan ibadah, tentara dan polisi Saudi Arabia mengahadang dan mengepung mereka, untuk kemudian membantai mereka dengan tembakan dan hujan peluru.” (Sejarah Berdarah…, hal. 100)
Kerancuan pertama adalah jamaah haji melakukan unjuk rasa. Ini sangat aneh, kalau memang tujuan mereka benar-benar mau beribadah mengapa harus disertai dengan unjuk rasa untuk mengkritik kebijakan di negeri orang. Itupun kalau tuduhan mereka benar. Padahal Iran adalah negeri yang memiliki hubungan ‘mesra’ dengan Yahudi, dan ketika Khomeini Al-Khabits berkuasa, terjadi pembantaian-pembantaian terhadap penduduk dan ulama Ahlus Sunnah di Iran. Mestinya yang mereka urus adalah negeri mereka dulu.
Kerancuan kedua, menurut saudara Idahram,
“Ketika para jamaah haji yang berunjuk rasa mendekati Masjidil Haram untuk masuk menunaikan ibadah,”
Ini sebanarnya mau unjuk rasa atau ibadah?! Ataukah dua-duanya?!
Tampaknya bagi orang-orang Syi’ah, negeri Al-Haram (tanah suci) tidak bernilai sama sekali, sehingga mereka berani membuat kegaduhan di tanah suci yang dihormati umat Islam, bahkan di Masjidil Haram. Mereka tidak menghargai kaum muslimin lainnya yang sedang beribadah, maka pantas kalau aparat keamanan mengambil tindakan tegas.
Pembaca yang budiman, alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kejahatan mereka melalui pengakuan mereka sendiri. Cucu Khomeini yang bernama Ahmad Al-Khomeini, membongkar kejahatan kakeknya sendiri dalam wawancara dengan koran Az-Zaman yang terbit di Iraq, no. 1623, tahun 2003. Ahmad Al-Khomeini menuturkan,
كان هناك قرار إيراني سري بتهيئة الأجواء لإيقاف الحرب٬ ولهذا الغرض تم التخطيط لعدد من الإجراءات لصف الأنظار وتو جيهها بعيدا عن العراق والحرب٬ فعمدوا إلي إرسال مواد متفجرة إلى السعوديه٬ وإلى مكة المكرمة تحديدا٠
(نحو خمسمائة كيلو غرام من هذه المواد)
بإ خفائها في حقائب الحجاج من دون علمهم في كل حقيبتة٬ نصف كيلو غرام (TNT).
وذلك لتفجير دار الحجاج الإيرانيين في مكة المكرمة
“Iran telah merencanakan misi rahasia untuk menyiapkan situasi yang sangat tepat dalam menghentikan peperangan (bersama Iraq), dan untuk rencana ini, telah dimatangkan beberapa operasi untuk mengalihkan perhatian dan mengarahkannya jauh dari Iraq dan perang, maka mereka sengaja mengirim bahan-bahan peledak ke Saudi Arabia, khususnya ke Makkah Al-Mukarromah, diantaranya terdapat sekitar 500 kg bahan peledak, dengan menyembunyikannya pada koper-koper jama’ah haji tanpa mereka ketahui, pada setiap koper terdapat ½ kg TNT[1] untuk meledakkan perkemahan jamaah haji Iran di Makkah Al-Mukarramah.”[2]
8. Melarang dan Menghalangi Umat Islam dari Menunaikan Ibadah Haji
Saudara idahram kembali berdusta, dia menuduh pemerintah Saudi melarang umat Islam melakukan ibadah haji tanpa sebab (pada hal. 100-101). Lalu dengan liciknya dia mengutip dari sejarawan Saudi yang bernama Syaikh Ibnu Bisyr rahimahullah dari kitab Unwanul Majd secara tidak lengkap tentang kejadian di tahun 1221 H, setelah kami mengecek langsung ke sumber yang disebutkan, ternyata larangan tersebut justru demi menjaga keselamatan jamaah haji.
Pembaca yang budiman, silakan lihat kembali penaklukan kota Makkah di atas yang terjadi tahun 1220 H, sedang kejadian ini pada tahun 1221 H, artinya baru setahun atau kurang dari itu pemimpin Saudi menguasai Makkah setelah beberapa kali menghadapi pengkhianatan Asy-Syarif Ghalib. Penguasaan Makkah ini pun masih dengan membiarkan Asy-Syarif Ghalib sebagai gubernur.
Oleh karena itu pada tahun 1221 H, Al-Imam Su’ud rahimahullah melarang jamaah haji yang berasal dari Syam, Istambul dan sekitarnya untuk memasuki kota Makkah karena kekhawatiran beliau jangan sampai Asy-Syarif Ghalib kembali memanfaatkan mereka untuk terlibat dalam pertikaian seperti yang dia lakukan pada tahun 1217 H/1803 M, sebagaimana telah kita jelaskan di atas. Jadi hakikatnya, Makkah ketika itu belum dikuasai secara penuh oleh pemerintah Saudi, dan larangan terhadap jamaah haji demi kebaikan mereka sendiri.
Dan sebetulnya, kedustaan ini asalnya dari seorang sejarawan kafir yang bernama Roussau. Dia telah menulis dua buku sejarah yang berisi banyak sekali kedustaan yang berjudul Pusbalike de Baghded dan A Memoris in the Min de, Ioriont. Dua buku inilah yang banyak dijadikan sandaran para penulis yang sering melemparkan tuduhan dusta, diantaranya tuduhan pelarangan haji ini.[3]
9. Kisah Peperangan dengan Penguasa Turki
Penguasa Turki Utsmani di masa-masa akhirnya mengalami banyak sekali kemunduran, baik secara politik, militer maupun agama. Hal itu dikarenakan pengaruh penjajahan kafir Eropa dan merebaknya ajaran Sufi di pusat pemerintahan.
Pengaruh Eropa sangat terlihat pada munculnya aliran sekulerisme yang berhasil mereka tanamkan kepada kaum muslimin Turki, hingga muncul seorang tokoh yang bernama Mustafa Kemal At-Taturk yang melakukan kudeta terhadap daulah Utsmani.[4] Adapun pengaruh Sufiyah terlihat dengan munculnya aqidah dan ibadah yang menyimpang dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat.
Inilah dua faktor yang mendorong penguasa Turki memusuhi dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, ditambah lagi dengan tuduhan-tuduhan dusta dan hasutan-hasutan kepada penguasa Turki untuk memerangi Dir’iyyah yang dihembuskan oleh orang-orang Arab yang tidak senang dengan menguatnya dakwah beliau, seperti yang dilakukan Asy-Syarif Ghalib dahulu.
Pada akhirnya Sultan Mahmud II memerintahkan gubenurnya di Mesir, Muhammad Ali Basya untuk menyerang Najd. Dibentuklah pasukan besar yang dipimpin oleh Ahmad Thusun pada tahun 1227 H, disusul oleh pasukan berikutnya pada tahun 1232 H yang dipimpin oleh Ibrahim Basya, ditambah dengan bantuan beberapa perwira tinggi ahli perang dan para dokter yang diutus oleh orang-orang kafir, diantaranya seorang ahli perang berkebangsaan Perancis bernama Vaissiere dan empat orang dokter dari Itali yang bernama Socio, Todeschini, Gentill dan Scots.[5]
Penyerangan ke Najd pada tahun 1227 H disusul penyerangan berikutnya pada bulan Muharram 1232 H /23 Oktober 1818 M. Pasukan Mesir utusan dinasti Utsmani menduduki daerah Syaqra, lalu pada akhir tahun 1231 H mereka menyerang unaizah, Al-Khubra dan Buraidah, daerah-daerah bagian Najd.
Dalam penyerangan ini, dengan kejinya mereka membunuh Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimuhumullah penulis kitab Taisirul ‘Azizil Hamid fi Syarhi Kitab At-Tauhid, seorang ulama besar ahli hadits yang telah berhasil menhafal rijal kutubus sittah, yaitu ulama-ulama ahli hadits yang meriwayatkan seluruh hadits dalam kutubus sittah, di mana dengan mengetahui kedudukan para perawi tersebut akan sangat membantu seseorang dalam menilai sebuah hadits apakah shahih atau dha’if.
Ketika kami (penulis) menuntut ilmu di Najd pada bulan Dzulqa’dah tahun 1431 H, ada sebuah kisah yang diceritakan kepada kami oleh salah seorang penduduk Najd, sahabat kami seorang penuntut ilmu, beliau berkata, “Setelah membunuh Syaikh Sulaiman bin Abdullah, pemimpin pasukan Mesir, Ibrahim Basya mendatangi bapaknya yang sudah tua dan berkata, “Kami telah membunuh anakmu,” bapaknya menjawab, “Walau engkau tidak membunuhnya, dia tetap akan mati”.” Subhanallah, inilah gambaran ketegaran seorang ulama yang tumbuh dalam bimbingan tauhid dan sunnah.
Pada tahun 1234 H, pasukan Utsmani berhasil menawan Al-Imam Abdullah bin Su’ud rahimahumallah, beliau dibawa ke Mesir lalu dikirim ke Istambul dan dihukum pancung setelah diarak di jalan-jalan selama tiga hari, dijadikan bahan lelucon dan olok-olok. Peristiwa ini terjadi pada 18 Shafar 1234 H /17 Desember 1818 M.[6]
Menyerang dakwah tauhid dan membunuh para penyerunya inilah sesungguhnya yang mengakibatkan runtuhnya dinasti Utsmani setelah berkuasa selama berabad-abad lamanya. Betapa tidak, mereka telah melakukan hal-hal yang dapat mendatangkang kemurkaan Allah Jalla wa ‘Ala, bagaimana mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong mereka sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong Muhammad Al-Fatih rahimahullah.
Sehingga, walaupun pasukan Utsmani datang dengan kekuatan besar, ditambah bantuan ahli strategi Perancis dan dokter Itali, bahkan mereka sempat menguasai beberapa daerah bagian Najd serta membunuh para ulama dan pemimpin Dir’iyyah, namun pada akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kemenangan berada di pihak Dir’iyyah.
Pengakuan Perwira Tinggi Pasukan Utsmani
Pembaca yang budiman, berikut ini kami akan memaparkan gambaran sekilas, kondisi pasukan yang dibina dengan tauhid dan sunnah yang telah mendapatkan berbagai macam fitnah dan tuduhan dusta dari saudara Idahram dan kelompoknya. Sejarawan berkebangsaan Mesir, Abdur Rahman Al-Jibrati, menuturkan kisah peperangan 1227 H dari pengakuan salah seorang perwira tinggi Mesir, beliau berkata,
“Beberapa perwira tinggi yang menyeru kepada kebaikan dan sikap wara’ telah menyampaikan kepadaku bahwa, mana mungkin kita akan memperoleh kemenangan, sementara mayoritas tentara kita tidak berpegang dengan agama ini.
Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak beragama dengan agama apapun dan tidak bermadzhab dengan sebuah madzhab apa pun, berkrat-krat minuman keras telah menemani mereka, di tengah-tengah kita tidak pernah terdengar suara adzan, tidak pula ditegakkan shalat wajib, bahkan syi’ar-syi’ar agama Islam tidak terbetik di benak mereka.
Sementara pasukan Najd, jika telah masuk waktu shalat, para muadzin mengumandangkan adzan dan pasukan pun segera menata barisan shaf di belakang imam yang satu dengan penuh kekhusyukan dan kerendahan diri. Jika telah masuk waktu shalat, sementara peperangan sedang berkecamuk, para muadzin pun segera mengumandangkan adzan. Lalu seluruh pasukan melakukan shalat khauf, dengan cara sekelompok pasukan maju terus bertempur sementara sekelompok yang lainnya bergerak mundur untuk melakukan shalat.
Sedangkan tentara kita terheran-heran melihat pemandangan tersebut. Karena memang mereka sama sekali belum pernah mendengar hal seperti itu, apalagi melihatnya.”[7]
10. Tuduhan Membakar Buku-Buku Perpustakaan
Saudara Idahram menyesalkan atas pembakaran buku-buka sesat yang memang sejalan dengan pemikirannya (pada hal. 107-109) seperti buku Dalailul Khairat yang berisi shalawat-shalawat ciptaan kaum sufi yang mengandung kesyirikan dan bid’ah, juga pengkultusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sangat berlebihan.
Sesungguhnya buku-buku tersebut tidak mungkin dibakar jika isinya berupa ajakan kepada ajaran Islam yang benar, yaitu tauhid dan sunnah. Buku-buku itu tidak lain adalah buku-buku sesat yang mengajak kepada syirik dan bid’ah.
Salahkah membakar buku-buku sesat tersebut?
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjawab,
و كذلك لا ضمان في تحريق الكتب المضلة وإتلافها قال المروذي قلت لأحمد استعرت كتابا فيه أشياء رديئة ترى أن أخرقه أو أحرقه قال نعم فاحرقه وقد رأى النبي بيد عمر كتابا اكتتبه من التوراة وأعجبه موافقته للقرآن فتمعر وجه النبي حتى ذهب به عمر إلى التنور فألقاه فيه فكيف لو رأى النبي ما صنف بعده من الكتب التي يعارض بها ما في القرآن والسنة والله المستعان
“Demikian pula tidak ada ganti rugi dalam membakar dan merusak buku-buku yang menyesatkan. Al-Marudzi rahimahullah berkata,
‘Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad rahimahullah, Aku telah meminjam sebuah buku yang di dalamnya terdapat banyak kejelekan, apakah engkau setuju jika aku merobek atau membakarnya? Beliau menjawab, ‘Ya’, maka akupun membakarnya’.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di tangan Umar radhiallahu ‘anhu sebuah kitab yang beliau salin dari Taurat. Beliau (Umar) pun takjub dengan kesesuaian (sebagian isi) Taurat dengan Al-Qur’an, maka berubahlah wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena marah, sehingga Umar radhiallahu ‘anhu membawa buku tersebut ke tempat pembakaran lalu beliau lemparkan ke situ. Maka bagaimana lagi jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat buku-buku yang ditulis sepeninggal beliau yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah!? Wallahul Musta’an.”[8]
Bagaimana lagi kalau beliau melihat buku Dalailul Khairat yang terdapat syirik dan bid’ah, juga pengkultusan secara berlebihan kepada beliau!?
Semoga Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Marudzi dan Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah tidak dituduh Wahabi oleh saudara Idahram dan kelompoknya.
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyir: 2)
TERLALU BANYAK KEDUSTAAN DAN PEMUTARBALIKAN FAKTA
Masih banyak tuduhan dusta yang dihembuskan saudara Idahram atas pembunuhan dan penyerangan terhadap negeri-negeri kaum muslimin. Namun semua tuduhan itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, kecuali sumber-sumber yang memang dari awal tidak senang dengan dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan oleh Syiakh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan tidak jarang saudara Idahram menukil dari dokumen-dokumen orang-orang kafir (Inggris).
Karena terlalu banyaknya “fakta-fakta” sejarah yang hanya mengandung dusta dan kekejian yang dilontarkan saudara Idahram, maka pada buku ini kami cukupkan 10 poin di atas dan beberapa catatan kaki sebagai bukti bahwa buku Sejarah Berdarah karya ‘Syaikh’ Idahram ini sangat tidak ilmiah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikkan fakta, hadaahullah.
Akan tetapi, satu lagi perbuatan saudara Idahram yang sangat perlu kami ingatkan, yaitu keberaniannya berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berani menyandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang tidak beliau ucapkan maupun lakukan. Sebagai contoh, saudara Idahram berkata,
“…peringatan maulid Nabi Saw. (shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan isra mi’raj, tawassul, istighatsah, shalawatan, dan ajaran-ajaran lain yang bersumber dari Rasulullah Saw (shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan para sahabatnya yang mulia.” (Sejarah Berdarah…, hal. 157)
Pada halaman sebelumnya dia juga menukil satu hadits yang sangat meragukan, sebab dia tidak sedikit pun menyebutkan bukti ilmiah berupa takhrij hadits, tidak pula lafaz Arabnya ataupun ulama yang menshahihkan atau minimal menghasankan hadits tersebut. Hadits yang dinukil saudara Idahram berbunyi,
“Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijriah) nanti di lembah Bany Hanifah seorang lelaki…” (Sejarah Berdarah…, hal. 156).
Hal serupa juga dia lakukan (pada hal. 65), tentang kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hari menyuapi bubur gandum kepada seorang Yahudi yang suka menjelek-jelekkan beliau tanpa beliau memberikan khotbah tentang Islam. Saudara Idahram menyebutkan kisah ini tanpa sedikitpun disertai dengan takhrijnya.
Hadits manakah yang menunjukkan bahwa peringatan maulid dan isra mi’raj bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia!?
Hadits manakah yang menunjukkan akan keluar seorang lelaki di abad kedua belas!?
Hadits manakah yang menunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bertemu Yahudi tiap hari dan beliau tidak menyampaikan tentang Islam!?
Takutlah engkau wahai saudara Idahram, akan ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang berani berdusta atas nama beliau, sebagaimana dalam peringatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مُقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka siapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)[9]
Kalau kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ulama saja dia berani melakukan kedustaan, maka apalagi kepada selainnya.
Footnote:
[1] Tidak mengherankan jika jamaah haji Syi’ah Iran pada akhirnya berani melawan tentara dan polisi Saudi setelah tahu ada 500 kg TNT bersama mereka, bagi siapa saja yang ragu dengan berita ini dilakan disearch di internet bagaimana aksi-aksi jamaah haji Syi’ah dari Iran dengan bom-bom yang mereka bawa. Yang pasti, cucu Khomeini mengakui, kejadian tersebut memang sudah direncanakan; berbuat kerusakan di tanah suci.
[3] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 216.
[4] Sudah dimaklumi runtuhnya kekhilafahan Turki karena kudeta Mustafa Kemal At-Taturk, seorang tokoh sekuler Turki modern yang didukung Eropa, seperti kata Wikipedia, “Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kekaisaran Ottoman dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah perang besar itu.” Bagaimana bisa dituduhkan kepada pemerintah Saudi?!
[5] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 139, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 20-21.
[6] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 141, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 21.
[7] Lihat Tarikh Al-Jibrati, 4/140 dan Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 152-153, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 21.
[8] Ath-Thuruq Al-Hukmiyah, hal. 399.
[9] HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 1229 dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dan Muslim no. 4 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.