Merasakan Kedekatan Allah Dalam Kehidupan
Di Manakah Allah ?
Saudaraku kaum muslimin semoga Allah senantiasa merahmati kita semua….
Jika kita mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar ini pada saudara-saudara kita sesama muslim, kita pasti akan mendapatkan jawaban yang beragam. Keyakinan tentang di mana Allah berada adalah aqidah yang tentunya melandasi setiap gerak langkah kehidupan seorang manusia. Kekeliruan dalam keyakinan ini bisa menimbulkan imbas yang sangat besar dalam keseluruhan rangkaian kehidupan seseorang.
Sebagian muslim akan menjawab, “Allah berada dalam hati saya, dalam setiap tarikan nafas saya “. Sebagian lagi menyatakan, “Allah ada di mana-mana”. Kalau kita kembangkan lagi pertanyaan itu, “ Jika Allah ada pada setiap hati dan tarikan nafas manusia, berarti Allah ada di mana-mana. Bisa di masjid, di pasar, kantor, atau bahkan….. bisa jadi Allah berada di tempat – tempat yang tidak suci dan najis ? Maha Suci Allah atas segala aib dan kekurangan.
Bagaimanakah sebenarnya? Di manakah Allah? Benarkah Allah senantiasa bersama kita? Mari kita simak dan kaji lebih mendalam bagaimana sebenarnya AlQuran dan Sunnah dengan pemahaman para Sahabat Nabi menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut…
Dzat Allah berada di Atas Langit
Saudaraku kaum muslimin…
Sebenarnya pertanyaan tersebut pernah diajukan oleh Rasulullah kepada salah seorang budak wanita. Dalam sebuah hadits disebutkan :
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ اْلحَكَم أَنَّهُ لَمَّا جَاءَ بِتِلْكَ اْلجَارِيَةِ السَّوْدَاءَ قَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْنَ اللهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ
قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam bahwasanya dia mendatangi Rasulullah dengan membawa seorang budak wanita hitam. Kemudian Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bertanya pada budak wanita tersebut:’ Di mana Allah?’ Budak itu menjawab,’Di atas langit’ . Rasul bertanya lagi,’Siapakah aku?’ Budak itu menjawab,’Engkau adalah utusan Allah’. Maka Rasul berkata:’Merdekakanlah ia karena ia adalah mukminah (wanita beriman)’(H.R Muslim dalam Shahihnya, Malik dalam Muwattho’, AsySyafi’i dan Ahmad dalam Sunannya, Abu Dawud dan AnNasa’i)
Kita lihat, salah satu pertanyaan ujian yang diajukan oleh Rasulullah untuk memastikan keimanan budak tersebut adalah pertanyaan tentang di mana Allah. Jika ia bisa menjawab dengan benar, maka ia adalah seorang mukminah. Padahal keimanan salah seorang budak adalah salah satu syarat utama untuk membayar kaffarat tertentu, seperti misalnya jika seseorang tidak sengaja membunuh seorang muslim, atau melakukan perbuatan dzhihar terhadap istrinya dan ingin kembali berhubungan suami istri dengannya, maka salah satu tahapan dendanya adalah memerdekakan budak yang beriman jika memungkinkan. Demikianlah pendapat para fuqoha’ (ahlul Fiqh) dan mufassirin seperti Ibnu Katsir dan yang selainnya. Sebagaimana Allah berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاَّ خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ...
“Tidak patut bagi seorang mukmin untuk membunuh mukmin lain kecuali dalam keadaan tidak sengaja. Barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan tidak sengaja, maka hendaknya dia memerdekakan budak yang beriman “(Q.S :4:92)
وَالَّذِيْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَجِدْ
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا
“Dan orang –orang yang mendzhihar istrinya kemudian dia ingin kembali dari apa yang ia ucapkan, maka hendaknya ia memerdekakan budak (mukmin) sebelum menggaulinya. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak) maka hendaknya berpuasa 2 bulan berturut – turut sebelum menggaulinya, barangsiapa yang tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin “(Q.S. al-Mujaadilah : 3-4)
Dalil lain yang menunjukkan bahwa Dzat Allah ada di atas langit adalah firman Allah :
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ اْلأَرْضَ
“Apakah kalian merasa aman dari Yang Di Atas Langit (Allah) untuk menimpakan adzab kepada kalian dengan menimbun kalian dengan tanah (bumi)?”(Q.S. AlMulk : 16)
Allah juga berfirman :
الرَّحْمنُ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى
“ArRahmaan (Yang Maha Pengasih) berada di atas ‘Arsy”(Q.S Thoha : 5)
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda ketika membagikan harta rampasan perang dan sebagian kaum merasa tidak puas dengan pembagian itu:
أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنٌ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِيْنِيْ خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً
“Tidakkah kalian mempercayai aku, padahal aku adalah kepercayaan dari Yang Ada Di Atas Langit ?. Datang kepadaku khobar (wahyu) dari langit setiap pagi dan sore” (H.R. Bukhari,Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban,AtTirmidzi,AdDaarimi, Abu Dawud, Ibnu Majah )
Bukankah ketika kita bersujud saat sholat kita mengucapkan :
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi…” (Bacaan sujud yang disebutkan dalam hadits Hudzaifah yang ditakhrij oleh Muslim, Ahmad, dan AnNasaai
Para Ulama’ menjelaskan bahwa Allah berada di atas ketinggian yang tidak bisa disamai siapapun. Ia berada pada ketinggian Dzat maupun ketinggian Sifat. Tidak ada kekurangan maupun kelemahan sedikitpun pada Sifat-sifatNya.
Allah Senantiasa Bersama HambaNya di Manapun Berada : Allah Maha Mengetahui, Melihat, Mendengar, dan Berkuasa atas Segala Sesuatu
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa Dzat Allah berada di atas ketinggian. Lalu bagaimanakah dengan firman Allah :
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Dia selalu bersama kalian di manapun kalian berada”
Jika kita mengambil hanya sepotong ayat ini saja bisa jadi kita akan menyangka bahwa Dzat Allah ada di mana-mana. Padahal keseluruhan ayat ini secara utuh justru menjelaskan secara gamblang maksudnya :
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى اْلعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي اْلأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ
مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أََيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dialah Allah Yang Menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari kemudian Ia beristiwa’ di atas ‘Arsy. Dia Mengetahui segala sesuatu yang masuk ke dalam bumi, segala sesuatu yang keluar dari bumi, segala sesuatu yang turun dari langit, segala sesuatu yang naik ke langit. Dan Dia selalu bersama kalian di manapun kalian berada, dan Allah Maha Melihat segala sesuatu yang kalian lakukan” (Q.S AlHadiid : 4)
Janganlah kita lengah, lalai dan menyangka ada di antara aktivitas kita yang tidak diketahui Allah. Jika kita melakukan perbincangan rahasia sekalipun dengan beberapa orang tertentu, ketahuilah sesungguhnya bukan hanya orang-orang tertentu itu saja yang tahu, tapi juga Allah. Sebagaimana tersebut dalam ayatNya yang mulia :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ الله َيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُوْنُ مِنْ نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوْا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Tidakkah mereka melihat bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu di langit dan di bumi. Tidaklah ada 3 orang yang berbisik (berbincang) kecuali Dia-lah yang ke-empat, dan tidak pula ada 5 orang kecuali Dialah Yang ke-enam, tidaklah kurang atau lebih dari itu kecuali Dia selalu bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian akan dikhabarkan kepada mereka segala sesuatu yang telah mereka kerjakan nanti pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(Q.S Al-Mujaadilah : 7)
Allah Subhaanahu WaTa’ala memberikan ancaman keras kepada orang-orang munafiq :
يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ اْلقَوْلِ وَ كَانَ اللهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا
“Mereka bisa bersembunyi dari manusia namun tidak bisa bersembunyi dari Allah. Dan Dialah Allah yang bersama mereka ketika mereka merahasiakan ucapan-ucapan yang tidak diridlai. Dan adalah Allah ilmuNya meliputi segala yang mereka lakukan”(Q.S AnNisaa’ :108)
Bagaimana bisa kita menghindar dan bersembunyi dari Allah, padahal Dialah Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ اْلأعْيُنِ وَمَاتُخْفِي الصُّدُوْرُ
“Dialah Allah Yang Mengetahui mata yang berkhianat dan segala yang tersembunyi dalam dada”(Q.S AlMu’min :19)
Pendengaran Allah juga meliputi segala macam dan jenis suara. Bahkan, salah seorang wanita paling mulia, dan Ummahaatul Mu’minin (Ibunda kaum beriman), Aisyah radliyallaahu ‘anha pernah memberikan persaksian yang demikian menakjubkan.
Persaksian tersebut berkaitan dengan firman Allah:
قَدْ سَمِعَ اللهُ قََوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيْ إِلَى اللهِ وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
“Sungguh Allah telah mendengar perkataan seorang wanita yang mendebatmu tentang suaminya dan dia mengadu kepada Allah, dan Allah Maha Mendengar percakapan kalian berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”(Q.S Al-Mujaadilah : 1)
‘Aisyah radliyallaahu ‘anha berkata : ’Segala puji bagi Allah Yang PendengaranNya meliputi segala macam suara. Sungguh telah datang al-Mujaadilah (seorang wanita yang mendebat dan mengajak diskusi) kepada Nabi Shollallaahu ‘alaihi wasallam. Ia berbicara pada Nabi, dan aku berada di samping rumah. Aku tidak bisa mendengar (secara jelas) apa yang mereka perbincangkan. Tapi kemudian Allah turunkan : …surat AlMujaadilah sampai akhir ayat. (H.R Ahmad, AnNasaai, dan Ibnu Maajah, dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (8/27) dishahihkan oleh Syaikh Al Albaani dalam kitab As-Shoohihul Musnad min Asbaabin Nuzuul).
Dalam riwayat yang lain ‘Aisyah berkata : “Maha Suci (Allah) Yang Pendengarannya mampu menjangkau segala sesuatu. Aku mendengar perkataan Khoulah binti Tsa’labah dan sebagian ucapannya tidak terdengar olehku…”
Subhaanallah….kita perhatikan, saudaraku kaum muslimin….
‘Aisyah, istri Rasul yang berada di samping rumah dan mendengar sebagian perbincangan tersebut dalam jarak yang cukup dekat, ternyata Allah jauh lebih bisa mendengar dari ketinggian DzatNya. Bahkan, kemudian Allah turunkan surat AlMujaadilah, yang menceritakan kisah perbincangan tersebut secara rinci dan menurunkan hukum yang harusnya dilaksanakan terkait dengan masalah yang diperbincangkan tersebut secara gamblang, mendetail, dan jelas.
Kedekatan Allah dengan HambaNya
Saudaraku kaum muslimin semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua…
Jika timbul pertanyaan dalam benak kita, bagaimana kedekatan Allah dengan hambaNya ? Allah memerintahkan kepada Rasulullah dalam firmanNya :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّي فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“ Dan jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, katakan bahwa sesungguhnya Aku dekat. Aku akan mengabulkan do’a orang yang berdo’a jika ia meminta kepadaKu. Maka hendaknya mereka memenuhi seruanKu dan beriman kepadaKu supaya mereka mendapatkan petunjuk “(Q.S. AlBaqoroh :186)
Allah mengkhabarkan kepada hambaNya bahwa diriNya begitu dekat, dan hendaknya meminta dan berdoa langsung kepadaNya tidak melalui perantaraan apapun.
Rasulullah bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحْمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلُأخْرَى وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلِهَا قَالُوْا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan suatu do’a yang tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturrahmi kecuali Allah akan memberikan 3 kemungkinan : ‘Bisa jadi Allah segerakan terkabulnya doa tersebut, atau Allah simpan baginya pahala di akhirat, atau Allah palingkan (selamatkan) ia dari keburukan (bencana/marabahaya) yang semisalnya. Para Sahabat berkata : ‘Kalau begitu kami akan memperbanyak doa’. Rasul berkata: Allah akan lebih banyak lagi (mengabulkan doa)”(H.R Ahmad, AlBaihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Al-Hakim dan dishahihkan pula oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany dalam kitab Shohiihul Jaami’ (5714))
Kita bahkan dianjurkan untuk selalu meminta kepada Allah bahkan dalam hal-hal yang kecil, sederhana, dan mungkin kita anggap remeh. Sebagaimana Nabi pernah berpesan :
لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى شِسْعِ نَعْلِهِ
“ Handaknya kalian meminta seluruh hajat (keinginannya) pada Tuhannya meskipun cuma (minta) tali sandal”(H.R at-Tirmidzi, dinukil oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari (2/300), diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Sering kita dengar keengganan orang-orang untuk banyak dan sering berdo’a kepada Allah dengan alasan ’mestinya kita malu sering-sering meminta kepada Allah’. Sikap semacam ini dilandasi oleh perasaan menyamakan Allah dengan makhlukNya. Berbeda dengan makhluk yang pasti memiliki perasaan tidak suka jika selalu dimintai tolong, Allah Maha Suci dan jauh dari sifat tersebut. Bahkan Rasulullah bersabda :
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang tidak (pernah) meminta kepada Allah, Allah murka padanya” (H.R At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, AlBazzar, al-Hakim, AlBukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Jika manusia dimintai sesuatu, akan berkuranglah miliknya sesuai dengan kadar jumlah yang diminta. Berbeda dengan Allah, sebagaimana dalam hadits Qudsi :
يَا عِبَادِيْ لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوْا فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِيْ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا
عِنْدِيْ إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ اْلمِخْيَطُ إِذَا اُدْخِلَ اْلبَحْر
“ Wahai hamba-hambaKu, kalau seandainya kalian seluruhnya, dari awal sampai akhir, jin dan manusia seluruhnya berdiri di satu tempat, dan semuanya meminta kepadaKu, maka Aku akan beri masing-masing sesuai yang diminta, tidaklah berkurang dariKu sedikitpun kecuali seperti berkurangnya air di lautan yang menempel di jarum yang dicelupkan pada laut” (H.R. Muslim dalam Shahihnya dan At-Tirmidzi)
Allah dekat dengan hambaNya, bahkan sangat dekat. Allah sendiri menyatakan :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ اْلوَرِيْدِ
“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan Kami Maha Mengetahui segala yang terbesit dalam jiwanya, dan Kami lebih dekat kepadanya dibandingkan urat lehernya”(Q.S Qoof: 16)
Allah Bersama Orang-orang yang Beriman, Menolong dan Menguatkan Mereka
Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Harun :
إِنَّنِيْ مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“ … Sesungguhnya Aku senantiasa bersama kalian berdua, Aku Mendengar dan Aku Melihat “(Q.S Thoha :46)
Al-Imam AlQurthubi menyatakan : “ Firman Allah : ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian berdua ‘ yang dimaksud adalah dengan bantuan dan pertolongan “(Tafsir AlQurthubi juz 11 hal 203).
Allah mengabadikan ucapan Rasulullah untuk menguatkan hati Abu Bakar dalam ayatNya :
إِلاَّ تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي اْلغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا
فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ اْلعُلْيَا وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Jika kalian tidak menolongnya, maka sungguh Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkan mereka. Salah satu dari kedua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika ia berkata kepada Sahabatnya,’Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita’. Maka kemudian Allah turunkan ketenangan dan menguatkannya dengan tentara-tentara yang tidak terlihat, dan Allah jadikan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah (hina) dan Kalimat Allah menjadi Tinggi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(Q.S AtTaubah : 40)
Ayat tersebut adalah sebagaimana dikisahkan sendiri oleh Rasulullah dalam haditsnya :
عَنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اْلغَارِ فَرَأَيْتُ آثَارَ الْمُشْرِكِيْنَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ رَفَعَ قَدَمَهُ رَآناَ قَالَ مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا
يَاغُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَلَوِاجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ
يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُف
“ Wahai anak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat : ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati Ia ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepadaNya. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepadaNya. Ketahuilah, bahwa kalau seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, tidak akan sampai manfaat itu kepadamu kecuali jika Allah tetapkan sampai kepadamu. Dan jika seluruh umat berkumpul untuk menimbulkan mudharat kepadamu, tidak akan bisa memudharatkanmu sesuatupun kecuali jika Allah tetapkan sesuatu bisa memudharatkanmu. Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran “(H.R atTirmidzi, Ahmad, Abu Ya’la, AlHaakim, dan atTirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Dijelaskan oleh alHafidz Ibnu Rajab makna ‘menjaga Allah‘ adalah : menjaga batasan – batasan (yang dibuat Allah) dengan tidak melampauinya, hak–hak Allah dengan senantiasa memperhatikan dan menunaikannya, menjalankan perintah – perintahNya dan menjauhi larangan – laranganNya.
Daftar Rujukan :
1. Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir AlQurthuby.
3. Jaami’ul ’Uluum wal Hikaam karya Ibnu Rajab AlHambaly
4. Fathul Baari karya Ibnu Hajar al–’Asqolaany
5. Syarh al–’Aqiidah al–Waasithiyyah karya Asy–Syaikh Muhammad Ibn Sholih al–Utsaimin
(Abu Utsman Kharisman)
www.itishom.web.id
4.5