Alhamdulillah, wash shalaatu was salaam ‘alaa man laa nabiyya ba’dah, amma ba’du:
Kita sering mendengar saat sebagian orang
kita tegur atau kita jelaskan kepada mereka tentang syiriknya perbuatan
memakai
jimat-jimat, manik-manik, kalung, gelang atau cincin yang
diyakini memiliki pengaruh untuk melindungi diri mereka, mendatangkan
keuntungan, melariskan dagangan, melangkal dan menyembuhkan penyakit,
mereka berkata bahwa itu semua sekedar sebab atau “syare’at”, maka,
kaidah dan penjelasan berikut mudah-mudahan dapat menyingkap kesalahan
alasan mereka dalam masalah ini.
Dalam penetapan sebab, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
- Orang-orang yang mengingkari sebab. Mereka adalah para pengingkar hikmah Allah dikalangan jabariyyah dan asy’ariyyah.
- Orang-orang yang berlebihan dalam menetapkan sebab, sehingga mereka
menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab. Mereka adalah
para ahli khurafat dan tasawwuf.
- Orang-orang yang menetapkan sebab dan pengaruhnya, akan tetapi
mereka hanya menetapkan sebab yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan, baik
sebab syar’i atau kauni.
Dari sini, kita dapat mengambil kesimpulan sebuah kaidah yang sangat penting dalam permasalahan
syirik terkait mengambil sebab:
Setiap
orang yang menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab,
baik secara syar’i atau kauni, maka ia telah menjadikan dirinya sekutu
bagi Allah.
Contoh: Bacaan surat al fatihah adalah sebab syar’i untuk kesembuhan. Makan adalah sebab kauni kenyangnya perut.
Jika kita memahami kaidah ini dengan
baik, maka insya Allah kita akan terhindar dari berbagai macam
kesyirikan yang banyak manusia terjatuh kepadanya. Seperti gelang,
kalung, ikatan, cincin, mantra, rajah dan lainnya yang dipakai dengan
maksud untuk maksud-maksud sebagaimana diatas.
Menggantungkan, memakai atau membawa
hal-hal seperti itu hukumnya haram. Jika hal itu dilakukan dengan
keyakinan bahwa yang membuat ia tercegah dari bahaya atau terangkat
musibahnya adalah sesuatu yang ia pakai tersebut, maka ini termasuk
syirik akbar. Ia termasuk syirik dalam rububiyyah Allah. Namun jika hal
itu dilakukan dengan keyakinan sebatas sebab, maka ini termasuk syirik
kecil, karena dirinya berarti menyekutukan Allah dalam hal penetapan
sebab.
عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ
حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ».
قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ
وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا
أَفْلَحْتَ أَبَداً »
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat di pergelangan tangan
seseorang melingkar sebuah gelang dari tembaga maka beliau bertanya,
“Apakah ini?” laki-laki itu menjawab, “Ini untuk menyembuhkan penyakit.”
Lalu beliau bersabda, “Adapun itu sesungguhnya tidak menambah kepadamu
melainkan penyakit, sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya,
engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR Ahmad 4/445, Ibnu Majah
2/1167 tanpa lafadz “sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya,
engkau tidak akan beruntung selamanya.” Dalam “zawaaid”: “sanadnya
hasan, karena Mubarak ini adalah Ibnu Fadhalah.” Hakim 4/216 dan
menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)
عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ
يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ
تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً
فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »
Dari Uqbah bin Amir, ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
menggantungkan tamiimah, maka Allah tidak akan memberinya kesempurnaan,
barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, maka Allah tidak akan
memberinya ketenangan.” (HR Ahmad: 4/154, Hakim: 3/216 dan
menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)
Tamimah adalah sesuatu berupa manik-manik
atau yang lainnya yang dikalungkan kepada anak-anak dengan tujuan untuk
melindunginya dari ‘ain. Dan wada’ah adalah batu dari laut yang juga
dikalungkan untuk menangkal ‘ain.
Dasar kesyirikan dari perbuatan-perbuatan
itu adalah bergantung kepada selain Allah azza wa jalla yang
diharamkan. Bergantung kepada selain Allah ada tiga macam:
- Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi hilangnya tauhid
secara keseluruhan. Artinya seseorang menjadi kafir atau murtad jika
bergantung dengan jenis ini. Ia adalah bergantung kepada sesuatu yang
tidak mungkin ada pengaruhnya sama sekali dan bersandar kepadanya secara
mutlak seraya berpaling dari Allah. Seperti bergantungnya para
penyembah kubur kepada penghuninya ketika ditimpa musibah. Ini syirik
besar.
- Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi mengurangi kesempurnaan tauhid. Ia ada dua: Pertama,
bergantung kepada sebab yang benar namun disertai kelalaian hati bahwa
segala urusan dan tercapainya keinginan ada di tangan al musbbib yaitu
Allah. Kedua, bergantung kepada sebagai sebab dan ia bukanlah sebab yang ditetapkan oleh Allah sebagaimana yang telah lalu.
- Bergantung kepada selain Allah yang tidak berkonsekwensi hilang atau
berkurangnya kesempurnaan tauhid. Ia adalah bergantung kepada sebab
dengan keyakinan hanya sebagai sebab dan bersandar kepada Allah,
meyakini bahwa sebab ini dari Allah, dan pengaruh sebab ini tidak
terjadi melainkan dengan kehendak (masyi`ah) dari Allah. Perbuatan ini
sama sekali tidak menegasikan pokok tauhid begitu juga kesempurnaannya.
Bergantung kepada selain Allah berarti
pula meyakini selain Allah dapat mendatangkan manfaat dan mencegah
bahaya. Padahal manfaat dan bahaya itu hanya datang dari Allah. Problem
keyakinan ini lah inti dari beragam bentuk
kesyirikan yang terjadi
kepada manusia. Untuk mengobatinya, perhatikan dan yakini lah firman
Allah,
قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ
هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ
مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ
الْمُتَوَكِّلُونَ
“Katakanlah: “Maka terangkanlah
kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak
mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat
kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah
Allah bagiku.” Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah
diri.” (QS. Az-Zumar [39]: 38)
[Dinspirasi oleh beberapa pembahasan dari
“Al Qaul Al Mufiid Syarh Kitab Tauhid”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin, hal 164-192]
Abu Khalid Resa Gunarsa – Riyadh, Al Batha.
www.sabilulilmi.wordpress.com