Hukum Kecelakaan Mobil
Berikut penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin untuk kasus kecelakaan kendaraan:
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah.
Dari sekian kasus kecelakaan mobil, secara umum pengemudi dapat dibagi menjadi tiga macam:
Pertama, pengendara yang pandai mengemudi, tahu
kewajiban dan aturannya, serta berupaya untuk berjalan di atas aturan. Pengemudi ini layak untuk mengendarai mobil.
Kedua, pengendara yang tidak pandai mengendarai mobil, tidak tahu kewajiban dan aturannya. Pengemudi semacam ini tidak layak untuk mengendarai mobil. Jika tetap mengendarai mobil maka termasuk pelanggaran.
Ketiga, pengendara yang pandai mengemudi, tahu kewajiban dan aturannya, namun tidak mau menaati aturannya, bahkan dia berani melanggar dan tidak peduli dengan bentuk pelanggaran maupun kecelakaan. Orang semacam ini telah melakukan tindak kriminal terhadap dirinya dan orang lain.
Kemudian, terkait kecelakaan mobil (tabrakan) bisa dibagi menjadi dua:
Pertama, korbannya dari pihak orang yang naik mobil. Ketika para penumpang naik mobil, mereka memberikan amanah kepada pengemudi; amanah untuk keselamatan dirinya dan barang-barangnya. Karena itu, status pengemudi adalah orang yang memegang amanah.
Kecelakaan dengan korban penumpang mobil dapat dikelompokkan menjadi empat macam:
1. Kecelakaan terjadi disebabkan pelanggaran pengemudi.
Misalnya: mengangkut penumpang atau barang yang melebihi standar, atau terlalu ngebut sehingga tidak terkendali, atau ngerem mendadak tanpa sebab.
2. Kecelakaan terjadi disebabkan keteledoran pengemudi.
Bedanya dengan yang pertama, dikategorikan sebagai pelanggaran pengemudi ketika pengemudi tersebut melakukan tindakan yang dilarang atau melanggar aturan. Sementara dikategorikan sebagai keteledoran, ketika pengemudi meninggalkan kewajiban. Misalnya: tidak menutup pintu, tidak memperhatikan kondisi ban, dst.
Untuk kecelakaan yang disebabkan oleh dua hal di atas, maka pengemudi wajib membayar kaffarah pembunuhan tidak disengaja, yaitu:
- Membebaskan budak untuk masing-masing nyawa yang melayang, atau
- Puasa dua bulan berturut-turut tanpa putus, kecuali karena alasan yang dibenarkan.
- Disamping itu, dia juga wajib membayar dua hal:
- Ganti rugi untuk semua kerusakan yang ditimbulkan.
- Membayar diyat pembunuhan tidak disengaja kepada keluarga korban.
3. Kecelakaan murni di luar kesengajaan pengemudi.
Pengemudi sudah berusaha mencari cara paling selamat, namun kecelakaan tidak bisa dihindarkan.
Contoh: tertabrak mobil di depannya, atau masuk ke jurang, yang semuanya terjadi setelah berusaha menghindar.
4. Kecelakaan karena lingkungan.
Contoh: jembatan putus, tanah longsor, dst.
Untuk dua kasus kecelakaan di atas, pengemudi tidak wajib membayar kaffarah ataupun ganti rugi. Karena pengemudi hakikatnya adalah pemegang amanah. Dia berusaha memilihkan kondisi terbaik, Allah mentakdirkan terjadi kecelakaan dengan hikmah-Nya. Karena dia tergolong orang yang berbuat baik kepada orang lain, sehingga dia tidak berhak mendapat hukuman.
Kedua, korbannya dari pihak luar (bukan penumpang).
Kecelakaan kondisi ini bisa dibagi dua:
1. Sebabnya berasal dari orang yang ditabrak, sementara pengemudi sama sekali tidak mungkin menghindarinya.
Contoh: Seorang mengendarai mobil dengan kondisi normal, tiba-tiba datang motor ‘ngebut nyelonong‘ di depannya, sehingga tidak mungkin dihindari, atau ada orang tiba-tiba melompat di depannya.
Untuk kasus ini, pengemudi tidak berkewajiban membayar ganti rugi. Karena sebab kecelakaan muncul dari pihak korban.
2. Sebab kecelakaan muncul dari pihak pengemudi.
Contoh: Menabrak orang yang berjalan di trotoar, atau di wilayah yang bukan jalur mobil, atau mundur kemudian menabrak orang, dst.
Untuk kasus kedua ini, pengendara wajib membayar
kaffarah pembunuhan tidak disengaja, yaitu:
- Membebaskan budak untuk masing-masing nyawa yang melayang, atau
- Puasa dua bulan berturut-turut tanpa putus, kecuali karena alasan yang dibenarkan.
- Disamping itu, pengendara wajib wajib membayar dua hal:
- Ganti rugi setiap kerusakan yang ditimbulkan
- Diyat pembunuhan tidak disengaja
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, “Yang dimaksud tidak disengaja adalah seseorang melakukan satu perbuatan yang sebenarnya tidak ingin mengenai korban, namun terkena korban dan sampai membunuhnya. Misalnya orang memanah hewan buruan, ternyata mengenai manusia dan mati.” (Al-Mughni, 9:339)
Kemudian dinukil dari Ibnul Mundzir, bahwa para ulama yang beliau ketahui telah sepakat dalam masalah ini. Beliau menegaskan bahwa kecelakaan tidak disengaja wajib membayar diyat kepada keluarga mayit dan membayar kaffarah pembunuhan tidak disengaja yang diambil dari harta pelaku, tanpa ada perselisihan di kalangan ulama.
Selanjutnya, Syaikh Ibnu Utsaimin menegaskan, “Wajib membayar diyat dan kaffarah untuk pembunuhan tidak disengaja. Karena Allah berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ
“Tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah…” (QS. An-Nisa: 92)
Perbedaan hukuman untuk pembunuhan disengaja dan tidak disengaja:
Untuk pembunuhan tidak disengaja, hukumannya adalah wajib membayar kaffarah dan diyat yang diserahkan kepada keluarga. Adapun pembunuhan dengan disengaja maka wajib diqishas, apabila keluarga korban tidak memaafkannya.
Nasihat untuk para pengendara:
- Hendaknya berusaha memahami dan mempraktikkan dengan benar cara mengemudikan kendaraan. Sehingga dia layak disebut ahli mengemudi.
- Perhatikan betul kondisi kendaraan, terutama yang terkait dengan keselamatan penumpang. Seperti rem, ban, dst.
- Jangan sampai teledor ketika mengemudi kendaraan, sehingga bisa mengancam keselamatan orang lain.
- Jangan membawa barang yang melebihi beban normal kendaraan. Karena ini bisa membahayakan.
- Patuhi semua aturan lalu lintas, karena itu akan semakin berpeluang menjaga keselamatan.
- Jangan lupa membaca doa naik kendaraan.
Urutan bacaannya sebagai berikut:
- Baca “bismillah” tepat ketika naik
- Setelah di atas kendaraan baca:
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، سُبْحَانَكَ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
Demikian beberapa nasihat yang bisa kami sampaikan, semoga Allah melindungi kita semua.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
[saaid.net]
Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.KonsultasiSyariah.com