Tuduhan pemalsuan kitab ulama kepada Salafiyyun memang telah menjadi salah satu hobi baru para pengikut hawa nafsu. Mempertahankan keyakinan (bathil) mereka dan takut kehilangan pengikut mungkin menjadi motif utamanya. Diperparah lagi para muqallid-nya yang kebanyakan jahil/minim ilmu, akan tetapi punya hasrat kuat tampil sebagai komentator.
Dulu sebenarnya telah saya kirimkan scan kitab via imel kepada sebagian aktifis forum Sidogiri tentang apa yang mereka tuduhkan. Namun sayangnya, sampai saat ini tidak ada respon berarti dari apa yang saya kirimkan tersebut dan malah mereka mengulang kesalahan yang sama di beberapa forum dan media.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika saya ulang kembali apa yang pernah saya tulis dalam rangka membuat ‘melek’ mata mereka yang masih ‘merem’. Saya tidak akan berkomentar panjang lebar – walau sebenarnya ingin - , namun hanya akan menyuguhkan beberapa lembar scan kitab Al-Adzkar yang ditelurkan oleh orang-orang Wahabiy. Tujuan saya adalah untuk meminimalisasi wabah penyakit yang telah terlanjur tersebar akibat ulah segelintir orang yang lebih menyukai memperturutkan hawa nafsu mereka daripada kebenaran yang terang.
Dalam hal ini, kebetulan saya punya dua matan kitab Al-Adzkar-nya Al-Imam An-Nawawiy. Pertama, Terbitan Daarul-Fallaah, Damaskus, Cet. Tahun 1391 H; dengan tashhih, takhrij, dan ta’liq : Asy-Syaikh ‘Abdul-Qadir Al-Arna’uth. Seorang ulama Wahabiy tulen, kolega sekaligus rekan debat Asy-Syaikh Al-Albaniy. Kedua, Terbitan Maktabah Nizaar Mushthafa Al-Baaz, Riyadl, Cet. 1/1417; dengan tahqiq dan takhrij : Tim Peneliti dari Maktabah Nizaar Al-Baaz. Dua versi cetakan buku ini tentu sangat kentara bau Wahabiy-nya – dilihat dari penerbit dan pen-tahqiq-nya.
Langsung saja :
Pasal Ziarah ke Kubur Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Terbitan Daarul-Fallaah, Damaskus – halaman 174.
Terbitan Maktabah Nizaar Mushthafa Al-Baaz, Riyadl, hal. 232.
Saudara-saudara sekalian, terbacakan oleh antum tulisan : Fashl Fii Ziyaarati Qabri Rasuulilah shallallaahu ‘alaihi wa sallam wa Adzkaarihaa ? Dan itukah yang kalian tuduh diganti itu ?
Kisah Al-‘Utbiy
Terbitan Daarul-Fallaah, Damaskus – halaman 176 :
Terbitan Maktabah Nizaar Mushthafa Al-Baaz, Riyadl, hal. 232 :
Terbacakah di mata kalian wahai saudara-saudara kami kalimat yang berbunyi : Wa ‘anil-‘Utbiy qaala : Kuntu jaalisan ‘inda qabrin-Nabiy shallallaahu ‘alaihi wa sallam, fa jaa-a A’rabiyyun faqaala : …..dst. ???
Inikah cerita yang kalian tuduh telah dihapus itu ???
Dan harap Anda ketahui pula, apa yang tertulis di atas sama dengan cetakan digital kitab Al-Adzkaar terbitan Wahabi (Maktabah Ruuhul-Islaam) – tepatnya juz 1 hal. 142 – yang mengacu pada hard copy dari penerbit Daar Ibni Hazm (penerbit buku-buku ‘Wahabi’), cet. 1/1423. Berikut sedikit cuplikan matan kitabnya (untuk kasus Pasal Ziyarah Kubur) :
فصل في زيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم وأذكارهااعلم أنه ينبغي لكل من حج أن يتوجه إلى زيارة رسول الله صلى الله عليه وسلم، سواء كان ذلك طريقه أو لم يكن، فإن زيارته صلى الله عليه وسلم من أهم القربات وأربح المساعي وأفضل الطلبات، فإذا توجه للزيارة أكثر من الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم في طريقه، فإذا وقع بصره على أشجار المدينة وحرمها وما يعرف بها، زاد من الصلاة والتسليم عليه صلى الله عليه وسلم، وسأل الله تعالى أن ينفعه بزيارته صلى الله عليه وسلم وأن يسعده بها في الدارين، وليقل: اللهم افتح علي أبواب رحمتك، وارزقني في زيارة قبر نبيك صلى الله عليه وسلم ما رزقته أولياءك وأهل طاعتك، واغفر لي وارحمني يا خير مسؤول.
وإذا أراد دخول المسجد استحب أن يقول ما يقوله عند دخول باقي المساجد، وقد قدمناه في أول الكتاب، فإذا صلى تحية المسجد أتى القبر الكريم فاستقبله واستدبر القبلة على نحو أربع أذرع من جدار القبر، وسلم مقتصدا لا يرفع صوته، فيقول:
السلام عليك يا رسول الله، السلام عليك يا خيرة الله من خلقه، السلام عليك يا حبيب الله، السلام عليك يا سيد المرسلين وخاتم النبيين، السلام عليك وعلى آلك وأصحابك وأهل بيتك وعلى النبيين وسائر الصالحين ; أشهد أنك بلغت الرسالة، وأديت الأمانة، ونصحت الأمة، فجزاك الله عنا أفضل ما جزى رسولا عن أمته.
Silakan bandingkan dengan Al-Adzkaar yang Antum miliki (kalau punya)……
Sebagai info saja, di kalangan peneliti Wahabiy, dunia penelitian kitab ulama salaf itu berkembang dengan pesat. Dan itu ada beberapa bentuk. Misalnya : Pemberian catatan kaki, peringkasan, atau perubahan/pengkoreksian langsung pada matan kitab. Biasanya itu diketahui dari manhaj tahqiq dari muhaqqiq kitab yang tertulis di bagian awal sebelum muqaddimah kitab. Jika si muhaqqiq telah menjelaskan metodologi yang ia pakai, jika ada perubahan atau pengkoreksian (sebagaimana diisyaratkan dalam metodologi dimaksud), tentu saja itu bukan dinamakan sebagai kedustaan, pemalsuan, atau sebangsanya. Yang menjadi sasaran kritik – kalaupun mau dikritik – adalah kebenaran dari metodologi tahqiq itu sendiri.
Sedikit saya contohkan,… Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhiim karangan Al-Haafidh Ibnu Katsir. Kitab ini telah dicetak oleh macam-macam penerbit dan telah di-tahqiq oleh banyak peneliti. Salah satu versi terbitannya berjudul Lubaabut-Tafsiir min Ibni Katsiir hasil tahqiq dari Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Ishaaq Alisy-Syaikh; Daarul-Hilaal, Cet. 1/1414 H (telah diterjemahkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i Bogor dengan judul : Tafsir Ibnu Katsir). Wahabiy tulen. Pentahqiq telah menjelaskan metodologinya dalam kitab tersebut, yaitu dengan meringkas, membuang sebagian besar riwayat-riwayat dla’if (apalagi maudlu’) dan israailiyyaat, melakukan sedikit tambahan penafsiran terhadap 3 ayat surat Al-Maaidah, memberikan takhrij seperlunya, dan yang lainnya. Oleh karena itu, jangan harap kita akan dapatkan keterangan tentang kisah Al-‘Utbiy dalam kitab ini, karena kisah ini adalah kisah palsu. Namun dalam Tafsir Ibnu Katsir 4/140; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1421 yang di-tahqiq oleh sekelompok peneliti Wahabiy (Mushthafa As-Sayyid Muhammad, Muhammad As-Sayyid Rasyaad, Muhammad Fadhl Al-‘Ajmaadiy, ‘Aliy Ahmad ‘Abdul-Baaqiy, dan Hasan ‘Abbaas Quthb) cerita Al-‘Utbiy tersebut tetap dicantumkan.
Metodologi dalam kitab tersebut berbeda dengan yang pertama. Ia mencantumkan seluruh matan kitab, melakukan koreksi (baik dengan tanda kurung ataupun dengan catatan kaki), serta men-takhrij sebagian besar riwayat-riwayat haditsnya. Hal yang sama ada dalam Tafsir Ibni Katsir 2/347-348; Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1420 yang di-tahqiq oleh Saamiy bin Muhammad Salaamah, kisah ‘Utbiy itu tidak dihilangkan. Namun dalam versi cetakan ini, pen-tahqiq memberikan penjelasan panjang lebar (pada catatan kaki) tentang tidak benarnya kisah ini serta kebathilan orang-orang yang menggunakan kisah ini sebagai hujjah dalam syari’at.
Ringkasnya………. lihat dulu manhaj pen-tahqiq-an di awal kitab !!
Kalaupun memang ada indikasi penerbit atau pen-tahqiq melakukan kecurangan, itu pun bisa dilakukan dan dialami oleh siapa saja. Tidak perlu pengkhususan bahwa yang selama ini menderita dan merasa ‘didhalimi’ adalah para kiyai NU dan para fanatikusnya. Asy-Syaikh Al-Albaniy sendiri pernah mencabut hak penerbitan kitabnya dari Al-Maktab Al-Islamiy karena ada indikasi kuat ketidakamanahan. Jadi, kalaupun mau disalahkan ya penerbitnya atau individunya. Jangan seperti sebagian kiyai NU yang langsung menebar fitnah tak berbobot bahwa Wahabiyyun itu (secara umum) punya profesi baru sebagai tukang ubah kitab. Saya khawatir pak kiyai dan mas santri tidak membaca metodologi pen-tahqiq-an kitabnya… (atau bahkan tidak paham ?) ……
Abul-Jauzaa’ – 3 Syawal 1430 H.
Sumber;
abul-jauzaa.blogspot.com