Dalam buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, pengarangnya mengatakan bahwa perkataan "man tasyabbaha bi qaumin fa huwa minhum" (siapa yang mirip dengan suatu kaum maka dia termasuk kaum tsb) adalah hanya pepatah Arab. Si pengarang berkomentar: dalil yang sangat lemah dan rapuh seperti lemahnya sarang laba-laba. (dikutip dari buku "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi"). Ini sangat jelas menghina hadits Rasulullah. Tapi tidak mengherankan karena memang buku tersebut penuh sarat dengan cacian, makian, fitnah dan kebohongan yang nyata.
Padahal, ini adalah hadits nabi shallallahu alaihi wasallam, diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi, dll. dari Ibnu Umar. dihasankan ibnu Hajar (dalam Fathul Bari. dalam Bulughul Maram, beliau berkata: dishahihkan ibnu Hibban) dan dishahihkan al-Iraqi (dalam takhrij al-ihya'). Dan di dalam al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Haitami menyebut hadits ini dengan mengatakan: wa qod waroda, yang artinya beliau mengakui eksistensi hadits ini.
Silahkan dilihat scan buku tersebut;
Berikut adalah takhrij hadits : “Barangsiapa yang Menyerupai Suatu Kaum, Maka Ia Termasuk Golongan Mereka” dan Faedah Ringkas yang Terdapat di dalamnya (dikutip dari www.abul-jauzaa,blogspot.com)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalan :
1. ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4031, Ahmad 2/50 & 2/92, Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin no. 216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 846, Ibnu Abi Syaibah 5/313 & 12/531, Abu Ya’laa Al-Maushiliy sebagaimana dibawakan Al-Bushairiy dalam Ittihaaful-Khairah no. 5437 & 6205, Ibnul-‘Arabiy dalam Mu’jam-nya no. 1137, Ad-Diinawawiy dalam Al-Mujaalasah wa Jawaahirul-‘Ilmi no. 147, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 1199, Al-Harawiy dalam Dzammul-Kalaam no. 476, Al-Khathiib dalam Al-Faqiih wal-Mutafaqqih 2/73, Tamaam Ar-Raaziy dalam Al-Fawaaid no. 770, Ibnul-Jauziy dalam Tabliis Ibliis 1/170, Muhammad bin Nashr Ar-Ramliy dalam Tafsiir ‘Athaa’ Al-Khurasaaniy no. 395, Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 34/324, Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 15/509, dan Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liq 3/444; dari beberapa jalan, dari ‘Abdurrahmaan bin Tsaabit bin Tsaubaan : Telah menceritakan kepada kami Hassaan bin ‘Athiyyah, dari Abul-Muniib Al-Jurasyiy, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"
“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku; dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan para perawi :
‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsaubaan Al-‘Ansiy, Abu ‘Abdillah Asy-Syaamiy Ad-Dimasyqiy Az-Zaahid (75 – 165 H).
Ahmad bin Hanbal berkata : “Hadits-haditsnya munkar”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak kuat dalam hadits”. Di lain tempat ia berkata : “Ia seorang ahli ibadah dari kalangan penduduk Syaam”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Shaalih”. Di tempat lain ia berkata : “Dla’iif”. Di tempat lain ia berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Dan seperti itulah yang dikatakan oleh ‘Aliy bin Al-Madiiniy, Ahmad bin ‘Abdillah Al-‘Ijliy, dan Abu Zur’ah Ar-Raaziy (yaitu : “Tidak mengapa dengannya”). Berkata Mu’aawiyyah bin Shaalih, ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy, dan ‘Abdullah bin Syu’aib Ash-Shaabuuniy, dari Yahyaa bin Ma’iin : “Dla’iif”. Mu’aawiyyah menambahkan : “Aku bertanya (kepada Ibnu Ma’iin) : “Apakah ditulis haditsnya ?”. Ia menjawab : “Ya, bersama dengan kedla’ifannya. Ia seorang laki-laki yang shaalih”. Abu Bakr bin Abi Khaitsamah, dari Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tidak ada apa-apanya”. Ya’quub bin Syaibah As-Saduusiy berkata : “Para shahabat kami berbeda pendapat tentangnya. Adapun Yahyaa bin Ma’iin melemahkannya, sedangkan ‘Aliy bin Al-Madiiniy mempunyai pandangan yang baik terhadapnya. Ibnu Tsaubaan seorang laki-laki yang jujur, tidak mengapa dengannya…”. ‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Hadits orang-orang Syaam itu semuanya dla’iif, kecuali beberapa orang, diantaranya : Al-Auzaa’iy, ‘Abdurrahmaan bin Tsaabit bin Tsaubaan,….”. Duhaim berkata : “Tsiqah, dituduh berpemahaman Qadariyyah. Al-Auzaa’iy menuliskan hadits kepadanya. Aku tidak tahu sesuatu yang menjadikan menolaknya”. Abu Haatim berkata : “Tsiqah”. Di tempat lain ia berkata : “….Berubah akalnya di akhir usianya, dan ia seorang yang haditsnya lurus (mustaqiimul-hadiits)”. Abu Daawud berkata : “Tidak mengapa dengannya”. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif”. Di tempat lain ia berkata : “Tidak kuat”. Di tempat lain ia berkata : “Tidak tsiqah”. Shaalih bin Muhammad Al-Baghdaadiy berkata : “Orang Syaam yang jujur, kecuali ia punya madzhab Qadariyyah. Orang-orang mengingkari hadits-haditsnya yang ia riwayatkan dari ayahnya, dari Mak-huul. Ibnu Khiraasy berkata : “Dalam haditsnya terdapat kelemahan”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia mempunyai hadits-hadits yang baik….. Ia seorang laki-laki yang shaalih, ditulis haditsnya bersamaan dengan kelemahannya. Adapun ayahnya seorang yang tsiqah”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Abu Bakr Al-Khathiib berkata : “Ia termasuk orang yang disifati dengan zuhd, ahli ibadah, dan kejujuran dalam riwayat” [selengkapnya lihat : Tahdziibul-Kamaal, 17/12-18 no. 3775]. Abu Zur’ah Ad-Dimasyqiy pernah bertanya kepada ‘Abdurrahmaan bin Shaalih : “Apa pendapatmu tentang Ibnu Tsaubaan ?”. Ia berkata : “Tsiqah” [Taariikh Abi Zur’ah, hal. 44 – Syaamilah]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 214 no. 765]. Ibnul-Jauziy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun (2/91 no. 1856).
Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq, sering keliru (yukhthi’), dituduh berpemahaman Qadariyyah, dan berubah hapalannya di akhir usianya” [At-Taqriib, hal. 572 no. 3844]. Adz-Dzahabiy memasukkanya dalam kitab Man Tukullima fiihi Wahuwa Muwatstsaqun au Shaalihul-Hadiits (hal. 324-325 no. 206). Di tempat lain Adz-Dzahabiy menyimpulkan : “Ia bukanlah seorang yang banyak haditsnya, bukan pula hujjah, akan tetapi seorang yang shaalihul-hadiits’ [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 7/314].
Al-Albaaniy berkata : “Hasanul-hadiits” [Irwaaul-Ghaliil, 2/136]. Di tempat lain ia berkata : “Hasanul-hadiits apabila tidak ada penyelisihan” [Ash-Shahiihah, 1/232]. Di tempat lain ia mengatakan : “Padanya ada kelemahan” [Dhilaalul-Jannaah no. 408]. Basyaar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth berkata : “Shaduuq hasanul-hadiits” [Tahriirut-Taqriib, 2/309-310 no. 3820].
Kesimpulan : Yang nampak di sini – wallaahu a’lam – ia seorang yang ahli ibadah lagi jujur. Akan tetapi ia diperbincangkan dari segi hapalannya. Oleh karena itu, haditsnya hasan bila tidak ada penyelisihan, sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy. Apalagi, dalam periwayatan dari Hassaan bin ‘Athiyyah ia tidak bersendirian.
Hassaan bin ‘Athiyyah Al-Muhaaribiy, Abu Bakr Asy-Syaamiy (w. setelah tahun 120 H).
Ibnu Hajar berkata : “Seorang yang tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 233 no. 1214]. Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Abul-Muniib Al-Jurasyiy Ad-Dimasyqiy Al-Ahdab.
Al-‘Ijliy berkata : “Orang Syaam, taabi’iy, tsiqah’. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat [Tahdziibul-Kamaal, 34/324-325]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1211 no. 8461]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 2/464 no. 6859]. Sejumlah perawi tsiqah meriwayatkan darinya (Tsaur bin Yaziid, Hassaan bin ‘Athiyyah, Daawud bin Abi Hind, Zaid bin Waaqid, dan ‘Aashim Al-Ahwal).
Kesimpulannya : Ia seorang yang tsiqah.
‘Abdurrahmaan bin Tsaabit dalam periwayatannya dari Hassaan bin ‘Athiyyah mempunyai muttabi’ dari Al-Auza’iy, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Musykilul-Aatsaar no. 231 dan Ibnu Hadzlam dalam Juz-nya no. 31. Al-Auzaa’iy, ia adalah ‘Abdurrahmaan bin ‘Amru bin Abi ‘Amru, Abu ‘Amru Al-Auzaa’iy; seorang imam tsiqah, jaliil, lagi faqiih (w. 157 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 593 no. 3992].
Sanad hadits ini adalah shahih.
2. Hudzaifah bin Al-Yamaan radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar 7/368 no. 2966 dan dalam Kasyful-Astaar no. 144, serta Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 8327; dari jalan Muhammad bin Marzuuq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Khaththaab, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Ghuraab, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Hassaan, dari Muhammad bin Siiriin, dari Abu ‘Ubaidah bin Hudzaifah, dari ayahnya radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "،
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan para perawi :
Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq bin Bukair/Bakr Al-Baahiliy, Abu ‘Abdillah Al-Bashriy; seorang yang shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan (w. 248 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 893-894 no. 6311].
‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Khaththaab Al-Kuufiy, Abul-Hasan (w. 224 H). Abu Haatim berkata : “Shaduuq”. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. ‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Tsiqah” [selengkapnya lihat : Tahdziibul-Kamaal 18/126-128 no. 3441]. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 611 no. 4118]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 1/655 no. 3382].
Kesimpulan : Tsiqah.
‘Aliy bin Ghuraab Al-Fazaariy, Abul-Hasan (w. 184). Ahmad bin Hanbal berkata : “Aku mendengar darinya dalam satu majlis, dan ia melakukan tadliis. Dan aku tidaklah melihatnya kecuali ia seorang yang shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “Haditsnya termasuk hadits ahlush-shidq”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “’Aliy itu tidak mengapa, akan tetapi ia berbuat tasyayyu’”. Di lain tempat ia berkata : “Tsiqah”. Di lain tempat ia berkata : “Orang-orang telah berbuat dhalim terhadapnya ketika membicarakannya”. Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair berkata : “Ia mempunyai beberapa hadits munkar”. Abu Haatim berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Abu Zur’ah berkata : “’Aliy bin Ghuraab menurutku shaduuq, dan ia lebih aku senangi daripada ‘Aliy bin ‘Aashim”. Abu Daawud berkata : “Dla’iif, orang-orang meninggalkan haditsnya”. ‘Iisaa bin Yuunus berkata : “Ia seorang yang dla’iif, dan aku ttidak menulis haditsnya. Abu Daawud mengatakan hal itu”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya, dan ia sering melakukan tadlis”. Ibraahiim bin Ya’qqub Al-Juzjaaniy : “Saaqith”. Mengomentari perkataan Al-Juzjaaniy ini, Al-Khathiib berkata : “Aku mengira Ibraahiim mencelanya dikarenakan madzhabnya, karena ia ber-tasyayyu’. Adapun riwayatnya, orang-orang telah mensifatinya dengan kejujuran”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Digunakan sebagai i’tibar”. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia meriwayatkan hadits-hadits maudlu’, sehingga batallah berhujjah dengannya. Ia seorang yang berlebih-lebihan dalam tasyayyu’”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia mempunyai riwayat-riwayat ghariib dan afraad. Dan ia termasuk orang yang ditulis haditsnya”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia seorang yang shaduuq, dan padanya ada kelemahan. Ia bershahabat dengan Ya’quub bin Daawud – yaitu waziir Al-Mahdiy - , sehingga orang-orang meninggalkannya”. Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Ammaar : ia seorang shahiibul-hadiits, yang luas pengetahuannya,… dan ia ber-tasyayyu’”. Ibnu Qaani’ berkata : “Orang Kuufah, Syi’ah, tsiqah”. ‘Utsmaan bin Abi Syaibah berkata : “Tsiqah” [selengkapnya lihat : Tahdziibul-Kamaal 21/90-96 no. 4120 dan Tahdziibut-Tahdziib 7/372]. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Shaduuq, sering berbuat tadlis (yudallis), dan ber-tasyayyu’. Ibnu Hibbaan telah berlebihan dalam melemahkannya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 703 no. 4817].
Kesimpulannya adalah sebagaimana kesimpulan Ibnu Hajar.
Hisyaam bin Hassaan Al-Azdiy, Abu ‘Abdillah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, dan paling tsabt riwayatnya dari Muhammad bin Siiriin (w. 147/148 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya [idem, hal. 1020-1021 no. 7339].
Muhammad bin Siiriin Al-Anshaariy, tabi’iy masyhur; seorang yang tsiqah lagi tsabat (w. 110 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 853 no. 5985].
Abu ‘Ubaidah bin Hudzaifah bin Al-Yamaan; seorang yang maqbuul [idem, hal. 1174 no. 8292]. Yaitu, riwayatnya diterima jika ada mutaba’ah, dan jika tidak, maka dla’iif.
Abu 'Ubaidah bin Hudzaifah mempunyai mutaba’ah dari Numair bin Aus, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin no. 1862 : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Ishaaq : telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Saalim, dari Az-Zubaidiy : Telah menceritakan kepada kami Numair bin Aus : Bahwasannya Hudzaifah bin Al-Yamaan kembali kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata : مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan para perawi :
‘Amru bin Ishaaq bin Ibraahiim bin Al-‘Alaa’ bin Adl-Dlahhaak bin Al-Muhaajir bin Zibriiq Az-Zubaidiy Al-Himshiy; seorang yang majhuul haal [Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy, hal. 451-452 no. 718].
Ishaaq bin Ibraahiim bin Al-'Alaa' bin Adl-Dlahhaak bin Zibriiq Al-Himshiy Az-Zubaidiy [Al-Jarh wat-Ta'diil, 2/209 no. 711 dan Tahdziibul-Kamaal 2/369-371 no. 330]. Mengenai Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, Abu Haatim berkata : “Syaikh”. Ibnu Ma’iin memujinya dengan berkata : “Tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bihi)” [Al-Jarh wat-Ta’diil 2/209 no. 711]. An-Nasaa’iy – sebagaimana dinukil Al-Mizziy – mengatakan : “Tidak tsiqah”. Namun dalam riwayat Ibnu ‘Asaakir sebagaimana yang dibawakan oleh Ibnu Badraan dalam At-Tahdziib (2/407), An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah, jika ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Al-Haarits”. Jadi ketidaktsiqahan ini di-taqyid dalam periwayatan dari ‘Amru. Muhammad bin ‘Auf memutlakkan kedustaan terhadapnya. Abu Dawud mengikuti Muhammad bin ‘Auf dengan perkataannya : “Tidak ada apa-apanya”. Namun perkataan keduanya ini perlu ditinjau kembali, sebab Al-Bukhaariy (dalam Shahih-nya dengan periwayatan mu’allaq), Abu Haatim, Al-Fasaawiy, dan yang lainnya membawakan riwayatnya dimana tidak ada keraguan bahwa mereka tidaklah meriwayatkan dari para pendusta yang dikenal kedustaaannya. Abu Ishaaq Al-Huwainiy dalam Natsnun-Nabaal (hal. 176-177 no. 276) membawakan bahwa Maslamah bin Al-Qaasim mentsiqahkannya. Al-Haakim (Al-Mustadrak 3/290) dan Ibnu Hibbaan (Ats-Tsiqaat 8/113) men-tautsiq-nya. Perkataan yang benar di sini adalah bahwa Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq adalah shaduuq; riwayatnya lemah jika berasal dari ‘Amr bin Al-Haarits.
‘Amru bin Al-Haarits bin Adl-Dlahhaak Az-Zubaidiy Al-Himshiy. Ibnu Hibbaan berkata : “Mustaqiimul-hadiits” [Ats-Tsiqaat, 8/48]. Adz-Dzahabiy berkata : “Telah ditsiqahkan” [Al-Kaasyif, 2/73 no. 4136]. Ibnu Hajar berkata : “Maqbuul” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 732 no. 5036].
Kesimpulan : Ia tidaklah jatuh dari derajat hasan, wallaahu a’lam.
‘Abdullah bin Saalim Al-Asy’ariy Al-Himshiy; seorang yang tsiqah dan dituduh berpemahaman nashb (membenci Ahlul-Bait) (w. 179 H). Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahiih-nya [idem, hal. 509 no. 3355].
Az-Zubaidiy, ia adalah Muhammad bin Al-Waliid bin ‘Aamir Az-Zubaidiy, Abul-Hudzail Al-Himshiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat (w. 146/147/149 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya [idem, hal. 905 no. 6412].
Numair bin Aus Al-Asy’ariy. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat (5/479). Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1009 no. 7239]. Namun yang benar – wallaahu a’lam – ia hanyalah seorang yang shaduuq saja, karena hanya Ibnu Hibbaan yang men-tautsiq-nya, akan tetapi sejumlah perawi tsiqaat meriwayatkan darinya. Kesimpulan ini adalah sebagaimana diambil Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth dalam Tahriirut-Taqriib (4/24 no. 7190).
Mutaba’ah ini pun lemah, karena kelemahan ‘Amru bin Ishaaq dan ayahnya.
3. Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Harawiy dalam Dzammul-Kalaam no. 474, Abu Umayyah Ath-Thursuusiy dalam Musnad-nya no. 56, dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 16/242; semuanya dari jalan Shadaqah bin ‘Abdillah, dari Al-Auzaa’iy, dari Yahyaa bin Katsiir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذُّلُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَنِي، وَمَنْ تَشَّبَهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "
“Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang. Dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan serta kerendahan atas orang yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka’.
Akan tetapi riwayat ini di-ta’lil oleh sejumlah ulama.
Dalam kitab Al-‘Ilal lid-Daaruquthniy disebutkan :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: " بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ، وَجُعِلَ رِزْقِي فِي ظُلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَنِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "، فَقَالَ: يَرْوِيهِ الْأَوْزَاعِيُّ وَاخْتُلِفَ عَنْهُ، فَرَوَاهُ صَدَقَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّمِينِ وَهُوَ ضَعِيفٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَخَالَفَهُ الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، رَوَاهُ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرْشِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَهُوَ الصَّحِيحُ
“Ad-Daaruquthniy pernah ditanya tentang hadits Abu Salamah, dari Abu Hurairah : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku diutus menjelang hari kiamat. Dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan serta kerendahan atas orang yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka’. Lalu ia berkata : ‘Diriwayatkan oleh Al-Auza’iy dan terdapat perselisihan padanya. Diriwayatkan oleh Shadaqah bin ‘Abdillah As-Samiin, dan ia seorang yang dla’iif, (dari Al-Auza’iy), dari Yahyaa, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Al-Waliid bin Muslim menyelisihinya dimana ia meriwayatkan dari Al-Auza’iy dari Hassaan bin ‘Athiyyah, dari Abul-Muniib Al-Jursyiy, dari Ibnu ‘Umar. Dan inilah yang benar/shahih” [Al-‘Ilal no. 1754].
Adapun Ibnu Abi Haatim rahimahullah berkata :
وَسألت أبي عَنْ حديث رَوَاهُ عُمَرُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ صَدَقَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الأَوْزَاعِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: " بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذُّلُّ، وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَنِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ". قَالَ أَبِي: قَالَ لِي دُحَيْمٌ: هَذَا الْحَدِيثُ لَيْسَ بِشَيْءٍ، وَالْحَدِيثُ حَدِيثُ الأَوْزَاعِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جَبَلَةَ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
“Dan aku pernah bertanya kepada ayahku tentang hadits yang diriwayatkan oleh ‘Umar bin Salamah, dari Shadaqah bin ‘Abdillah, dari Al-Auza’iy, dari Yahyaa bin Katsiir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat, dan dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan serta kerendahan atas orang-orang yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka’. Lalu ayahku (Abu Haatim) berkata : ‘Duhaim pernah berkata kepadaku : Hadits ini tidak ada apa-apanya. Hadits itu yang benar adalah hadits Al-Auzaa’iy, dari Sa’iid bin Jabalah, dari Thaawus, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara mursal” [Al-‘Ilal no. 956].
Adapun Shadaqah bin ‘Abdillah, statusnya adalah seperti yang dikatakan Ad-Daaruquthniy, dan ia didla’ifkan oleh jumhur ahli hadits [lihat : Tahdziibul-Kamaal 13/133-138 no. 2863 dan Taqriibut-Tahdziib, hal. 451 no. 2929].
4. Abu Umaamah Al-Baahiliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Abu Dzawaalah dalam Hadiits-nya no. 3 : Telah menceritakan kepada kami Abu Dzawaalah : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdil-‘Aziiz bin Marwaan, dari kakeknya Abaan bin Sulaimaan bin Maalik Al-Laitsiy, dari Abu Umaamah Al-Baahiliy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ، وَمَنْ أَحَبَّ قَوْمًا حُشِرَ مَعَهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. Dan barangsiapa mencintai suatu kaum, maka ia akan dikumpulkan bersama mereka”.
Abaan bin Sulaimaan bin Maalik Al-Laitsiy, tidak diketemukan biografinya [lihat : Rijaalul-Haakim, hal. 87 no. 147]. Begitu pula Abu ‘Abdil-‘Aziiz bin Marwaan, belum saya ketemukan biografinya. Wallaahu a’lam.
5. Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Harawiy dalam Dzammul-Kalaam no. 475 dan Abu Nu’aim dalam Akhbaar Ashbahaan 1/166; semuanya dari jalan Al-Hajjaaj bin Yuusuf bin Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Husain, dari Az-Zubair bin ‘Adiy, dari Anas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : جُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذُّلُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan serta kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Sanad ini sangat lemah karena Bisyr bin Al-Husain, Abu Muhammad Al-Hilaaliy Al-Ashbahaaniy, seorang yang matruuk [Mishbaahul-Ariib, 1/243 no. 4828].
6. Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah secara mursal.
Diriwayatkan oleh Sa’iid bin Manshuur no. 2194 : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy, dari Abu ‘Umair Ash-Shuuriy, dari Al-Hasan, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam : إن الله بعثني بسيفي بين يدي الساعة ، وجعل رزقي تحت ظل رمحي ، وجعل الذل والصغار على من خالفني ، ومن تشبه بقوم فهو منهم
“Sesungguhnya Allah mengutusku dengan pedangku menjelang hari kiamat, dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan serta kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Keterangan perawi :
Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy bin Sulaim Al-‘Ansiy, Abu ‘Utbah Al-Himshiy; seorang yang shaduuq dalam riwayat penduduk negerinya, namun tercampur (mukhtalith) dalam riwayat selainnya (w. 181/182 H) [Taqriibut-Tahdziib, hal. 142 no. 477].
Abu ‘Umair Ash-Shuuriy, namanya Abaan bin Sulaimaan. Ibnu Abi Haatim berkata : “ia termasuk hamba Allah yang shaalih, berbicara dengan hikmah” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 2/300 no. 1106].
Al-Hasan, ia adalah Ibnu Abil-Hasan yang terkenal dengan Al-Hasan Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, faadlil, lagi masyhuur (w. 110 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 236 no. 1237].
Selain mursal, sanad riwayat ini juga lemah sampai Al-Hasan karena Abu ‘Umair Ash-Shuuriy. Ia seorang yang majhuul haal.
7. Thaawus rahimahullah secara mursal.
Diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak dalam Al-Jihaad no. 105, Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab no. 390, dan Ibnu Abi Syaibah 5/313 & 12/351; semuanya dari Al-Auzaa’iy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Jabalah, ia berkata : telah menceritakan kepadaku Thaawus Al-Yamaaniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي بِالسَّيْفِ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ، وَجَعَلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجَعَلَ الذُّلَّ وَالصَّغَارَ عَلَى مَنْ خَالَفَنِي، وَمَنْ تشبه بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "
“Sesungguhnya Allah mengutusku dengan pedang menjelang hari kiamat. Ia menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan menjadikan kehinaan serta kerendahan atas orang yang menyelisihiku. Dan barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka’.
Selain mursal, riwayat ini juga tidak shahih sampai Thaawuus. Sa’iid bin Jabalah dari Thaawuus didla’ifkan oleh Asy-Syiiraaziy [Mishbaahul-Ariib, 2/19 no. 10594].
Kesimpulan hadits dengan keseluruhan jalannya adalah shahih.
Penjelasan Ringkas Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bahwa diri beliau diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, maksudnya adalah dekat masanya antara masa pengutusan beliau kepada manusia hingga nanti ditegakkannya hari kiamat.
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘dengan pedang’ ; maksudnya beliau mengkhususkan diri beliau dengan pedang, meskipun nabi-nabi yang lain juga diutus dengan berperang dengan musuh-musuhnya, adalah karena apa yang mereka (para nabi lain) lakukan tidak menyamai apa yang beliau lakukan dalam hal ini. Bisa juga bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya mengkhususkan dirinya dengan hal tersebut karena telah terdapat dalam kitab-kitab dimana hal itu dimaksudkan untuk menegur dua golongan Ahlul-Kitaab serta mengingatkan mereka apa-apa yang ada pada mereka. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan inti risalah dan tujuan diutusnya beliau itu adalah untuk mentauhidkan Allah ta’ala dengan peribadahan, dan membatalkan segala macam bentuk kesyirikan. Dalam hadits tersebut terdapat isyarat pencapaian tujuan ini tidaklah akan terjadi kecuali dengan penegakkan jihad fii sabiilillah dengan memerangi para pelaku kesyirikan dan kesesatan.
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘dan dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku’ ; padanya terdapat isyarat halalnya ghanimah bagi umat ini. Dan juga bahwasannya rizki Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ada pada ghaniimah tersebut, bukan selainnya dari penghasilan kerja (makaasib). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata : Ini adalah penghasilan yang paling utama. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam makan dari sumber yang lain, akan tetapi kebanyakan rizkinya diperoleh dari jihad dimana beliau mempunyai bagian khusus dalam harta ghaniimah. Hikmah dalam pembatasan penyebutan tombak dalam hadits di atas, bukan selainnya dari peralatan perang seperti pedang, karena adat kebiasaan yang berlaku pada mereka saat itu bahwa bendera/panji peperangan diletakkan di ujung tombak. Maka ketika bayangan tombak menjadi sempurna (karenanya), penisbatan keberadaan rizki padanya pun menjadi lebih sesuai. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga mengkhabarkan bahwa kerendahaan dan kehinaan itu ada pada orang yang menyelisihi perkara yang beliau bawa. Itulah makna kerendahan/kehinaan secara maknawiy. Adapun secara hissiy (kongkret), maka kehinaan itu diwujudkan dengan pembayaran jizyah (orang kafir dzimmiy) kepada kaum muslimin.
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”
menunjukkan siapa saja yang berusaha meniru-niru/menyerupai seseorang, maka ia seperti orang yang ia serupai dalam keadaan dan tempat kembalinya.
Barangsiapa yang menyerupai orang-orang shaalih, maka orang itu pun shaalih dan akan dikumpulkan (kelak) bersama mereka. Dan begitu juga sebaliknya bagi orang yang menyerupai orang-orang kafir atau fasiq. Al-Munaawiy rahimahullah berkata :
وقيل المعنى : من تشبه بالصالحين وهو من أتباعهم يكرم كما يكرمون، ومن تشبه بالفساق يهان ويخذل كهم، ومن وضع عليه علامة الشرف أكرم وإن لم يتحقق شرفه، وفيه أن من تشبه من الجن بالحيات وظهر بصورتهم قتل....
“Dikatakan maknanya adalah : barangsiapa yang menyerupai orang-orang shaalih, maka ia termasuk orang yang mengikuti mereka. Ia pun dimuliakan sebagaimana orang-orang shaalih itu dimuliakan. Barangsiapa yang menyerupai orang-orang fasiq, maka akan dihinakan dan direndahkan sebagaimana mereka (dimuliakan dan direndahkan). Dan barangsiapa yang diletakkan padanya tanda-tanda kehormatan, ia lebih mulia meskipun kehormatannya itu tidak kelihatan. Dalam hadits itu juga terdapat faedah : barangsiapa menyerupai ular dan nampak dalam bentuknya (seperti ular) dari kalangan jin, boleh dibunuh….”. Ash-Shan’aaniy rahimahullah berkata :
والحديث دال على أن من تشبه بالفساق كان منهم أو بالكفار أو بالمبتدعة في أي شيء مما يختصمون به من ملبوس أو مركوب أو هيئة...
“Hadits tersebut menunjukkan bahwa siapa saja yang menyerupai orang-orang fasiq, maka ia termasuk golongan mereka. Atau menyerupai orang-orang kafir atau mubtadi’ (pelaku bid’ah) dalam hal apa saja yang menjadi kekhususan mereka dengannya dalam gaya berpakaian, berkendaraan, atau gaya/tata cara yang lainnya….”. Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah berkata :
هذا الحديث أقل أحواله أن يقتضي تحريم التشبه بأهل الكتاب، وإن كان ظاهره كفر المتشبه بهم....
“Minimal, hadits ini menetapkan adanya keharaman tasyabbuh kepada Ahlul-Kitaab, meskipun pada dhahirnya (dapat) mengkafirkan orang yang bertasyabbuh kepada mereka…”. Perbuatan tasyabbuh dapat terjadi dalam perkara-perkara hati seperti keyakinan (i’tiqad) dan kehendak; dan bisa juga dalam perkara-perkara lahiriyah seperti berbagai macam ibadah dan kebiasaan. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.