Pengantar
Bahasa Al-Quran ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan ketika mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin bisa tertarik mempelajari bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Akan tetapi Bahasa Arab di zaman ini sangat jauh dari kaum muslimin khususnya di Indonesia.
Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa mengerti lebih dalam petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung dengan terjemahan. Dan terjemahan tidak bisa menggantikan makna keseluruhan Al-Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia ditulis “terjemah maknawi Al-Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk jalan semisal peta, tetapi orang yang hendak ke tujuan masih belum menguasi benar petunjuk tersebut.
Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena tersebut,
Allah Ta’ala berfirman pada surat Yusuf ayat 2,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Terjemah maknawi dalam Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara penterjemaah/Pentafsir Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” [yusuf:2]
Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya [pembahasan kedudukan kata dalam bahasa Arab]. Berikut pembahasan sedikit mengenai i’rab-nya, bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab],
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [قُرْآناً] dalam tafsirnya,
يجوز أن يكون المعنى: إنا أنزلنا القرآن عربيا، نصب" قرآنا" على الحال، أي مجموعا. و" عربيا" نعت لقوله" قرآنا". ويجوز أن يكون توطئة للحال، كما تقول: مررت بزيد رجلا صالحا، و" عربيا" على الحال أي يقرأ بلغتكم يا معشر العرب
“Bisa bermakna [makna pertama]: “Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran yang berbahasa Arab”, kata “qur’aanan” dinashob dengan kedudukan sebagai “haal” yaitu bermaka terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan sebagai “na’at” dari kata “qur’aanan”. Dan bisa juga [makna kedua] sebagai “tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya melewati Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan sebagai “haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian wahai masyarakat Arab.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]
Jadi makna yang agak mendekati wallahu a’lam adalah,
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an yang berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]
Atau
“Sesungguhnya Kami menurunkannya [Al Qur'an] sebagai bacaan yang berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]
Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu menterjemahkan dengan baik, akan tetapi memang agak sulit menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia jika dibandingkan bahasa Arab, maka bahasa Indonesia kurang usluub/gaya dan kurang ungkapan bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-besarnya kepada Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya dalam upayanya menterjemahkan Al-Quran sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin di Indonesia. Jazahumullahu khair.
Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat diatas. Beliau berkata,
وذلك لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس؛ فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة (8) أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرفشهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه
"Yang demikian itu (bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul yang paling mulia (Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), sehingga Al-Qur'an menjadi sempurna dari segala sisi." [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah]
Keunikan-keunikan bahasa Arab
Berikut beberapa yang kami kumpulkan di antaranya:
>>dua kata yang berbeda satu huruf saja artinya bisa berkebalikan
Misalnya,
-[نعمة] dan [نقمة] “ni’mah” dan “niqmah” artinya: nikmat dan sengsara
-[عاجلة] dan [آجلة] “’aajilah” dan “aajilah” artinya: yang segera dan yang diakhirkan/tertunda
-[قادم] dan [قديم] “Qoodim” dan “Qodiim” artinya: yang akan datang dan yang lampau
-[مختلف] dan [مؤتلف] “mukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya: berbeda dan bersatu
Dan masih banyak contoh yang lain.
Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah
Ini yang dikenal dengan ungkapan,
إذا افترق احتمع و اذا احتمع افترق
“jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah”
Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu kalimat maka artinya sama dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut berada dalam satu kalimat maka artinya berbeda, contohnya,
[فقير] dan [مسكين] “faqiir” dan “miskiin”
Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita harus berbuat baik terhadap orang faqir dan miskin”
Maka maknanya berbeda, Yaitu:
Faqir> orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya.
Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya: “kita harus berbuat baik terhadap orang faqir”
Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya yaitu orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang miskin”
Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya tersebut.
Contoh lain adalah [إيمان] dan [أسلام] “Iman” dan “Islam”.
Jika bersatu makanya berbeda,
Iman: amalan yang berkaitan dengan hati/ amalan batin
Islam: amalan yang berkaitan dengan anggota badan/amalan dzahir
Jika terpisah, maknanya mencakup satu sama lain.
>>satu kata bermakna ganda dan maknanya berkebalikan sekaligus
ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa berkebalikan. Dibedakan maknanya dari konteks kalimat. Misalnya,
-kata [زوج] “zaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti pasangan,sehingga bisa kita artikan istri, dan kita lebih mengenal bahwa bahasa arab istri adalah [زوجة] “zaujatun”. contoh yang valid dalam Al-Quran:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” [Al-Baqarah: 35]
Dalam ayat digunakan [زَوْجُكَ] “zaujuka” bukan [زوجتك] “zaujatuka”
Dan [زوج] “zaujun” bentuk jamaknya [أزواج] “Azwaajun”, dan sekali lagi contohnya dalam Al-Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“"Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [Al-Furqon:74]
Dalam ayat digunakan [أزواج]”azwaaj” bukan [زوجات] “zaujaat”
-kata [بيع] “bai’un” artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya yaitu: pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [شراء] “syira’”.
Penerapannya dalam hadist,
إِذَا اخْتَلَفَ الْبَيِّعَانِ فَالْقَوْلُ قَوْلُ الْبَائِعِ وَالْمُبْتَاعُ بِالْخِيَارِ
“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. [HR. At-Tirmidzi III/570 no.1270, dan Ahmad I/466 no.4447. Dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no: 1322]
Begitu juga dalam ayat Al-Quran
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“… padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” [Al Baqarah: 275]
-begitu juga dengan kata [قمر] “qomar” yang artinya bulan bisa berarti matahari juga dan masih ada contoh yang lain.
>>salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa bertentangan
Misalnya,
-kalimat [الله أكبر] “Allahu akbar” artinya: Allah Maha Besar
Jika dibaca [آلله أكبر] “AAllahu akbar” dengan huruf alif dibaca panjang, artinya: apakah Allah Maha Besar?
-surat Al-Fatihah ayat ke-5,[إياك نعبد وإياك نستعين]
Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya: ““kepada cahaya matahari kami menyembah dan kepada cahaya matahari kami meminta pertolongan”
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya,
وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر وهي قراءة شاذة مردودة؛ لأن "إيا" ضوء الشمس
“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan mengkasrah [huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh/nyeleneh dan tertolak. Karena makna “iya” adalah cahaya matahari.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 1/134, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]
Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan sedangkan “jamAl” artinya unta.
>>beda bacaan tetapi artinya sama saja/ satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda
Contohnya pada kalimat,
[أحب الفاكهة و لا سيما برتقال] “aku menyukai buah-buahan lebih-lebih buah jeruk”
Maka kata [برتقال] “burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool”
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].
-dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai huruf “zaaidah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof ilaih.
- dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf takdirnya huwa
- dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai tamyiz manshub
- dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
[lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-Islamiyah, Beirut]
>>satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-beda
Misalnya,
لا تأكل السمك و تشرب اللبن
Maka kata [تشرب] bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau TasyroBI”
-jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau minum susu”
-jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedang minum susu”
-jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau boleh minum susu”
-bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al-laban.
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].
-dibaca“tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf athof, fi’ilnya athof dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” menjazmkannya
- dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan “adawatun naasibah” huruf “an” disembunyikan wajib
- jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga fi’ilnya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada amil.
[lihat Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H]
INSYA ALLAH BERSAMBUNG...
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
25 Dulqo'dah 1432 H, Bertepatan 23 oktober 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.